”Sesungguhnya, bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya, bersama kesulitan ada kemudahan.” (Al Insyiroh [94]: 5-6)
Jadi dengarkan saja. Tak usah banyak mencela, hanya cukup mendengar saja.
Saat hidupmu harus berjalan, terkadang tak banyak pilihan yang kau punya. Walaupun seakan banyak pilihan yang bisa dipilih, namun sesungguhnya itu adalah pilihan yang tidak sepatutnya untuk dipilih.
Dengarkan saja, cermati saja, jangan membantah.
Tak selamanya bahagia itu ada dalam pilihan yang bisa dipilih
Juga tak selama kesedihan itu dalam pilihan.
Seperti memilih mata kuliah dalam proses kuliah, ada beberapa mata kuliah yang tak ingin kita ambil tapi harus kita ambil bukan? Padahal pilihan untuk tidak mengambil itu juga ada untuk dipilih?
Ya seperti itulah.
Saat hidup itu berjalan, kadang beberapa pilihan hadir untuk mengaburkan. Muncul seakan ada tapi sesungguhnya tak ada.
Tak ada yang bisa dipilih selain jalani saja.
Dengarkan saja.
Cermati saja.
Ada sepasang kaki yang terpasang untuk menopang semua raga.
Kaki ini yang akan menggerakan semuanya.
Bayangkan jika kaki ini tak pernah melangkah,
Apa bisa mata menangkap objek yang indah?
Apa bisa tangan menggapai sesuatu yang baik?
Apa bisa memori mengenang sesuatu yang berkesan?
Apa bisa hidung menghirup sesuatu yang melegakan?
Tidak kan?
Tidak jika kakimu tidak berjalan.
Tidak, jika kaki ini tidak dipaksa berjalan.
Kadang itulah yang dirasakan oleh kaki.
Kaki harus berjalan terseok-seok oleh keadaan hanya agar seluruh indra mengecap pada sesuatu yang baru.
Agar nurani tau apa yang harus dipilih pada akhirnya.
Karena tanpa banyak pilihan, maka nurani tak mampu bekerjasam dengan logika untuk menentukan apa yang baik pada akhirnya.
Walau tak jarang kaki dipakasa berjalan dan terseret-seret agar supaya semua indra ini mengarah untuk sesuatu yang lebih mendewasakannya.
Dalam prosesnya.
Dalam proses kaki itu melangkah. Tak akan ada kebahagiaan, sepertinya memang bahagia tak ada dalam daftar menu saat kaki itu melangkah.
Lihatlah mata. Seringkali mata memerah, memendam pilu. Hingga meneteskan butir-butir air.
Dengarkanlah telinga. Seringkali ia mendengar banyak nasihat dalam perjalanannya dan hanya bertahan pada motivasi sesaat.
Dan perhatikan hati. Hati seringkali gamang saat kaki melangkah. Hati mendegar seksama semua suara resah dari perjalanan kaki ini
Terlebih logika. Kerap dia berteriak nyaring agar si kaki berehenti melangkah.
Tapi kaki ini tau. Walaupun semua indra yang dibawanya ini menjerit perih dengan jalannya. Dia harus tetap berjalan.
Hingga waktu yang akan menghentikannya.
Waktu yang akan menjawab pada jalan apa kaki itu harus berputar.
Waktu yang akan menjawab pada apa kaki ini harus berhenti.
Waktu akan meneguhkan hati. Sehingga hati tau harus meyakini apa.
Waktu akan menguatkan mata. Sehingga mata tak lagi harus memberai tangis
Waktu akan memantapkan logika. Sehingga pikiran akan lebih jernih lagi dalam berfikir.
Hingg saat itu.
Pilhan yang tersedia adalah berjalan.
ya..
berjalanlah.
melangkahlah.
Walau terseok-seok apapun.
dan kamu akan tau.
Kamu akan tau.
Akan tau.
Apakah jalan yang selama ini ditempuh salah, atau benar.
Tidak jika belum sampai tujuan,
Dengarkan saja, tak usah banyak bercakap.
Jika ini tentang pilihan,
Maka temani saja aku melewati semua pilihan ini, yang padanya lah semua konsekuensi itu berlabuh.
Jika ini tentang waktu
maka temani saja aku melewati pilihan ini, yang padanyalah semua hikmahnya akan terbaca.
Jika ini tentang adaptasi
maka temani saja aku melewati pilihan ini, yang padanya lah semua mental ini terbentuk.
tentu saja.
tentu saja syukur itu bersembunyi malu-malu pada setiap kesempatan.
Percayalah,
tak ada pilihan yang ada saat ini.
Selain tetap berjalan.
Ya...
Jalani saja,
Dan aku akan tau.
Kemana jalannya.
Kuat-kuatlah hati dan tetap berjalanlah kaki.
Sering-seringlah sujud bersimpuh wahai dahi.
Dan semua akan berterimakasih pada perjalanan ini, itu yang dijanjikan waktu.
Tidak ada komentar
Posting Komentar