Jumat, 29 November 2013

Bawa Kembali

"Dan lalu, air mata tak mungkin lagi bicara tentang rasa. Bawa aku pulang, sekarang, bersamamu.." Float


Walau menjadi rutinitas tapi pemandangan ini mengharukan.

Melihat bagaimana mereka berbondong-bondong memikul semua keluh, berlari-lari kecil, dan bersiap melemparnya pada ranjang hangat.
Melihat betapa mereka tergopoh-gopoh membawa senyum, membungkusnya dengan erat agar tetap menawan saat dijadikan buah tangan.
Melihat bagaimana mereka terhuyun-huyun berjalan dengan tangis yang ditahan, menahan hingga tiba pada pelukan yang tepat.
Dan lihatlah betapa getirnya mereka membawa rindu, mengayun-ayunkannya pada sebuah tas plastik, bersenandung kecil dan tak sabar untuk segera meletakannya pada sebuah hati.

Lihatlah mereka yang telah kembali dari perjalanan menuju pulang pada sebuah tujuan. Mereka bak prajurit perang yang perjuangannya bukan untuk sebuah kemenangan, melainkan untuk sebuah pelukan yang akan menyambut pada setiap kepulangan.

Mereka bertahan.

Karena pada sebuah pulang,
selalu ada tunggu yang menunggu.

Maka rindumu, keluhmu, senyummu, semua akan tiba tepat waktu.
 

Mereka pulang.
Dengan sedikit berdesakan.

Aku memandang.
Dengan banyak kehawatiran.






Kamu,
Sudah sampai mana?

Selasa, 26 November 2013

Ijin

"Apakah kita akan bahagia?"

"Apakah kamu menginjinkan aku?"

"Iya"

"Kalau begitu kita akan bahagia"

"kalau ternyata tidak?"

"Apakah kamu mengijinkan aku?"

"Iya"

"Maka percaya saja"

"Iya"

Kalau sudah kamu, maka aku tidak membawa lagi hati. Kutinggal dipojokan saja, biarkan dia menonton.
Tak ada gunanya.

Denganmu hanya ada logika.
Cantik sekali kamu membedah logika.

Hingga pertanyaannya bukan lagi 'apakah kamu mencintaiku'. Denganmu pertanyaanya menjadi 'Jadi bagaimana cinta ini?'

Praktis dan logis.

Berhentikan ini jika telah kelewat batas. Jangan sampai aku terlanjur lepas.

Jumat, 22 November 2013

Congraduation

"Ntar aja lulusnya, kalo udah tau lulus mau jadi apa"

"ah.. bullshit!"

Karena memang bullshit.
Mana ada pattern begitu, mana ada kita harus berlama-lama kuliah dan menunggu sampai kita akan jadi apa.

Hah!

Bagi saya, semua itu ada waktunya. Lulus kuliah salah satunya. Tidak bisa kita berfikiran bahwa kita berlama-lama saja di bangku kuliah untuk menyiapkan diri mengahdapi dunia luar. Justru, ketika kamu masih gamang dengan apa yang terjadi di masa setelah kamu lulus, maka cepatlah lulus. Cepatlah menyusun strategi, bukannya berlama-lama diam dan menunggu. Semua ada deadlinenya!

Ada lagi pendapat, kalau tidak salah Anis Baswedan yang mengatakan 'IPK hanya mengantarkan pada tahap wawancara'. Bisa jadi iya, bisa jadi engga. Pendapat ini jangan serta merta jadi pembelaan bagi mereka yang IPK nya kurang lantas berbangga. Kalau IPK bisa tinggi (syukur-syukur cumlaude) kenapa engga? Kalau IPK tinggi dan skill juga bagus, kenapa harus memilih salah satunya?
Bagi saya itu hanya pembelaan orang yang tidak berjuang sepenuh hati di bangku kuliah.
IPK tinggi dan skill itu bisa didapat. Kuncinya cuma satu kok. MAU! Semua hal itu bisa, perkaranya cuma mau usaha apa engga.

Kok tulisan ini malah terkesan jadi tulisan penyemangat untuk para fresh graduate ya? Biarlah ya.. biar ada yang satu dua tulisan yang berbobot di blog ini.

Selama saya skripsi, saya banyak dibantu oleh Allah SWT. TanpaNya, entah jadi apa saya dan skripsi saya.
Tapi sekali lagi, ternyata kalimat 'dimana ada kemauan, disitu ada jalan' sekali lagi benar-benar nyata.
Dimulai dari saya harus resign dari srengenge, ayah meninggal, dan prikitil-prikitil lainnya, ternyata bisa membuat saya tetao bisa berwisuda di bulan November.

LEGA rasanya!

Habis ini mau kemana?

Pertanyaan paling sering muncul saat ini.

Saya ga tau harus menjawab apa.
Tapi jujur, saya merasa miris dengan fresh graduate saat ini?
Entah apa yang salah dengan pendidikan Indonesia sehingga membuat lulusannya berfikir untuk bermain aman.
HEY! Sadarkah kalian (saya juga sih) bahwa Indonesia menunggu? Indonesia menunggu lulusannya melakukan sesuatu.
Coba sekarang saya tanya, ada berapa banyak orang hebat di Indonesia? Jangan-jangan 10 tahu dari sekarang, tidak ada lagi orang hebat yang berkompeten di bidang tertentu di Indonesia. Alasannya karena mereka memilih untuk bermain aman dengan bekerja di bidang yang akan memberikan uang yang jelas.
Mereka berfikir itu realistis.
Bagi saya itu ironis.

Jika semua lulusan berfikir begitu, habis sudah Indonesia. Habis bis bis!

Ah kok saya jadi melenceng begini ya.

Sebagai salah satu lulusan dari UGM, jalan saya masih panjang, berkelok, dan terjal. Saya tau ini tidak mudah untuk mewujudkan mimpi saya suatu hari yaitu menjadi seorang meteri (sst... jangan ketawa, amini saja).
Tapi saya akan berjuang, untuk melakukan semaksimal yang bisa saya perjuangkan untuk Indonesia.

Cepatlah lulus.
Justru kamu harus lulus dengan cepat, karena Indonesia menunggu!

Happy Graduation all :)

Senin, 18 November 2013

Tahanan

"So promise me only one thing, would you?
Just don't ever make me promises.. "
incubus

Karena seingatku, kamu rewel sekali membuatku berjanji. Dan ketika aku berjanji, senyatanya aku malah membuat kita menjadi sedemikian jauh...

Iya. Salahmu!

***

Hingga waktu yang tersisa, kita terkepung saja oleh kenangan.
Pernah kamu begitu menahan keinginan untuk menyambangi kita? Mungkin malu-malu iya.
Mengintip sedikit dan lantas  berfikir: 'jika melangkah masuk, apakah aku bisa keluar?'

Ah.. rutinitas.

Bagiku kamu seharusnya menjadi tawanan. Tidak seharusnya kamu berkeliaran begini. Bebas lalu lalang dan berjalan-jalan.
Kamu seharusnya menjadi narapidana. Berada di penjara dan tidak bebas lepas begini.
Kamu tidak seharusnya berada di pikiran bebas.
Datangilah dukun, maka secara ramalan kamu pasti akan cocok di penjara.
Untuk orang yang pernah memaksaku berjanji, sepertimu. Alam ini jelas tidak cocok untukmu...

Ah... kamu lagi.
Dan aku, egois lagi.

Mengapa bisa kamu berada di alam bebas?
Merepotkan saja!
Kamu membuat semua egoku mencuat keluar tanpa menghiraukan sopan santun.
Kamu membuatku megap-megap seperti tak bernafas.
Nanti kamu bisa membuatku berjanji lagi, dan aku akan melanggar lagi.
Sungguh, kamu tak seharusnya berada di alam bebas.

Drama ini kembali berserak saat kamu kini bebas.
Aku takut jika kamu bebas begini, dan aku dengan mudah terperosok.
Jika terperosok maka kamu akan membuatku kembali berjanji.
Jika aku berjanji maka aku akan membuat kita sedemikian jauh lagi.
Dan iya, itu akan jadi salahmu lagi!

Ah... menakutkan!

***

Bisakah kamu kembali menjadi tahanan?
Dan membuatku aman?

Bisakah kita tidak terjebak dengan ketakutan?
Takut kehilangan padahal kita tahu bahwa kehilangan itu telah melingkari kita sejak lama.

Bisakah kamu berjanji untuk tidak akan membuatku berjanji?


Ah... lalu.

Semoga kamu cepat tertangkap!


Jumat, 01 November 2013

Cukup

Seorang lelaki yang kutemui bukanlah elang yang dengan perkasa terbang membelah cakrawala dan bebas mengepakan sayap membentuk siluet.
Seorang lelaki yang kutemui bukanlah seorang hujan yang dingin dan tanpa prediksi.
Seorang lelaki yang kutemui tidak pula matahari yang perkasa berdiri angkuh.
Seorang lelaki yang kutemui bukan karang yang tegak dan acuh tak peduli seberapa sering ombak menghantam.
Lelaki ini bukan lelaki yang mampu melakukan segalanya, tapi menemuinya membuatku ikhlas. Sungguh kupasrahkan waktu serta kusajikan semua rongga yang aku punya untuknya.

Di satu rongga waktu,
Aku menemui seorang lelaki dan telah kembali dalam kelananya.
Telah berputar-putar dan memasukan banyak sekali makna kedalam kerongkongannya yang haus itu.
Ia telah mengitari bahaya dan selamat dari amukan nestapa.
Badannya telah terkoyak namun matanya tidak koyah.
Kulitnya tidak terawat dengan baik namun senyumnya membuatku mabuk
Cengkramannya kuat, mungkin karena ia telah bertarung pada setiap sisi gelap dunia.
Dia telah menyisir pilu dan kini ia bertemu denganku.

Di satu warna hidup,
Aku berapapasan dengan seorang lelaki yang sanggup mengajarkanku apa itu cukup.
Kelak, dia akan mampu menjelma menjadi apapun, elang, karang, matahari, hujan, dan angin. Tanpa perlu menjadi salah satunya. Baginya, cukup tak berarti melahap semua sekaligus atau memiliki dengan sporadis.

Cukup lelaki seperti itu yang akan aku temui.
Menicumku dengan semua sabar yang ia simpan.
Melihatku dengan semua syukur yang ia rasa.
Mengajaku berlama-lama melamunkan cinta.
Mendebatku dengan semua bijak yang ia tabung

Menemukan lelaki ini, membuatku cukup.
Karena dia lelaki yang tahu caranya melumatkan arti kata cukup pada setiap inci nafasku.
Mengajariku dengan sungguh,
dan mengantarkanku kepada cukup.

Maka cukup itu saja lelakiku.
Yang mencukupkanku pada cukup.



Pantai

Banyak yang mengadukan nasibnya pada pantai. Berteriak kencang pada ombak layaknya bercerita pada sebuah teman dekat. Mengelus dan menuliskan harap pada pasir pantai layaknya menulis pada buku harian.

Pada sebuah pantai, manusia menitipkan hatinya yang tengah berderai.

Berharap pada ombak yang bergulung-gulung agar memberi jawaban.
Berharap pada pasir agar diberi ketenangan.
Berharap pada karang agar diberi kekuatan.
Berharap pada angin yang berhembus agar mampu melepaskan.
Berharap pada matahari yang terbit dan tenggelam untuk menyampaikan kerinduan.

Manusia menyimpan harap, agar pantai dapat melarung kisah,

Sebagian berharap kisah itu hilang terbawa ombak menuju lautan.


Sebagian berharap ombak menjadi kurir pengantar,
dan membawa kisah itu kembali ke pasar pantai.



© RIWAYAT
Maira Gall