Rabu, 16 Januari 2013

Hari berani

Mata gadisku nanar sekali pagi ini. Entah apa yang terjadi pada gadisku. Padahal ini adalah hari yang penting untuknya. Kubayangkan, nanti sore dia pasti akan cantik sekali dengan gaun mininya yang berwarna biru yang untuk melengkapi itu, aku sengaja membelikannya sepasang sepatu kulit dengan warna biru laut. Pasti serasi dengan gaunnya, pikirku. Rambutnya yang panjang ikal akan kubiarkan tergerai, hanya akan bando kupu-kupu biru berwarna senada yang akan ada di rambutnya nanti.
Gadisku akan sempurna cantik nanti sore. Tapi, itu jika matanya berhenti memancarkan nanar.

Mata gadisku semakin nanar. Sedikit-sedikit dia melihat ke arah jam besar yang ada di ruang keluarga. Gelisah sekali matanya meratapi tiap detik jarum itu bergerak.

Setelah mengawasinya lama, aku menghampiri gadisku yang kini sibuk berjalan kesana kemari entah untuk mengusir apa, mungkin karena itu nanar di matanya semakin terlihat.
Aku bertanya apa yang dia rasakan, tapi dia hanya menggeleng. Hingga tak lama gadisku berkata lirih

 "Ibu, apa dia akan datang?"

Aku paham kini. Nanar di matanya berasal dari hatinya yang sedang ranum dan berwarna merah menyala tapi kuncup-kuncup akan redup.
Aku memutuskan menceritakannya sebuah kisah.
Kisah yang tepat untuk hatinya yang sedang ranum kuncup-kuncup.
Aku memangkunya dan bertanya

"Apa kamu mau mendengar sesuatu, mungkin akan membantumu mengerti sesuatu..."

Dengan matanya yang masih terlihat nanar, gadisku mengangguk lemah dan naik di atas pangkuanku.
Akupun memulai ceritaku

"Nak, engkau tau? saat kita lahir, ada konsepsi yang tidak akan bisa diubah. Konsepsi waktu namanya. Saat 60 detik selesai berdetak maka akan membentuk 1 menit. Lantas 1 menit akan berjalan dan membentuk 1 jam setelah 60 kali bergulir. Nantinya kumpulan 24 jam itu akan menghasilkan hari, 1 hari.

Nak, pernahkah kamu terbangun, dan menyadari tak ada lagi hari yang harus kau tapaki? yang ada dalam pikiranmu hanyalah kamu harus membunuh sebanyak mungkin detik untuk tiba di akhir perjalanan?

Atau pernahkah nak, engkau terbangun dan menyadari bahwa hari terasa begitu indah. Seperti banyak bunga yang tetiba tumbuh subur di angkasa, memberi setiap harum yang berbeda, awan yang mengembangkan senyum untukmu, matahari yang menyapa cerah, angin yang sesekali meniup lembut rambutmu.
hari yang indah? Ya seperti hari ini?"

Gadisku tersenyum dan mengangguk

"Ibu pun pernah mempunyai hari indah saat banyak bunga yang tetiba tumbuh subur di angkasa, memberi setiap harum yang berbeda, awan yang mengembangkan senyum untukmu, matahari yang menyapa cerah, angin yang sesekali meniup lembut rambutmu. Hari saat degup jantung berdetak menjadi sangat cepat. Pemandangan paling menyiksa adalah melihat jam dengan jarum yang bergerak-gerak. 
Itulah adalah hari, hari dimana ibu bertemu seorang pemuda dan jika dia pintar dia akan membaca bahwa di mata ibu ini, ibu telah jatuh cinta padanya"

Gadisku cepat bertanya : "siapa pemuda itu, ibu?"

Aku tersenyum, sambil melanjutkan ceritaku
"Bukan pemudanya nak, tapi harinya. Engkau harus belajar dari hari itu. Hari itu, ibumu ini menanggalkan segala ketakutan, prasangka, mimpi buruk, semua ibu tanggalkan agar berani mengahadapi hari itu. Itu jelas tidak sederhana nak, ibu harus berperang untuk melawan rasa takut luar biasa yang menyergap. Bukan takut menghadapi hari itu, tapi ketakutan sebenarnya adalah bagaimana menyikapi hari setelah hari itu. Akibatnya, semua prasangka itu bermunculan. Tapi ibu tetap harus menghadapi hari itu bukan? Bagaimanapun takut dan gelisahnya. Karena hari adalah konsepsi yang tidak bisa kamu lewati, satu-satunya cara untuk menjawab ketakutan dan kegelisahanmu adalah dengan menjalaninya"

Gadisku memasang raut tak mengerti. Keperbaiki letak duduknya dipangkuanku

"Nak, tak apa jika engkau tak mengerti sekarang, tapi jika kamu merasa bahwa kamu mendapati dirimu mematuk dirimu dengan kegelisahan, memancarkan tatap nanar, menatap jam dan ingin marah karena degup jantungmu semakin kencang maka berjanjilah untuk berani mengahadapi hari itu. Berjanjilah. Terlebih ketika kamu akan menajalani hari dimana kamu siap memberitahu seorang pemuda bahwa engaku telah jatuh cinta padanya. Bukan masalah pemudanya nak, tapi hari saat kamu berani menghadapi ketakutanmu itulah yang harus kamu kenang. Hadapi! Kamu harus berani. Percaya pada ibu, dia, pemuda itu akan sangat beruntung"


Gadisku bertanya kembali : "Jadi, apakah dia akan datang bu?"

"Untuk tau, kamu harus menjalani hari ini bukan?" Kataku sambil tersenyum.
Lega melihatnya tersenyum dan perlahan tatap nanarnya berkurang. Dan kini dia tengah berlari ke kamarnya siap memakai gaun mini warna biru lengkap dengan sendal warna birunya itu.

Ah, gadisku itu mengingatkan pada satu hari dimana hari keberanianku tiba.
Oh, mungkin kamu tidak ingat?
Untuk itu, aku akan mengingatkanmu hari ini.

Ada hari saat kita resmi bertemu.
Jika hari itu tidak berarti untukmu,
kuberitahu kau sesuatu. Bahwa hari itu pun tidak berarti banyak untuku.
Hari ini hanya berarti kecil dibandingkan dengan hari-hari lain yang telah dan akan aku tapaki.
Hanya berarti kecil.
Hari itu berarti bahwa perkenalan kecil itu pecah sudah. Sederhana bukan?

Ada hari saat kita resmi bertatap muka.
Jika hari itu tidak bermakna sama sekali untumu.
Well, hari itu pun tidak membawa banyak makna untukku.
Hanya sebuah makna kecil.
kecil sekali, namun hari itu adalah cerita besar bagi seorang gadisku kini.

Ada hari saat kita bertemu. 
Saat mataku, jika kamu tau, mempunyai isyaratnya sendiri tentang cinta. Terbacakah?
Ada hari yang tidak berjalan dengan semestinya jika kamu tau.

Hari itu,
Aku merancangnya, hanya agar kita bertemu.
Untukmu yang mungkin tidak menjadikan hari itu berkesan, kamu tau mengapa hari itu ada? hari itu ada agar aku bisa mengingatkanmu suatu hari nanti, bahwa hari itu ada.
Dan itu hari untukmu.
Karena aku merancangnya, untukmu, tanpa kamu tau.

1 komentar

Anonim mengatakan...

tulisanmu selalu menarik untuk baca :)

© RIWAYAT
Maira Gall