Kamis, 20 Desember 2018

mencoba rasa

Berjalanlah dia menuju sebuah pasar. Dalam hiruk pikuk pasar itu, dia melihat banyak sekali toko yang terang benderang dengan ornamen-ornamen menarik di sepanjang pasar. Dia terus berjalan hingga menemukan sebuah toko kue. Di depan toko kue itu, dia melihat pegawai toko yag mengenakan seragam menarik sambil membawa sebuah nampan penuh berisi tester kue dengan rasa yang bermacam-macam. Si pegawai toko itu dengan atraktifnya berkata sambil menyodorkan nampan itu, "Silahkan dicoba, ini adalah kue-kue terbaik dari toko kami". Dia berhenti sejenak dan menengok ke arah nampan itu, dan benarlah apa kata pegawai toko itu, nampan itu berisi potongan-potongan kecil kue dengan berbagai warna dan ukuran. Dia terdiam sejenak untuk menentukan mana kiranya yang mau ia coba. Diapun lalu memilih potongan kue dengan bentuk kotak berukuran kecil berwarna hitam. "Itu rasa coklat, salah satu andalan toko kami", kata pegawai itu bersemangat. Maka dicobalah tester itu dengan sekali suapan. Dia merasa rasanya agak aneh, aneh yang tidak bisa dijelaskan dengan ucapan. Melihat wajahnya yang kurang senang dengan pilihan tester itu, pegawai itu buru-buru menyodorkan pilihan lain. "Yang ini aja, ini rasa lemon, tidak begitu manis rasanya", katanya membujuk. Dia menurut, diambilah tester itu, dan dimakannya sekali suapan. Benar saja, wajahnya seketika berubah. Rasa kue lemon itu sungguh enak, tidak begitu manis, dan ada sedikit rasa asam. Segar sekali jika ditemani dengan secangkir teh. Diapun memutuskan untuk membelinya. Namun sayang, kue lemon itu tidak tersedia saat itu, sudah habis stoknya. Dengan raut menyesal, pegawai toko itu berkata "Mau yang rasa lain?". Sudah terlanjur suka dengan kue lemon, diapun menggeleng dengan sopan. Dia akhirnya berlalu tanpa membawa apapun. Dalam hatinya dia berkata, kalau suatu hari nanti dia lewat lagi di toko itu, dan kue lemon itu tersedia, dia mungkin akan membelinya.

Beberapa lama kemudian, dia kembali mengunjungi pasar. Namun, kali ini dia mengunjungi jalan yang berbeda. Toko-toko masih saja menawarkan hal-hal yang beragam dengan pajangan yang menarik hati. Setelah lama berjalan, dia kembali menemukan toko kue. Toko kue yang letaknya cukup tersempil diantara toko-toko lainnya. Di depannya tidak ada pegawai berpakaian menarik yang menawarkan tester, hanya sebuah meja panjang berwarna hijau yang diatasnya berjejer kue-kue dengan warna dan ukuran yang beragam. Terpampang juga sebuah tulisan, 'Temukan rasamu di sini'. Dia sebetulnya ingin membeli kue lemon yang tempo hari ia coba, namun tester di toko ini sungguh berbeda dan mengundang selera. Tak seperti di toko sebelumnya, kali ini dia mencoba banyak sekali tester. Setelah mencoba banyak tester kue, pilihannya jatuh pada dua pilihan, yaitu kue pandan yang lembut, serta kue kismis yang padat. Dia pun masuk ke toko itu, hendak membeli keduanya. Dia beruntung, karena uangnya cukup membeli dua kue itu sekaligus. Dengan sumringah, dia berhasil membawa pulang kedua kue itu. Dia berencana memakannya bergantian sebagai teman membaca.

Dia pun kembali ke pasar setelah beberapa bulan. Dia berjalan dan berjalan masuk ke dalam pasar. Belum lama dia berjalan, dia melihat sebuah spanduk yang bertulisan 'Bazar Kue'. Matanya langsung berbinar, dia ingin membeli kue dengan rasa berbeda dari kue pandan dan kismis yang terakhir kali dia beli. Diapun berjalan cepat menuju area bazar. Dan benar saja, belum lama dia melangkah, dia langsung disuguhi banyak sekali kios-kios kecil yang menjual kue. Dia merasa kelimpungan untuk menentukan tester mana yang harus dicicipi karena banyak sekali pilihan yang tersedia. Hingga akhirnya dia menghabiskan waktu untuk mencicipi semua tester di bazar itu tanpa membeli satupun kue. Dia merasa kewalahan dan lidahnya tak sanggup lagi merasa. 

Kembali dia mengunjungi pasar, dan kali ini dia tidak begitu ingin mencari kue. Pengalaman terakhirnya ketika mencicipi tester, membuatnya sedikit kapok mencoba-coba. Dalam hatinya, dia ingin mempunyai satu kue langganan yang akan dia beli tanpa perlu repot-repot lagi mencicipi tester. Setelah berjalan cukup lama, pandangannya tertuju pada sebuah toko kue sederhana yang menjual hanya satu jenis kue saja. Dia pun memutuskan kesana sebelum pulang. Saat berada di toko tersebut, dia bertanya dimana tester yang bisa dia coba. Dengan sopan pegawai toko itu berkata, "Maaf, kami tidak menyediakan tester, anda bisa langsung membeli jika anda mau". Dia merasa begitu aneh dengan hal itu. Dia ragu, karena dia ingin mencicipi terlebih dahulu sebelum membelinya. Namun apalah daya, dia tidak bisa memaksa. Dari belakang, punggungnya dicoleh oleh seseorang yang telah membeli kue itu. Dengan ramah berkata, "Ini, silahkan coba saja punya saya". Dia tersenyum, dan mengambil potongan kecil itu. Seketika dia merasa itu kue yang paling tepat untuk lidahnya. Bukan yang terlezat, bukan yang terlembut, bukan yang termanis, hanya saja dia merasa bahwa kue itu pas dengan lidahnya. Setelah mengucapkan terimakasih, dia pun memesan kue itu. Namun malang, pegawai toko itu berkata "Maaf, kami hanya menjual 200 loyang per hari. Anda bisa kembali lagi besok". Walau sedih, dia pun memutuskan untuk pulang sambil mengenang rasanya.

Keesokannya, dia kembali lagi ke toko itu, namun lagi-lagi dia terlambat. Kue itu telah habis.

Dia memutuskan datang lebih awal keesokan harinya. Dan benar saja, sudah banyak orang antri. Dengan sedikit tergesa, dia ikut mengantri dengan perasaan cemas. Setelah tiba di barisan paling depan, ternyata uang yang ia bawa tidaklah cukup. Dia pun pulang dengan sedih.

Dalam perjalanan, dia berjanji untuk mempersiapkan segalanya, agar bisa membeli kue itu.

Keesokan harinya, dia berangkat lebih awal, mempersiapkan uang, dan mengantri di barisan depan. Saat sampai di depan pegawai tokonya untuk membayar, pegawai toko itu tersenyum dan berkata, "Selamat menikmati". Dia akhirnya membawa kue itu pulang dengan perasaan haru.

Hari ini dia kembali datang ke pasar. Dia melihat orang lain seperti dia sedang mencicipi tester kue. Dia tersenyum simpul. Dia tahu betul lelahnya mencari sepotong kue sebagai teman minum teh dan membaca buku. Dia tidak lagi ingin mencicipi tester apapun lagi, dia telah menemukan kuenya. Dia hanya perlu menemukan buku yang harus dia baca sebagai teman memakan kue. 


Minggu, 02 Desember 2018

Kisah Kembang Tahu

"I know you haven't made your mind up yet, but I will never do you wrong
I've known it from the moment that we met, no doubt in my mind where you belong"


Dunia sesak dengan kisah-kisah cinta. Puisi-puisi asmara hilir mudik tercipta, sajak-sajak romansa menghiasi ribuan karya seni, dua manusia yang saling jatuh cinta membuat hiruk-pikuk dengan semua kisah-kisah mereka.

Ada kisah cinta yang masih diuji kevaliditas riwayatnya, antara fiktif atau tidaknya belum ada yang berani memastikan, seperti miliknya si Romeo dan Juliet, dua pasangan yang terlalu dimabuk cinta, hingga tewas karena racun. Agak menggelikan memang.

Ada kisah cinta yang cukup beruntung untuk dikenang oleh banyak manusia, karena mencermikan kisah cinta abadi yang hanya dipisahkan oleh maut. Milik Bapak Habibie dan Ibu Ainun misalnya.

Ada juga kisah yang benar-benar fiktif namun sengaja dibuat sebagai representasi kisah-kisah cinta manusia pada umumnya. Katakanlah kisah remaja Cinta dan Rangga, atau Dilan dan Milea.

Namun, walaupun tidak banyak telinga yang mendengar, mata yang menyaksikan, atau karya seni yang mengabadikan, ada milyaran lebih kisah cinta di luar sana. Kisah cinta yang nyata dan otentik. Ada kisah cinta milik Najiyah Nana dan suaminya yang hanya bertemu selama 3 minggu untuk sampai di pernikahan. Ada kisah cinta Ulin dan suaminya yang akhirnya kembali bersama setelah beberapa tahun putus. Ada kisah cinta Shofi yang mendapatkan pasangan hatinya saat bersekolah master di Amerika. Kisah cinta Uda Uki dan Mbak Mustika yang dulu ketika KKN biasa-biasa saja, lalu karena lokasi kerjanya berseberangan di Slipi, berakhir di pernikahan. Kisah cinta Hirma dan Dendi yang dimulai dari tinder dan berujung di akad nikah.

Tersempil diantara kisah-kisah itu, kita. Kamu yang sudahlah tidak perkasa perawakannya, terlalu banyak maunya. Aku yang tidak begitu rupawan, tapi mendayu-dayu pikirannya. Klise sebetulnya.

Dulu ketika aku mendengar atau melihat kisah-kisah cinta orang lain, aku sering sekali mengerenyit dahi sebagai tanda tidak pahammnya aku atas konyolnya kisah-kisah mereka. Hingga aku memilih untuk bersikap skeptis saja jika diceritakan kisah-kisah itu. Namun kelamaan aku paham, bahwa kisah cinta bukanlah sesuatu yang bisa dipahami oleh manusia lain, di luar dua manusia yang menjadi aktor utamanya.

Jika ada dua manusia yang berkisah, maka biarkan saja mereka yang paham, toh perasaan mereka yang benar. Orang lain, dipersilahkan untuk mengerenyitkan dahi.

Maka mari rayakan eksklusifitas kisah-kisah cinta itu. Diantara hiruk-pikuk itu, setidaknya ada kita yang ikut berpawai.


"The storms are raging on the rolling sea and on the highway of regret
The winds of change are blowing wild and free, you ain't seen nothing like me yet"
(Make You Feel My Love - Adele)

© RIWAYAT
Maira Gall