Senin, 16 Juli 2018

Tidak semua orang suka buah durian, dan itu wajar

Ketidakpuasan adalah hal yang baik. Tidak melulu hal-hal seperti 'tidak puas', 'tidak suka', atau 'kurang sreg' pada suatu hal harus dikaitkan dengan ketamakan, kerakusan, atau ekstrimnya sikap kurang bersyukur.

Hal ini saya sadari dari seringnya saya mendengar beberapa teman bercerita tentang hidupnya menggunakan kalimat: "Bukannya engga bersyukur nih... tapi....". Entah karena mereka ingin melembutkan materi keluhan mereka, atau memang konsep 'tidak bersyukur' dan 'hal-hal yang tidak kita sukai' hakikatnya adalah dua hal yang berbeda.

Teman saya misalnya, sudah menikah 2 tahun dan belum diberikan momongan. Dalam kasusnya, menunggu datangnya momongan adalah hal yang tidak menyenangkan, karena berbeda dengan saya yang tidak terlalu menyukai anak kecil, dia ini begitu cinta dengan anak-anak, sehingga dia merasa hidupnya akan lebih sempurna jika ada seorang anak dalam rumah tangganya. Tapi toh dia tetap bisa menikmati rumah tangganya dengan baik. Dari dia saya belajar bahwa menikmati hidup bukan berarti kita harus berpura-pura suka terhadap kejadian menyebalkan yang sedang mampir dalam hidup kita. Sebagai manusia, tentulah wajar jika kita mengeluh atau berkata dengan lantang bahwa kita tidak menyukai kondisi di mana kita merasa sedih atau sesak. Selama kita bersedia merubah keadaannya, saya pikir kita boleh-boleh saja mengatakan ketidaksukaan kita. Kecuali jika kita tidak melakukan apa-apa dan hanya bisa mengeluh sepanjang hari, kalau itu yang terjadi, barulah itu yang  dinamakan 'kurang bersyukur'.

Pun saya. 

Di akhir bulan Juni lalu, saya pergi ke Lombok. Itu adalah kunjungan ke Lombok setelah kunjungan terakhir saya di akhir tahun 2016. Dalam perjalanan dari Bandar Udara International Lombok menuju hotel, saya begitu menikmati sensasi denyutan jantung yang terhibur karena akhirnya bisa lepas dari Ibukota selama beberapa hari. Melihat langit Lombok yang cerah, merasakan lagi deburan ombak pantainya, hingga makan plecing kangkungnya yang mahsyur itu, membuat saya tersadar betapa tidak sukanya saya akan beberapa hal yang sedang saya alami di Ibukota. Perjalanan singkat saya ke Lombok mampu membuat saya kembali berharap agar saya bisa lebih banyak menghabiskan waktu di daerah-daerah ketimbang berada dalam kantor hampir setiap hari. Tapi jangan salah sangka dulu, bukan berarti saya tidak bersyukur dengan apa yang sedang saya alami saat ini, yaitu berada di Ibukota dan menjalani semua aktivitasnya. Hanya saja, saya harus mengatakan bahwa walau tidak semua hal berjalan dengan buruk, tapi ada beberapa bagian yang... yang kurang saya sukai. 

Saya merasa lebih mengenal diri saya lebih baik lagi saat ini. Saya kini lebih tahu, pada hal-hal mana  saja yang ingin saya kejar dan mana yang ingin saya tinggalkan, apa yang ingin saya tuju dan apa yang ingin saya abaikan, apa yang membuat saya bahagia dan apa yang membuat saya nelangsa. Dan itu semua berawal dari rasa tidak puas dan tidak suka. Perasaan tidak suka dan tidak puaslah yang mendorong saya berusaha lebih keras untuk mencari tahu dan akhirnya berjuang untuk bertahan pada hal-hal yang telah menjadi jalan saya. Karena saya percaya bahwa 'suka' dan 'bisa' adalah dua hal yang jauh berbeda. Kita bisa saja mengerjakan sesuatu hal dengan paripurna, tanpa harus kita sukai. Yaa... paling-paling jiwa kita nanti yang akan mati pelan-pelan.

Untuk itu saya akan menghargai perasaan dan jiwa saya jika mereka merasa tidak nyaman, tidak puas, atau tidak suka akan sesuatu hal. Bagi saya itu adalah sebuah sinyal paling lembut sekaligus paling kuat bahwa saya harus mencari hal lain, atau kembali pada hal lain yang telah menjadi jalan saya. Tentu ini berbeda dengan berada dalam zona nyaman atau takut menghadapi tantangan. Saya pikir, jiwa kita bisa membedakan dengan sangat baik mana hal-hal yang secara alami kita tidak suka, dan mana hal-hal yang walaupun sulit medannya, tapi kita tahu kita harus berjuang. Tidak ada yang harus dipaksa, toh hidup juga bukan tentang paksaan. Hidup itu tentang pilihan. Sama seperti pilihan memakan buah durian, kalau tidak suka, ya pilih saja buah pisang.


It is a good thing to dislike something, that is how Universe tries to lead you into your own path.

Kamis, 12 Juli 2018

25 Juni 2018

Saya baru genap merayakan ulang tahun saya yang ke 27 tahun bulan lalu. Sedikit berbeda dari biasanya, kali ini saya merayakannya di Jakarta, dengan status baru saya sebagai penghuni tidak tetap Jakarta. 

Sedikit banyak, saya cukup tercengang dengan cepatnya saya berlari dari satu tahapan ke tahapan lainnya dalam hidup, sekaligus membuat saya merenung tentang capaian apa yang sudah saya lakukan sejauh ini. Tetapi merenungkan tentang apa yang sudah saya lakukan sebagai seorang manusia di hari ulang tahun ternyata bukanlah ide yang bagus. Ya tentu saja bukan ide yang bagus, karena di hari ulang tahun, seharusnya bukan kontemplasi yang dilakukan, tetapi melakukan perayaan dengan diri sendiri. Merayakan semua keajaiban, karena setelah sekian banyak hal yang saya lalui terhitung ulang tahun di tahun lalu, saya masih hidup, sehat, dan cantik. Yeay, alhamdulilah!

Di usia baru ini, saya lebih suka melihat dunia ini dengan imbang. Menyadari bahwa jika satu bagian dari hidup saya tidak berjalan dengan baik, bukan berarti secara keseluruhan hidup saya ambruk. Saya lebih suka melihat bahwa hidup saya, dalam fase apapun akan selalu punya skenario yang tidak menyenangkan, tapi di satu sisi juga punya skenario yang menyenangkan. Berjalan dengan seseimbang itu. Mencoba menerima dengan lapang dada pada hal-hal yang belum bisa saya gapai, entah itu mimpi yang kandas, harapan yang tidak jelas arah tujuannya, atau kepahitan-kepahitan hidup yang selalu datang. Tetapi di satu sisi, saya menerima dengan syukur karena hidup saya berjalan dengan sangat teratur di porosnya. Poros yang mengantarkan saya mencoba hal-hal menarik yang belum pernah saya coba. Mendapatkan banyak kebaikan-kebaikan dari manusia baik yang ada di sekeliling saya sekarang. Hingga merasakan banyak adrenalin baru.

Tidak semua hal harus terjadi sekarang juga, setidaknya itu yang sedang saya pelajari sekarang. Selayaknya magrib yang tidak akan pernah terlambat, semua harap dan mimpi juga akan sampai di waktu yang tepat. Maka tepatlah jika saya meminta agar saya selalu menjadi orang yang sabar, dan tidak mudah digoyahkan, baik oleh prasangka orang, atau oleh pesimistis diri sendiri.

Selamat ulang tahun, anak cantik!



PS: Tepat di tanggal 25 Juni 2018, saya mau mengucapkan terimakasih kepada manusia-manusia terkasih.

1) Mama yang selalu berdoa tanpa putus-putus buatku;
2) Geng Kosan (Icha, Yuni, Putri, Upik), yang bela-belain bikin surprise party dan ngasih kado yang lucu banget;
3) Thalia dan Yarra Regita yang menyediakan waktunya untuk ketemuan dan ngasih kado-kado lucu;
4) Titiw Hidayatiw yang walaupun telat, tetep punya bingkisan menarik;
5) Teman-teman baru aku di lantai 9 yang kasih selamat di pagi hari.

Semoga kalian selalu dalam lindungan Allah SWT.

Cheers,
Alifah!
© RIWAYAT
Maira Gall