Sabtu, 21 Mei 2022

SOAK

 

Waktu handphone saya masih Nokia, saya tidak perlu setiap hari mengisi daya baterainya, cukup 2-3 hari sekali, atau malah 4-5 hari sekali. Baterainya cukup awet karena selain fitur handphone-nya yang memang terbatas, saya pribadi juga bukan tipe orang yang sering menelpon atau SMS orang-orang. Sebelum akhirnya saya beralih ke smartphone, alasan saya mengganti handphone kala itu adalah karena hilang diambil orang atau layarnya retak karena terjatuh. Jadi kalau tidak ada alasan mendesak, saya akan benar-benar menggunakan handphone saya sampai tidak berfungsi sama sekali. Setelah smartphone mulai banyak dipasarkan dan saya beralih ke smartphone, alasan utama saya mengganti handphone adalah karena baterainya sudah soak. Pokoknya, jika sudah harus mengisi daya baterai lebih dari 1 kali setiap harinya, padahal penggunaannya hanya terbatas untuk whatsapp dan akses e-mail atau browsing-browsing ringan, itu menjadi indikasi bahwa saya butuh membeli smartphone baru. Walaupun komponen lainnya masih bagus, tapi kalau baterainya soak, itu sudah cukup menganggu bagi saya.

Jika hidup bisa dianalogikan seperti sebuah teknologi smartphone, artinya hidup akan selalu beroperasi untuk mencapai makna dan tujuannya. Karna smartphone dirancang dengan banyak fungsi untuk bisa dimanfaatkan selama benda itu beroperasi dengan baik. Walaupun sebagai pengguna, kita tahu betul bahwa agar bisa beroperasi dengan maksimal, ada banyak komponen yang harus secara konstan diperbaharui, mulai dari sistem operasinya hingga memori penyimpanannya. Kita pun sadar, bahwa ada banyak komponen dalam smartphone yang tidak bisa diperbaharui, melainkan harus diganti sepenuhnya dengan produk baru.  Seperti jika sudah terlalu lama dipakai, baterai handphone akan soak, kamera tidak lagi tajam, kadang suara telepon juga tidak jelas, serta layar yang tidak lagi setajam saat pertama kali dibeli. Kalau kata teman saya, “Itu karena hardware-nya engga bisa ngikutin kemajuan software-nya, Peh.”

Di sebuah cuplikan video BTS, Park Jimin pernah berkata yang kurang lebih intinya begini, “Kalau suatu hari nanti baterai kita semua sudah habis, engga peduli mau seberapa banyak waktu yang kita habiskan untuk istirahat, di saat itu, aku rasa kita harus bubar sebagai BTS. Aku engga yakin aku bisa hadapi sedihnya kayak gimana, tapi aku rasa itu satu-satunya cara.”

Sebagai Army (sebutan untuk fans BTS), saat melihat tayangan itu, tentu saja saya merasa sedih karena artinya satu saat nanti, cepat atau lambat, mereka akan bubar dan tidak ada lagi BTS yang menemani hari-hari saya. Namun secara personal, saya menangkap sesuatu yang sama dengan apa yang dikatakan Jimin.

Dalam kurun waktu satu bulan terakhir ini saja, saya merasa mobilitas saya sangat tinggi. Dimulai dari rangkaian workplan di Bogor di pertengahan bulan lalu, istirahat sehari, lalu ke Aceh untuk monitoring dan evaluasi selama semingguan hingga H-3 Lebaran, sampai ke Jakarta, H-2 lebaran pulang ke Jogja, lalu belum genap libur lebaran selesai, saya sudah terbang ke Papua Barat, berada di Jakarta selama satu mingguan, lalu pergi lagi ke Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Saya tidak hanya merasa disorientasi lokasi, tapi saya juga merasa baterai saya soak.

Awalnya saya sempat berpikir mungkin ini karena rentetan kegiatan dalam kurun waktu 1 bulan yang tidak ada habis-habisnya. Namun ketika saya melihat secara keseluruhan jadwal dan capaian saya dari awal tahun 2022, saya merasa mencapai lebih dari apa yang saya rencanakan. Saya merasa menggunakan energi maksimum saya untuk bekerja, mendaftar beasiswa, dan memulai start-up. Serta di saat bersamaan, saya merasa perlu memulihkan diri dari bekas-bekas pandemi yang menjadi luka serta hadir secara emosioanl untuk teman-teman dan keluarga saya. Pun ketika melihat keseluruhan perjalanan panjang pekerjaan saya, saya ternyata cukup konsisten dan lama berada di bidang ini selama 8 tahun terkahir. Itu semua membutuhkan energi yang sangat besar dan saya merasa wajar jika baterai saya soak.

Apakah ini artinya saya terlalu memfotsir waktu dan energi? Saya kurang tahu juga, tapi sepertinya juga tidak. Dalam penilaian saya, saya merasa mengambil waktu istirahat dengan baik. Hari ketika saya meniatkan diri untuk beristirahat, saya maksimalkan dengan baik. Saya akan tidur, menonton tayangan yang saya sukai, sekedar melihat konten BTS di Tiktok, atau melamun. Alhasil, saya akan lebih baik dan lebih bugar keesokan harinya. Tidak hanya itu, jikapun bukan hari libur tapi saya sudah merasa sangat lelah, saya akan dengan sengaja menutup laptop dan melakukan hal lainya agar dapat kembali segar. Saya merasa, saya sudah semakin mahir dalam beristirahat. Namun, tetap saja, saya merasa baterai hidup saya soak.

Saya tidak tahu apa persisnya yang dialami oleh BTS ketika mereka membicarakan untuk pensiun dan bubar, tapi sepertinya saya bisa merasakan apa rasanya sebagai pekerja di bidang pembangunan sosial yang kelelahan dengan semua rutinitas dan topik-topik yang sama selama hampir 8 tahun terakhir.

Mungkin manusia memang sama persis seperti sebuah handphone dengan kapasitas baterai yang terbatas dan akan soak jika sudah digunakan dalam waktu lama. Pertanyaannya, jika kita bisa mengganti handphone lama kita dan membeli yang baru agar kita bisa mendapatkan manfaatnya, apakah kita bisa melakukan hal serupa dengan hidup kita sendiri? Bisakah kita mengganti kehidupan lama kita dan kemudian mengganti dengan kehidupan baru? Apakah jika BTS memutuskan untuk bubar selamanya karena para anggotanya merasa kelelahan luar biasa, maka kehidupan mereka setelah itu menjadi lebih baik?

Saya tidak pernah benar-benar merasakan kehabisan energi atau ya katakanlah baterai hidup saya soak hingga saat ini. Sebelumnya, saya selalu merasa bahwa banyak hal yang harus dieksplorasi dan baterai saya cukup kuat untuk menampung energi-energi itu. Contoh sederhananya saja, dulu saya tidak pernah melewatkan sarapan di hotel berbintang karena itu menjadi hal yang saya sukai, mencoba menu-menunya dan duduk sambil melamum. Namun sekarang, tidak peduli berada di hotel berbintang manapun, saya sering menelfon room service untuk mengantarkan sarapan ke kamar saya dengan menu yang sama: telur, sosis, buah, dan kopi. Atau jika saya ada di daerah baru, dulunya saya akan menyempatkan diri untuk menjelajahi pantainya, tapi ssekarang, saya ingin menyelesaikan pekerjaan dan tidur di kamar hotel maksimal jam 10 malam.

Jika hidup memang bisa diibaratkan handphone, saya percaya bahwa hidup saya memang berjalan sesuai dengan tujuan dan makna yang telah ditetapkanNya. Hanya saja, untuk tetap beroperasi secara maksimal, sebagai manusia saya merasa banyak komponen yang sudah soak saat ini. Sepertinya energi yang harus dikeluarkan terlalu besar dari kapasitas baterai yang saya miliki hari ini. Jika baterai smartphone masih dalam keadaan baik, kita cukup mengisi dayanya 2 hari sekali. Namun jika sudah soak, baterai akan mudah habis dan kita harus mengisi lagi dayanya bahkan tiap berapa jam sekali. Saya merasa seperti itu sekarang. Betul, saya beristirahat dengan cukup dan sering, namun energi saya akan mudah terkuras karena kondisi baterai-nya sudah soak.

Entah apa yang harus dilakukan saat ini, namun sepertinya mengambil rehat menjadi salah satu pilihan yang akan saya ambil. Saya belum menemukan jawaban bagaimana caranya agar baterai hidup saya tidak lagi soak, tapi satu hal yang saya sadari, jika kondisi berlangsung lebih lama lagi, tidak peduli sebarapa banyaknya istirahat yang saya gunakan, saya tidak akan berfungsi maksimal sebagai manusia. Mengutip apa kata teman saya di awal, sesuatu di internal saya mungkin terlalu besar, sementara kemampuan eksternal saya masih belum diperbaharui.

Semoga saya bisa mendapatkan cara mengganti baterai ini.

Sumber gambar: https://id.pinterest.com/pin/229683649735566467/


© RIWAYAT
Maira Gall