Rabu, 16 Januari 2013

Jangan Tanya!

Langit, mana hujanmu?
Turunkanlah hujan yang deras.
Saat ini, hanya itu satu-satunya yang mampu membantu.
Hujanlah yang deras, boleh dengan tambahan angin yang seru.
Saat ini, itu yang dirasa paling bijaksana.
Hujanlah yang keras
Karena saya ingin dan harus berjalan di dalamnya.

Agar semuanya hanya mendengar hujan dan anginnya.
Tanpa mendengar tumpah air mata.
Sehingga tak akan ada yang bertanya "Kamu kenapa..."

Hujanlah yang deras.
Hujanlah dengan angin yang seru.
Kalahkan derasnya air mata.
Sehingga tak akan ada yang bertanya "Kamu kenapa"

Hujanlah.
Karena air mata ini tak bisa terbendung.
Tak lama akan tumpah.
Hujanlah air mata ini. Tumpahlah emosinya.
Jangan dengarkan.
Dan jangan tanya saya kenapa.
Dengarkan saja hujannya dan deru anginnya

Hujanlah.
Karena tetesan hujan tidak akan pernah dipungut oleh siapapun bukan?
Sehingga saat ada hati yang bercecer tumpah dan jatuh, tak akan ada yang bertanya "Ini milik siapa?"

Hujanlah.
Karena saat hujan, orang akan menarik selimutnya dalam-dalam
atau duduk sambil mengawasi hingga reda.
Untuk itu hujan menjadi waktu yang sempurna untuk menumpahkan air mata, pecahan hati tanpa ada yang akan bertanya "Kamu kenapa"



Jangan tanya!

Hari berani

Mata gadisku nanar sekali pagi ini. Entah apa yang terjadi pada gadisku. Padahal ini adalah hari yang penting untuknya. Kubayangkan, nanti sore dia pasti akan cantik sekali dengan gaun mininya yang berwarna biru yang untuk melengkapi itu, aku sengaja membelikannya sepasang sepatu kulit dengan warna biru laut. Pasti serasi dengan gaunnya, pikirku. Rambutnya yang panjang ikal akan kubiarkan tergerai, hanya akan bando kupu-kupu biru berwarna senada yang akan ada di rambutnya nanti.
Gadisku akan sempurna cantik nanti sore. Tapi, itu jika matanya berhenti memancarkan nanar.

Mata gadisku semakin nanar. Sedikit-sedikit dia melihat ke arah jam besar yang ada di ruang keluarga. Gelisah sekali matanya meratapi tiap detik jarum itu bergerak.

Setelah mengawasinya lama, aku menghampiri gadisku yang kini sibuk berjalan kesana kemari entah untuk mengusir apa, mungkin karena itu nanar di matanya semakin terlihat.
Aku bertanya apa yang dia rasakan, tapi dia hanya menggeleng. Hingga tak lama gadisku berkata lirih

 "Ibu, apa dia akan datang?"

Aku paham kini. Nanar di matanya berasal dari hatinya yang sedang ranum dan berwarna merah menyala tapi kuncup-kuncup akan redup.
Aku memutuskan menceritakannya sebuah kisah.
Kisah yang tepat untuk hatinya yang sedang ranum kuncup-kuncup.
Aku memangkunya dan bertanya

"Apa kamu mau mendengar sesuatu, mungkin akan membantumu mengerti sesuatu..."

Dengan matanya yang masih terlihat nanar, gadisku mengangguk lemah dan naik di atas pangkuanku.
Akupun memulai ceritaku

"Nak, engkau tau? saat kita lahir, ada konsepsi yang tidak akan bisa diubah. Konsepsi waktu namanya. Saat 60 detik selesai berdetak maka akan membentuk 1 menit. Lantas 1 menit akan berjalan dan membentuk 1 jam setelah 60 kali bergulir. Nantinya kumpulan 24 jam itu akan menghasilkan hari, 1 hari.

Nak, pernahkah kamu terbangun, dan menyadari tak ada lagi hari yang harus kau tapaki? yang ada dalam pikiranmu hanyalah kamu harus membunuh sebanyak mungkin detik untuk tiba di akhir perjalanan?

Atau pernahkah nak, engkau terbangun dan menyadari bahwa hari terasa begitu indah. Seperti banyak bunga yang tetiba tumbuh subur di angkasa, memberi setiap harum yang berbeda, awan yang mengembangkan senyum untukmu, matahari yang menyapa cerah, angin yang sesekali meniup lembut rambutmu.
hari yang indah? Ya seperti hari ini?"

Gadisku tersenyum dan mengangguk

"Ibu pun pernah mempunyai hari indah saat banyak bunga yang tetiba tumbuh subur di angkasa, memberi setiap harum yang berbeda, awan yang mengembangkan senyum untukmu, matahari yang menyapa cerah, angin yang sesekali meniup lembut rambutmu. Hari saat degup jantung berdetak menjadi sangat cepat. Pemandangan paling menyiksa adalah melihat jam dengan jarum yang bergerak-gerak. 
Itulah adalah hari, hari dimana ibu bertemu seorang pemuda dan jika dia pintar dia akan membaca bahwa di mata ibu ini, ibu telah jatuh cinta padanya"

Gadisku cepat bertanya : "siapa pemuda itu, ibu?"

Aku tersenyum, sambil melanjutkan ceritaku
"Bukan pemudanya nak, tapi harinya. Engkau harus belajar dari hari itu. Hari itu, ibumu ini menanggalkan segala ketakutan, prasangka, mimpi buruk, semua ibu tanggalkan agar berani mengahadapi hari itu. Itu jelas tidak sederhana nak, ibu harus berperang untuk melawan rasa takut luar biasa yang menyergap. Bukan takut menghadapi hari itu, tapi ketakutan sebenarnya adalah bagaimana menyikapi hari setelah hari itu. Akibatnya, semua prasangka itu bermunculan. Tapi ibu tetap harus menghadapi hari itu bukan? Bagaimanapun takut dan gelisahnya. Karena hari adalah konsepsi yang tidak bisa kamu lewati, satu-satunya cara untuk menjawab ketakutan dan kegelisahanmu adalah dengan menjalaninya"

Gadisku memasang raut tak mengerti. Keperbaiki letak duduknya dipangkuanku

"Nak, tak apa jika engkau tak mengerti sekarang, tapi jika kamu merasa bahwa kamu mendapati dirimu mematuk dirimu dengan kegelisahan, memancarkan tatap nanar, menatap jam dan ingin marah karena degup jantungmu semakin kencang maka berjanjilah untuk berani mengahadapi hari itu. Berjanjilah. Terlebih ketika kamu akan menajalani hari dimana kamu siap memberitahu seorang pemuda bahwa engaku telah jatuh cinta padanya. Bukan masalah pemudanya nak, tapi hari saat kamu berani menghadapi ketakutanmu itulah yang harus kamu kenang. Hadapi! Kamu harus berani. Percaya pada ibu, dia, pemuda itu akan sangat beruntung"


Gadisku bertanya kembali : "Jadi, apakah dia akan datang bu?"

"Untuk tau, kamu harus menjalani hari ini bukan?" Kataku sambil tersenyum.
Lega melihatnya tersenyum dan perlahan tatap nanarnya berkurang. Dan kini dia tengah berlari ke kamarnya siap memakai gaun mini warna biru lengkap dengan sendal warna birunya itu.

Ah, gadisku itu mengingatkan pada satu hari dimana hari keberanianku tiba.
Oh, mungkin kamu tidak ingat?
Untuk itu, aku akan mengingatkanmu hari ini.

Ada hari saat kita resmi bertemu.
Jika hari itu tidak berarti untukmu,
kuberitahu kau sesuatu. Bahwa hari itu pun tidak berarti banyak untuku.
Hari ini hanya berarti kecil dibandingkan dengan hari-hari lain yang telah dan akan aku tapaki.
Hanya berarti kecil.
Hari itu berarti bahwa perkenalan kecil itu pecah sudah. Sederhana bukan?

Ada hari saat kita resmi bertatap muka.
Jika hari itu tidak bermakna sama sekali untumu.
Well, hari itu pun tidak membawa banyak makna untukku.
Hanya sebuah makna kecil.
kecil sekali, namun hari itu adalah cerita besar bagi seorang gadisku kini.

Ada hari saat kita bertemu. 
Saat mataku, jika kamu tau, mempunyai isyaratnya sendiri tentang cinta. Terbacakah?
Ada hari yang tidak berjalan dengan semestinya jika kamu tau.

Hari itu,
Aku merancangnya, hanya agar kita bertemu.
Untukmu yang mungkin tidak menjadikan hari itu berkesan, kamu tau mengapa hari itu ada? hari itu ada agar aku bisa mengingatkanmu suatu hari nanti, bahwa hari itu ada.
Dan itu hari untukmu.
Karena aku merancangnya, untukmu, tanpa kamu tau.

Senin, 14 Januari 2013

Tamu

Entah bagaimana caranya mengabaikan tamu itu.
Segala cara, coba aku lakukan.
Membaca? Ribuan kata sudah aku lahap dari puluhan buku, namun tetap saja nihil.
Mendengar musik? Abaikan! sudah ribuan lirik dari berbagai nada aku yang aku benamkan di telinga ini, tapi hasilnya tetap saja sia-sia.
Menyibukan diri? Ribuan detik aku berikan pada ratusan obrolan dengan orang yang berbeda, namun tetap saja tidak mumpuni.

tamu itu menyita pikiran!

Sejenak aku berfikir, tamu ini brengsek juga ya. Karenanya hari ku yang tadinya berjalan dengan warna merah menyala berubah menjadi biru sendu.

Hanya karena ada tamu itu,
aku menghabiskan waktu berhari-hari untuk memilih jenis gelas apa yang akan tuangkan minum saat tamu itu datang.
Aku rela mencicipi ribuan jenis kudapan, hingga perutku buncit, hanya agar aku mendatkan kudapan yang layak untuk aku suguhkan.
Aku rela membayar mahal tukang ledeng, agar ketika hujan tamu itu tidak kehujanan karena bocor.
Aku rela untuk membeli baju termahal yang pernah ada agar aku layak menyambutnya.
Aku rela. Bodohnya, aku tak tahu persis, kenapa aku rela.
Padahal dia sekedar tamu!

Tamu itu, sontak membuat ketidak wajaran hormonku bekerja.
Jantungku? adakah yang mau menerima jantung dengan degup paling kencang di dunia ini?
Pikiranku? soak sudah karena memikirkan hal yang sama untuk waktu yang lama.
Hatiku? Diantara semuanya, hatiku yang paling takut. Dia punya prasangka bahwa tamu ini berpotensi menjadi pencuri

Untuk itulah, aku menjaga betul semua barang di rumahku.
Menaruh semua perhiasan dan kristal dalam lemari besi dan aku kunci rapat-rapat
Semua alat elektronik, aku masukan pada kamar.
Antisipasi ini aku lakukan, kalau-kalau hatiku benar, bahwa tamu ini bisa menjadi pencuri.

Semua persiapan telah matang aku lakukan.
Memang, susah betul mengabaikan tamu ini.
Hingga esok dia datangpun, tidurku tak nyenyak sama sekali.
Jika sudah begini, aku akan duduk merenung di serambi rumahku yang telah aku sapu bersih untuk menyambutnya.
Aku duduk sambil tertunduk hingga menangis.
Disinilah aku biasa berbisik pada Tuhan. Ketidakmampuanku ini selalu mengantarkan pada komunikasi dan pinta padaNya.
Ucapanku pada Tuhan cukup sederhana

"Tuhan....
Pikiranku telah lalai, dia lancang memikirkan tamu itu tanpa mampu aku abaikan,
Untuk itu Tuhan, lindungi hatiku, dari tamu itu.
Jangan biarkan tercuri.
Jangan!"

Jumat, 11 Januari 2013

Hey, kita sang pejuang!


"Cause I'm Fighter.. This Love Fighting For.."

Siapa menurutmu seorang pejuang yang sesunggguhnya?

Cut nyak dien? Pattimura? Habibie? Seorang ibu? Seorang tukang sampah? Atau siapa?

Oke, mungkin terlalu cepat untuk sampai ke ‘siapa’ mungkin kita kita bisa mulai dari lupa point ‘apa’. Jadi marilah dulu kita bicara tentang apa. Dan memangnya apa yang bisa membuat seseorang berjuang? Atau layak dikatakan sebagai seoarang pejuang?

Jadi begini, saya sempat mendapati diri saya merasa sangat tidak ada apa-apanya dibandingkan bagi mereka yang bisa dan pernah pergi ke gunung, ke laut, atau berkelanana dari satu daratan ke daratan lainnya. Bagi saya, mereka itu terutama perempuan yang bisa melakukan hal-hal seperti itu pastilah hebat. Sakti mandraguna kalau kata saya.

Bayangkan,dia pastinya kuat ke naik ke gunung yang berarti harus berperang melawan rasa pegalkan? Lah saya, ke solo naik motor aja udah ngerasa pegel-pegel dan ogah deh, mending naik kereta aja! Lagi, dia bisa bertahan dari dinginnya udara gunung yang entah berapa derajat celcius. Lah saya? saya punya hiportemia, jadi tidak usah menunggu sampai ada di titik terendah untuk menyikas saya. Dia mampu pergi ke satu pulau ke  pulau lainnya tanpa takut hitam. Ya saya tidak takut hitam sih, secara saya memang sudah hitam dari lahir tapi batin saya merasa tidak sekuat itu untuk membiarkan kulit ciptaan yang maha agung ini lama-lama dibawah sinar matahari untuk tujuan kepuasan. Sungguh, saya tak bisa..

Atau ketika dia bisa pergi menyelam, diving, snorkeling, apalah namanya itu sementara saya berenang saja tidak bisa. Wasalam deh buat saya. saya merasa diri saya benar-benar bukan apa-apa dibandingkan wanita yang bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang saya ceritakan tadi. Hebatnya udahlah, khatam!

Atau ketika saya melihat ada orang dengan mudahnya keluar masuk salon untuk kecantikan yang lebih baik dan bisa bebas membeli baju apapun yang dia inginkan hingga menjaga pola makan sedemikian rupa hingga bisa terlihat ayu rupawan 24 jam non stop. Saya? oh no baby no.. jangan harap. Perawatan yang standar saja bagi saya itu cukup. Dengan tujuan menjaga apa yang sudah ada. salon? Ya kalo ada waktu deh. Baju? Hmm.. bagaimana kalau pergi ngawul di sekaten?

Saya lagi-lagi merasa kalah dengan wanita tipe itu yang mampu berjuang menjadi wanita yang enak dipandang semua jenis mata.

Dua tipe wanita itu hanya beberapa tipe wanita yang ada di dunia. Tapi sepertinya mereka berjuang ya kan? Mereka berjuang kan?
Saya tersadar sesuatu disini. Sebenarnya itu ketika hari senin kemarin, saya iseng melihat tayangan kesukaan saya di channel 156 star world. Dan ada satu percakapan bagus di sebuah serial TV New Girl :
“kalo kamu lihat bagaimana awal mula saya, kamu akan tau bagaimana saya berjuang”

Ah..  I got the point!

Semua orang adalah pejuang disini. Kamu. Saya. Dia. Mereka. Semua orang.

Sayapun demikian berarti. Saya seoarang pejuang, mungkin saya satu diantara sekian banyak wanita yang berjuang.

Saya harus berkenalan dengan kemandirian dan kedewasaan mungkin lebih cepat dibandingkan dengan teman sebaya saya. Dengan alasan satu dan lain halnya saya harus berjuang untuk dewasa dan mandiri dengan jalur cepat. Saat teman sebaya saya mungkin masih sibuk memikirkan cinta pertamanya di sekolah menengah pertama, saya juga tak kalah sibuk saat itu. Saya sibuk berkenalan dengan kemandirian. Kemandirian bentuk lain. Saat itu saya dipaksa untuk mengerti masalah orang dewasa tanpa banyak bertanya dan melakukan insrupsi. Yang saya tau pasti saat itu adalah saya harus hidup dengan tidak lagi seperti bagaimana sebaya saya hidup. Untuk pertama kalinya saya dipaksa untuk mengiyakan keinginan orang agar situasi bisa berjalan dengan lebih baik.  Tak hanya kemandirian tapi saya lebih mengerti arti ikhlas lebih cepat sepertinya.
Hingga kini, saya mungkin berdiri seperti wanita-wanita pada umumnya. Berpaikaian rapi dengan make up tipis rambut yang lebih sering dikuncir dan juga semprotan parfum. Sekilas saya biasa saja ketika orang melihat, tapi hey… jika semuanya mengerti saya telah berjuang lebih besar dibandingkan yang lain.

Tak ada lagi terbesit dari hati saya untuk menciutkan nyali atau bahkan memandang diri saya tidak ada apa-apanya dibandingkan wanita lain. Karena sayapun berjuang dengan apa yang juga saya yakini benar.

Saya berjuang dengan deadline di dunia iklan yang luar biasa gila itu. Diangkat menjadi tim creative dalam usia saya yang masih sangat muda. Mempunyai karya. Mampu membayar cicilan motor 36 kali dengan biaya sendiri. Hey, saya juga mampu dan layak untuk dibanggakan dan diceritakan oleh orang lain kan?

See, kalau orang sebiasa alifah farhana saja bisa, apalagi kamu?

Menutup tulisan ini, lagi-lagi saya merasa tersentil pada sebuah peristiwa yang baru-baru ini saya alami.

Seorang wanita yang saya kenal, sebut saja bernama indah, dia baru saja melangsungkan pernikahan. Pernikahan yang terlalu terburu-buru menurut saya. Walaupun saya tidak begitu mengenal indah ini, namun bagi saya pernikahannya cenderung ditutup-tutupi dan juga terburu-buru. Pokoknya pernikahannya benar-benar penuh dengan prasangka negatif. Saya sih tidak diundang dalam pernikahan si Indah ini, ya karena saya tidak mengenal dekat sosok Indah. Hanya saja saya ikut membicarakan si Indah ini bersama dengan teman-teman saya yang lainnya. Ya.. kami membicarakan si Indah ini hamil di luar nikah (sungguh omongan yang…)

Hmm…

Satu bulan setelah pernikahan Indah berlangsung dan obrolan saya juga teman-teman berlangsung. Saya mendapat informasi yang cukup mengaggetkan. Ternyata seorang Indah harus menikah karena masalah ekonomi keluarganya. Cukup klise seperti cerita di TV, tapi itulah yang terjadi. Indahlah yang kemudian menyelamatkan keluargnya dengan keikhlasannya untuk menikah dengan pilihan orang tuanya.

Pernikahan yang biasa. Indah pun sosok yang biasa. Tapi dia.. dia berjuang dan orang-orang mungkin lupa melihat bukan pernikahannya tapi perjuangnnya untuk mengikhlaskan banyak hal.
See, semua orang adalah pejuang. Bahwa kita harus melihat bahwa diri kita telah berjuang untuk apa yang kita yakini benar pun kita harus melihat bahwa semua orang punya perjuangannya sendiri yang tak kasat mata. Karena perjuangan sesungguhnya adalah yang tak tertangkap indrawi bukan?
Jadi hargailah. Hargailah kamu. Dan semua orang di sekelilingmu. Karena kamu, seperti juga saya, tak tahu persis perjuangan macam apa yang pernah dialami oleh orang-orang itu.

Seorang mahasiswi dengan kerja part time, masih bisa menyeleseikan kuliahnya tepat waktu, dan masih bisa membagi waktunya dengan pacar adalah pejuang.

Sama dengan seorang ibu kantin yang memiliki anak banyak tanpa suami yang bekerja juga pejuang.

Bahwa kamu yang masih meraih mimpi-mimpimu pun seorang pejuang.

Seorang anak yang selalu bisa mempertahankan sikap diantara mereka yang labil juga seorang pejuang.

Seorang yang rela dan mampu memendam perasaannya selama bertahun-tahun juga seorang pejuang

Apalagi saya.

Saya adalah pejuang, yang kamu mungkin belum tahu dimana letaknya :)




Karena hidup itu hakikatnya adalah berjuang maka orang-orang yang hidup dinamakan pejuang. Selamat berjuang semuanya.

Perjalanan 2013, siap? MULAI!


Kalau tidak salah, perjalan pertama saya itu adalah ketika usia saya 8 tahun. Saat itu saya berada di kelas 3 SD, ya sedang lucu-lucunya lah. Itu perjalanan singkat yang juga termasuk perjalan panjang bagi saya. perjalanan saya saat itu dalam rangka pergi berlibur ke Sukabumi, tempat dimana saya dilahirkan. Dan perjalanan itu saya lakukan seorang diri hanya dengan hanya menggunkan BIS.
Saya ingat, kala itu, orang tua saya mengantarkan ke terminal dan berpesan pada supirnya untuk menurunkan saya di terminal tertentu di Sukabumi dan berkali-kali saya dipesankan bahwa saya dilarang untuk turun dari bis untuk alasan apapun. Jika mau pipis, saya harus menggunakan fasilitas bis yang notabene itu bau dan tidak nyaman. Saya tidak diperbolehkan turun untuk makan malam, karena mama membuatkan saya bekal makanan yang cukup banyak. Yang saking banyaknya, jikapun saya harus berada di bis dalam waktu seminggupun saya tidak akan merasa kelaparan. Dan mama saya berkali-kali mengingtkan untuk langsung bertemu dengan nenek saya sesampainya di terminal. Cerewet sekali mama saat itu. Biasanya saja sudah cerewet, malam itu rasanya lebih cerewet. Mama menyampaikan rules berpergian untuk kesekian kalinya yang membuat saya ingin berkata “ya kalo ga boleh pergi sendiri, ya udah deh ma..” tapi di usia saya yang masih 8 tahun saat itu, saya hanyalah anak kecil yang hanya mampu mengagguk dan ber “iya ma..” ria.
Oh ya, mama juga menitipkan saya pada penumpang di sebelah saya. Belakangan saya tau, ternyata mama menitipkan saya pada hampir penumpang bis. Ah, kalau saya jadi penumpang bis, saya sudah bersekongkol untuk menculik saya, toh mereka sudah tau kalau saya sendiri dan usia baru 8 tahun.
Hingga perjalanan Yogyakrta-Sukabumipun berjalan dengan sempurna. Saya tiba di terminal yang dituju. Langsung melihat nenek saya dan memeluknya. Nenek saya adalah tipikal nenek yang heboh. Seperti Ida Kusuma lah, persis seperti itu dan beliau memang cukup menjadi artis di Sukabumi. Sehingga ketika saya turun dari Bis, saya seperti halnya putri yang habis berkelana mencari babi hutan. Beberapa orang di terminal menyalami saya memberikan tanda selamat. Hey hey.. saya ini hanya melakukan perjalan dari jogja menuju sukabumi yang lumrah dilakukan siapa saja bukan? Ya walaupun saya memang masih 8 tahun dan itu adalah perjalanan pertama saya. Atau saya memang pantas mendapatkan penghargaan itu atas keberanian saya melakukan perjalan sendiri ini?
Hingga bertemu seluruh keluarga, nenek saya masih sangat bangga menceritakan hal ini. Walau saya sudah memasang muka jengah juga, nenek saya masih saya sibuk bercerita.
Itulah perjalanan pertama saya di usia 8 tahun dan selanjutnya saya sadari bahwa perjalanan sesungguhnya telah dimulai. Bedanya kali ini, tanpa ada mama yang sibuk menitipkan saya kepada orang lain atau nenek saya yang sibuk menceritakan tentang betapa beraninya cucunya. Perjalanan kali ini akan lumrah adanya. Akan ada saya dan tujuan saya.
       Satu perjalanan panjang di tahun 2012 telah selesai. Saya meyakini bahwa tidak ada perjalanan yang benar-benar selesai. Karena jika benar-benar selesai maka akhiratlah tempatnya. Perjalanan panjang ini hanya mengantarkan pada satu pemberhentian ke pemberhentian yang lainnya.

Di 2012, perjalanan saya panjang adanya. Bahan bakar yang paling cepat habis dan membutuhkan resctock dari Tuhan yang maha kuasa adalah IKHLAS dan SABAR. Sungguh, dua hal itu di tahun 2012 adalah bahan bakar yang terkuras dengan cepat. Lomba demi lomba iklan, KKN, kuliah,cinta, kerjaan,  pertemanan, dan banyak lagi mengantarkan pada satu muara keihklasan. Ya apapun itu, perjalanan panjang yang penuh pembelajaran di 2012 terselesaikan juga.
Beberapa harap dan asa seperti biasa sudah tertulis seperti ritual tak wajib di hidup saya. Ya hanya agar saya mampu mengukur terminal-terminal tujuan itu sudah sempat saya kunjungi atau belum. Bahan bakar berupa semangat, ikhlas, sabar, gigih, cinta, dan semua amunisi yang bisa membuat saya mengunjungi terminal-terminal tujuan itu telah saya siapkan dengan baik. Saya pastikan itu penuh hingga akhir tahun 2013. Jika habis ditengah jalan, maka Allah yang maha melihat pasti sudah siap menyuntikan itu pada saya di setiap sujud yang pinta yang saya haturkan.

Dari keseluruhan resolusi yang saya tulis di tahun 2013, beberapa diantaranya adalah resolusi yang saya tak tahu harus bagaimana atau saya harus melakukan apa agar bisa terlakasana. Karena beberapa resolusi itu ada yang saya serahkan penuh dan saya titipkan saja jalan ceritanya pada Tuhan, biar Dia yang menuntun dan memberi jalan.
Satu lagi perjalanan telah selesai dan perjalanan lainnya sudah menunggu. Hidup. Selalu begitu.



Selamat tahun baru 2013 :)
© RIWAYAT
Maira Gall