Minggu, 06 Januari 2019

Sebuah kesoktahuan manusia yang itu-itu lagi, semoga kapok ya!

Sebuah refleksi akhir tahun.

Kata mereka, hidup tidak pernah memberikan hal-hal yang yang kita inginkan, tetapi hidup akan selalu memberikan hal-hal yang kita butuhkan. Sebuah ucapan lama nan klise yang kerap saya baca atau dengar dari banyak sumber, tapi tidak pernah merasa ada hikmah apapun dibalik ucapan itu. Namun kalau saya dapat merangkum kehidupan saya selama setahun kebelakang, di tahun 2018 ini, maka ucapan itulah yang ternyata paling relevan. Di akhir tahun ini, saya baru saja menyadari bahwasanya hidup selalu memberikan semua hal yang saya butuhkan, tapi saya, selalu saja fokus pada hal yang saya inginkan. 

Ini adalah tahun dimana kemampuan mengendalikan emosi saya dinaikan beberapa level dan janji-janji yang dulu saya ucapkan ke diri sendiri dipertanyakan. Ini adalah tahun pertama saya akhirnya menghirup udara lain di luar oksigen Jogja, tahun pertama saya merasakan puasa, ulang tahun, dan bahkan musim hujan pertama di luar Jogja. Semuanya serba baru, mulai dari rutinitas hingga cara pandang, semuanya sedang larut dalam sebuah episode hidup bernama adaptasi. 

Proses adapatasi, seperti yang dialami oleh banyak orang, pasti memiliki banyak tantangan. Sayapun tidak terkecuali. Saya ingat pagi pertama saya harus mengantri busway dan kapan untuk pertama kalinya saya membentak seseorang karena menyerobot antrian. Saya ingat sore pertama melangkah keluar dari komplek perkantoran dan merasa super kelelahan. Saya ingat rasanya belanja bulanan pertama di supermarket di Rawamangun dan menyusuri satu persatu bagian untuk mengecek apakah masih ada yang harus dibeli atau tidak. Saya akhirnya tahu bagaimana leganya ketika hari Jumat tiba dan bagaimana malasnya hari senin. Saya ingat ketika saya sedang mengalami hari yang buruk, saya kemudian duduk di busway menyusuri kota ini di malam hari, mengambil tempat duduk di paling belakang dan melamun. Namun yang paling menantang dari proses adaptasi ini adalah, ketika ada beberapa hal, di luar kapasitas saya sebagai manusia, yang akhirnya terjadi. Hal-hal yang membuat saya dengan mata nanar menengadah ke langit, dan berkata lirih, 'Wahai Rabb, aku engga paham sama ini semua...'. 

Dengan proses adapatasi dan hal-hal menantang yang harus saya jalani, di tangah-tengah proses ini, saya merasa buta dengan tujuan akhirnya. Saya tidak mengerti proses ini akan mengantarkan saya pada apa dan kemana? Tidak hanya itu, saya sempat berfikir bahwa prosesnya harusnya tidak seperti ini. Saya merasa ini semua skenario yang tidak tepat. Langit mungkin telah salah memberikan takdirnya. Saya ingin naik banding!

Hingga setahun berjalan, dan jawaban atas semua ketidakmengertian saya akhirnya terjawab satu per satu. Dan ketika jawaban itu telah datang, saya harus menyadari bahwa saya gagal hingga titik ini. Bukan karena proses adapatasinya, tapi karena saya gagal melihat apa yang seharusnya dilihat. Saya, sekali lagi, menjadi tidak sabaran karena ingin segera mengetahui apa ujung dari adaptasi ini. Saya, kembali memburu-buru sebuah proses.

Kembali ke ucapan klise bahwa hidup akan selalu memberikan kita semua hal yang kita butuhkan, maka di situlah saya akhirnya paham, apa yang sebenarnya saya butuhkan sebagai manusia.

Saya (ternyata) membutuhkan udara segar.

Saya memang tidak mendapatkan hal-hal yang saya inginkan atau hal-hal yang saya bayangkan jika saya pindah ke Jakarta, yaitu pekerjaan yang super meyenangkan yang membuat saya berkembang secara kemampuan berfikir, lengkap dengan gaji yang cukup untuk menyewa apartemen seorang diri. Saya tidak mendapatkan pekerjaan dimana saya berada di tim kerja yang mengurusi hal-hal pemting, dan setelah pulang kerja menghabiskan waktu dengan makan di mall. Saya tidak mendapatkan semua hal yang saya inginkan atau saya bayangkan. Tidak sama sekali. Dan untuk alasan itulah, saya merasa kesal, 'masa engga ada yang sesuai ekspektasiku sih', kata saya waktu itu.

Tapi itulah manusia, yang kalau melihat sesuatu, selalu saja linear.  Saya tidak melihat bahwa ternyata, saya mendapatkan semua hal yang seharusnya. Semua hal yang saya pikir tidak saya butuhkan, tapi nyatanya saya butuhkan. Semuanya. 

Saya memiliki teman kerja menyenangkan, dan kami selalu tertawa lepas setiap hari. Terlepas dari tipe pekerjaanya, tapi saya tidak harus mendengarkan hal-hal 'lama' yang bisa membuat saya bersedih di tempat kerja. Saya menjadi pribadi baru, yang tidak perlu lagi merasa malu dengan apa yang sudah terjadi. Itulah udara segar. 

Ketika saya pulang, saya punya 3 orang dengan karakter berbeda-beda, yang sanggup membuat saya ingin pulang saja tanpa mampir-mampir yang tidak perlu. Sebuah kamar dengan luas yang pas, serta obrolan-obrolan yang menyenangkan hampir setiap hari. Sebuah tempat tinggal dengan kehidupan di dalamnya. Itulah udara segar.

Di tengah hiruk pikuk Jakarta, beberapa kajian rutin di Blok M mampu membuat saya tetap tenang dan logis. Dan itu merupakan udara segar yang selalu saya tunggu.

Sedihnya, saya baru menyadari itu samua di penghujung tahun. Persis seperti anak murid yang akhirnya diberi tahukan jawaban dari soal ujian ketika nilai ujian sudah keluar. Saya gagal melihat apa yang seharusnya, dan bersikap tidak bersyukur. Padahal langit tidak pernah salah dan  saya selalu saja kurang sabar menanti jawaban. Ah, andai saya bisa mengulang dari awal proses ini dan lebih menikmati semuanya dengan lapang...

Maka begitulah tahun ini berjalan. Di luar kamampuan saya yang samakin handal dalam menghapal jalur Transjakarta, atau cara saya memadang sesuatu yang kini jauh lebih tenang, saya merasa bahwa kedepannya, saya harus lebih menikmati sebuah proses. Saya harus belajar untuk sabar dan percaya bahwa seberat atau semanis apapun yang akan terjadi di depan nanti, pasti akan terjadi dengan kadar dan tujuan yang tepat. Ingat itu baik-baik, anak muda!

Hidup akan berjalan lebih gila lagi sehabis ini, tapi semoga saya selalu bisa ingat bahwa hidup akan selalu dan selalu dan selalu memberikan pada saya hal-hal yang saya butuhkan, bukan yang saya inginkan. Dan tentu saja, karena manusia tidak selalu tahu apa yang dibutuhkan, maka cara terbaik menjalani kehidupan di tahun yang baru nanti, adalah dengan jeli melihat apa yang sudah ditakdirkan olehNya. 

Tenang... semua pasti ada jawabannya, ini prosesnya, dijalani saja dulu. 

Cheers!


Tidak ada komentar

© RIWAYAT
Maira Gall