Hati dan akal pikiran itu serupa ransel dan koper. Memilih mana yang hendak kita masukan ke koper atau ke tas ransel, sama seperti memilih mana yang harus kita masukan ke hati atau ke pikiran.
Pikiran ini terbesit ketika saya selesai mengepak mengepak barang-barang di sebuah malam menjelang kepergian ke luar kota. Waktu itu saya cukup galau karena harus membawa cukup banyak barang bawaan hanya ke dalam satu tas ransel dan satu tas koper. Hampir saya menyerah dan ingin membawa satu lagi tas tentengan. Tapi mengingat saya akan berpergian sendirian, tentulah tidak praktis jika membawa tiga tas, sedangkan tangan saya hanya dua. Maka saya memilih untuk menggunakan tas koper yang lebih besar dari yang biasa saya gunakan, dan satu tas ransel. Setelah proses pengepakan yang cukup lama, akhirnya semua barang-barang itu masuk dalam satu tas koper yang akan dimasukan ke dalam bagasi, dan satu tas ransel yang akan saya bawa ke dalam kabin pesawat. Hap!
Menjelang tidur, saya pandangi ransel dan koper itu, dan saat itulah pikiran tentang analogi hati dan pikiran menyelinap masuk.
Jika diibaratkan, masalah hidup sama seperti barang bawaan. Kadang banyak, kadang sedikit. Kadang penting, kadang tidak penting. Dan ibaratkan kita hanya memiliki satu tas koper dan satu tas ransel, maka memisahkan mana yang harus dibawa dan mana yang akan dimasukan ke koper atau ransel, serupa dengan proses pengambilan keputusan.
Semua yang pernah berpergian pasti tahu, dengan muatan tas ransel yang terbatas, barang-barang yang akan dimaksukan kedalamnya adalah hal-hal penting, yang sewaktu-waktu kita butuhkan, seperti dompet, buku bacaan, jaket, atau alat elektronik. Maka serupa akal manusia, seterbatas itulah kapasitasnya. Akal manusia tidak akan mampu menampung lebih banyak hal, dari selain yang kita ijinkan.
Akal manusia hanya mampu merekam hal-hal yang pernah kita alami, dan tidak akan sanggup membayangkan apa yang belum pernah terjadi. Kapasitas akal manusia hanya akan mengingat hal-hal yang pernah kita alami, baik dari pengalaman sendiri atau dari sumber lain seperti bacaan, lagu, film, atau cerita orang lain. Selebihnya, akal manusia tidak akan sanggup menanggungnya.
Katakanlah dalam pengalaman kita melakukan perjalanan menggunakan pesawat, kita pernah merasa kedinginan, maka dalam penerbangan selanjutnya, kita akan membawa jaket dalam tas ransel kita. Sama halnya dengan pikiran. Saat masalah datang, akal pikiran hanya sanggup memberikan penyelesaian sebatas dari apa yang pernah kita alami. Memberikan gambaran rasa sakit, atau sedih, hingga estimasi waktu kita akan pulih, dari pengalaman kita sebelumnya, atau dari hasil mendengar cerita atau membaca atau menonton.
Lalu apa jadinya jika kita seketika mengalami hal yang belum pernah kita alami sebelumnya? Jika kita belum pernah kehilangan orang yang paling kita sayangi sebelumnya misalnya, atau benda yang paling kita jaga tetiba hilang dan itu adalah kali pertama? Bagaimana akal menanggung semuan itu? Oh…. menurut saya sih, akal tidak akan sanggup. Bersender pada akal saat mengalami masalah berat, hanya akan membuat kita semakin nelangsa.
Mari kita beralih ke koper, dengan muatan besar tapi tersimpan di bagasi. Apa isi koper kita saat berpergian? Saya selalu mengisi koper dengan hal-hal yang saya butuhkan selama saya di daerah atau di lokasi tujuan. Mulai dai pakaian dalam hingga sepatu lari, semuanya saya simpan di koper.
Sebesar-besarnya tas ransel yang kita miliki, pasti akan ada koper dengan muatan yang lebih besar. Jadi jika dalam sebuah perjalanan, kita hanya boleh membawa satu tas ransel dan satu koper, maka yang mungkin untuk dibesarkan kapasitasnya adalah koper.
Sama seperti saya yang akhirnya memilih koper yang lebih besar, untuk barang-barang saya yang banyak. Hati manusia juga punya kelenturan luar biasa untuk melihat masalah. Hanya hati yang punya keyakinan tanpa batas, saat pikiran justru buta dan tidak melihat solusinya. Hanya hati yang punya kesabaran yang luas, saat pikiran menjadi begitu sempit melihat. Hanya hati yang sanggup menampung semua keterkejutan dari masalah yang tetiba datang, saat pikiran justru berubah sebegitu kalutnya. Hanya hati yang bisa.
Maka jika tetiba kita mendapatkan banyak masalah, atau hidup membuat kita terkejut dengan hal-hal buruk yang menimpa, maka luaskan hatinya, lebarkan hatinya, dan sejenak… berhentilah berfikir. Kita semua butuh tenang, sebelum berfikir.
Hanya hati yang sanggup, dan itulah mengapa keyakinan itu bersumber di hati, bukan? Keyakinan akan semua hal, bersumber pada hati, bukan pada akal. Bukankah dari jaman ke jaman, semua jawaban itu berawal dari hati, dan kita disarankan untuk mendengarkan kata hati?
Maka begitulah analogi satu tas ransel dan satu tas koper. Kapanpun kita mempunyai masalah yang besar, oh ataupun ketika kita memiliki keinginan yang besar, yang seakan tidak masuk akal, maka lenturkan saja hati kita untuk sanggup menampung itu semua. Milikilah keyakinan dalam hati, Karena memikirkan itu semua dan menyerahkan pada akal pikiran, percayalah akal manusia tidak akan sanggup.