Kalau
ada satu kata yang paling mendekati untuk mewakili hidup saya selama tahun 2019,
maka kata itu adalah penolakan! Hampir di semua aspek yang coba saya
perjuangkan dalam hidup selama 2019, semuanya berakhir dengan penolakan. Saya
akan coba ceritakan beberapanya.
Pertama
adalah tentang beasiswa S2. Kalau bisa diibaratkan, perjuangan saya untuk
mendapatkan beasiswa sudah seperti permainan roller coaster. Dari yang mengebu-gebu, pasrah, demotivasi, hingga
kembali menggebu-gebu. Dari menulis motivation
letter dengan penuh idealisme ingin mengubah dunia dan menjadikannya tempat
yang lebih baik, hingga motivation letter
yang pragmatis dan realistis. Dari yang sangat amat berharap, sampai ada di
titik, yaudahlah-kita-coba-aja-berhasil-atau-engga-mah-bebas. Belum lagi tentang
biaya yang harus dikeluarkan untuk seleksinya (ada beberapa tipe beasiswa yang
harus sejalan dengan pendaftaran kampus yang dituju), tes kemampuan bahasa
inggrisnya, dan biaya prikitilan lainnya, yang kalau dikalkulasi sangat lumayan
nominalnya. Kenapa perjuangan S2 ini akhirnya masuk dalam kategori penolakan?
Karena IELTS saya kadaluarsa di Januari 2020. Jadi ketika di akhir 2019 tidak
satupun aplikasi beasiswa yang dinyatakan lolos, maka apa yang sudah saya mulai
sejak 2015 untuk sekolah master, harus saya mulai lagi dari awal, dari tes
IELTS lagi!
Kedua
adalah penolakan demi penolakan demi penolakan pada posisi-posisi pekerjaan
yang saya idam-idamkan sejak lama. Tidak hanya satu, banyak! Pattern-nya bahkan hampir semuanya
seragam. Saya apply, lalu ada e-mail yang menyatakan bahwa saya adalah
kandidiat terpilih, saya diundang untuk wawancara dan setelah itu mereka akan
memberikan penilaian yang baik. Bahkan ada yang sampai berkata bahwa saya adalah
kandidat yang paling tepat untuk mengisi posisi itu, bukan kandidat lain. Tapi pada
akhirnya semuanya berakhir sama, mereka tetiba menghilang dan ketika saya tanyakan
kabar kepastian proses seleksinya, jawabannya mengambang. Ngeselin.
Dan
penolakan-penolakan lainnya yang tidak bisa saya ceritakan satu per satu karena
terlalu banyak dan cukup menguras emosi kalau harus diingat kembali.
Perlu
saya tegaskan bahwa selama hidup saya, belum pernah saya mendapati penolakan
sebanyak dan seintens tahun 2019. Sebelumnya, paling-paling saya mengalami beberapa
kali kegagalan di satu hal di hidup saya saja, tapi di sisi kehidupan lainnya
semuanya berjalan cukup baik. Tapi penolakan demi penolakan yang cukup intens
terjadi tahun lalu itu, berbeda. Terjadi secara maraton dan mengantarkan saya pada
titik demotivasi. Tahun lalu saya kehilangan semua gairah untuk bermimpi dan
tidak memiliki keinginan untuk bisa bangkit berdiri lagi, bisa jadi karena saking
banyaknya penolakan yang terjadi hampir di semua lini. Saya seperti di lockdown
olehNya.
Pikiran
yang paling mendominasi saya waktu itu adalah saya tertinggal dari semua
target-target hidup yang saya rancang sendiri. Saya merasa bahwa saya membuang-buang
waktu. Saya seperti berada bukan pada
jalur yang seharusnya.
Barulah
ketika awal tahun 2020, ketika saya sudah mempunyai aktivitas yang baru dan semua
perlahan-lahan memiliki titik terang, saya mulai bisa melihat skenario besar dari
semua penolakan tersebut. Bahwa ternyata, dalam perjalanan hidup saya sebagai
seorang manusia, semua penolakan di 2019 mengajarkan saya untuk diam. Benar-benar diam. Tidak terdistraksi
oleh hal-hal lain.
Semua
penolakan yang saya alami pada dasarnya menyiratkan dua hal. Pertama, saya
mempunyai banyak hal yang saya perjuangankan dalam hidup. Artinya saya tetap
berusaha hingga di titik di mana semua keputusan akhir itu berada di luar
kemampuan saya. Kedua, ada sesuatu yang hanya bisa dipahami kalau saya
benar-benar dalam kondisi diam dan tidak sibuk melakukan apapun.
Dengan
semua penolakan yang gila-gilaan itu, menjadikan saya memiliki waktu untuk berdiam
diri lebih banyak. Dan tanpa saya sadari, saya jadi punya banyak waktu untuk
bertemu dengan banyak orang. 2019 mempertemukan saya dengan beberapa orang yang
akhirnya membantu saya untuk menemukan diri saya sendiri. Saya cukup kaget
bahwa tanpa diduga-duga, saya bisa memiliki teman-teman baru dan kami bisa
berbicara banyak hal soal hidup. Mereka bahkan yang menjadi sebab saya bisa
menyembuhkan diri. Tanpa saya duga juga, saya memiliki banyak percakapan kaya
makna yang menjadi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya.
Hal
yang paling terasa dalam diam adalah ketika saya mau tidak mau harus banyak
berhadapan dengan diri saya sendiri. Saya seperti dipaksa untuk benar-benar
duduk dengan semua kekecewaan lama, luka lama dan trauma lama yang sebenarnya
sudah saya kenali. Bedanya kali ini, saya diberikan waktu untuk menyembuhkan
luka, trauma, dan kekecewaan itu. Saya tidak menyadari bahwa saya sedang
diberikan kesempatan untuk sembuh dan melapangkan hati atas semua hal itu.
Dalam diam, saya akhirnya belajar tentang bagaimana menciptakan boundaries, saya belajar apa itu mindfulness, saya akhirnya menyadari
bahwa saya memiliki banyak definisi yang kurang tepat tentang hubungan yang
sehat, konsep kepercayaan diri, dan juga konsep mencintai diri sendiri.
Harus
saya akui bahwa benar-benar diam dan proses untuk duduk kembali dengan semua
luka-luka itu berat, begitu juga belajar untuk bisa sembuh dan berdamai dengan
diri sendiri. Itulah kenapa saya bilang bahwa ternyata ada hal yang tidak bisa
dipelajari jika tidak dalam kondisi benar-benar
diam. Dalam diam itu, justru yang saya rasakan adalah kesibukan luar biasa secara
mental dan kejiwaan, dan pun sisa energi lainnya sudah saya habiskan untuk melakukan
pekerjaan yang memang harus saya lakukan.
Di
akhir 2019, saya sudah mulai terbiasa dengan kondisi diam ini. Tidak ada lagi
dalam pikiran saya bahwa saya telah membuang-buang waktu atau apapun yang
nadanya menyalahkan diri. Konsep membuang waktu adalah ketika saya tidak
melakukan apapun, tapi kan ini tidak, saya demotivasi karena saya mengalami
banyak penolakan, dan penolakan itu berarti saya telah mencoba melakukan banyak
hal dalam hidup. Dan dalam diam ini, justru banyak hal dalam diri saya yang akhirnya
pulih. Saya menjadi tersadar bahwa saya tidak bisa terdistraksi dengan banyak
kesibukan jika saya ingin menyembuhkan apa yang ada di dalam diri saya.
Ketika
saya sudah lebih terbiasa dengan kondisi diam dan mulai tenang, ketika itu juga
semua hal yang saya inginkan datang tanpa saya melakukan usaha apapun. Di akhir
2019, sebuah international agency
mengkontak saya untuk sebuah posisi yang cukup strategis. Sebuah posisi yang
sebenarnya kalau dibaca dari ToR nya, saya bukan orang tepat karena saya belum
S2 dan saya belum punya pengalaman sebanyak yang diinginkan dalam ToR. Tapi
karena saya sudah diundang untuk panel
interview, tentu saja tetap saya jalani. Singkat cerita, saya diterima untuk
posisi itu dan mulai bekerja per Januari 2020. Oh betapa hidup ya…. Setahun
terkahir saya pontang-panting apply sana-sini
untuk posisi yang saya inginkan, semuanya ditolak. Dan ini, saya malah mendapat
posisi yang lebih baik dari yang saya bayangkan tanpa saya harus melakukan usaha apapun. Saya seperti diajak lompat
dua langkah sekaligus, seperti masuk pada kelas akselerasi.
Saya
kira, dengan semua penolakan yang terjadi itu, saya terlambat dan membuang-buang
waktu. Saya kira, target hidup saya yang begini dan begitu itu tidak akan
pernah tercapai karena tidak ada satupun keberhasilan terjadi. Tapi
rupa-rupanya, tidak ada yang terlambat dan saya tidak ketinggalan apapun. Semuanya
terjadi tepat pada jalurnya. Sayanya saja yang sok tahu dengan menganggap bahwa
2019 adalah waktu saya untuk keterima beasiswa, dapat pekerjaan yang seperti
ini itu, memenuhi target ini itu. Rupa-rupanya target 2019 yang sebenarnya
adalah menyembuhkan luka batin dan trauma masa kecil. Dan untuk mencapai target
itu, saya harus fokus dan tidak bisa terdistraksi oleh kesibukan pekerjaan atau
apapun.
Bukan
penolakan yang sebenarnya terjadi di tahun 2019 tapi kesempatan untuk benar-benar
diam dan menjadi pribadi yang sehat secara mental dan kejiwaan. 2019 mengajarkan
pada saya bahwa tidak akan pernah ada keterlambatan selama kita bergerak.
Bahkan penolakan sekalipun, itu semua diijinkan terjadi untuk sebuah mencapai
target yang lebih baik.
Hal
ini mungkin serupa dengan kondisi hari ini, saat satu dunia dipaksa untuk diam.
Saya bisa memahami betapa kagetnya dunia hari ini, ketika awalnya kita hanyut
dalam sibuk, dan kini harus diam tanpa kepastian. Tapi tidakah kalau saja kita mau
memahami, bahwa mungkin memang bukan target dalam angka yang harus kita kejar
tahun ini. Mungkin kita semua saat ini sedang berada dalam target untuk kembali
menjadi manusia. Untuk kembali mengenal bahwa tidak ada hal yang benar-benar
bisa kita kontrol. Untuk kembali memahami bahwa mungkin saja, semua kesibukan
kita selama ini telah menjadi distraksi dari tujuan kita yang sebenarnya di
dunia.
Diam
saja dulu. Percayalah, kita tidak akan ketinggalan apapun.
Source: https://id.pinterest.com/pin/229683649734175670/ |