Sudah lama tidak bercerita tentang hidup. Jadi di hari sabtu yang cerah ini, ijinkanlah saya barang sedikit menceritakan tentang kehidupan saya ini. Oke, jika berkenan, baca dengan seksama ya.
Kali ini saya mau cerita pengalaman saya naik gunung untuk pertama kalinya! (Untuk yang benar-benar mengenal saya, pastinya kaget kalau tahu saya naik gunung. Kalau naik lift mall pastinya semua akan biasa saja. Tapi ini saya naik gunung. Gunung Merbabu)
Ini terjadi di awal bulan Mei. Salah seorang sahabat lelaki saya sedari SMA, Ilham, mengamini salah satu wacana saya tentang naik gunung. Sebelumnya saya memang pernah memintanya untuk mengabulkan keinginan saya naik gunung, jadi ketika Ilham bersedia naik gunung bersama saya, itu seperti jodoh.
Jujur, ketika Ilham betul-betul mengajak saya naik gunung, sebetulnya saya lebih banyak takutnya. Saya takut merepotkan, takut jatuh, takut pingsan, takut banyaklah. Tapi saya halau semua rasa itu, jadi alih-alih saya takut, saya malah lebih excited! (Muehehehe)
Jadi setelah Ilham memberitahu bahwa kami fix akan berangkat di hari sabtu, jauh-jauh hari sebelumnya saya sudah siap meminjam alat-alat. Mulai dari carrier, sleeping bag, dan sepatu (maklum, sepatu saya flat shoes semua). Membeli aqua 2 botol, coklat, inilah itulah.
Awalnya Ilham bilang akan berangkat jam 2 siang, tapi senyatanya Ilham malah baru menjemput saya jam 8 malam di rumah. Jadi sepanjang itu, saya memanfaatkan waktu dengan tidur. Daaan karena saking bersemangatnya, saat tidur saya bahkan bermimpi sudah berada di puncak.
Singkat cerita, jam 8 malam, Ilham menjemput saya dirumah, dan saya sudah siap naik gunung.
"Wohoooo naik Merbabu kita ham!" Seru saya.
Ilham hanya tertawa.
Menembus malam, kamipun sampai di pintu gerbang menuju desa tempat pos inti Merbabu. Karena jalannya nanjak dan motor Ilham belum diservice maka beberapa kali saya harus turun motor dan berjalan.
Nah ini dia cerita pertamanya.
Jadi, saat turun dari motor dan berjalan, saya sudah kelelahan. Padahal belum apa-apa.
Untuk itu saya berfikir, sepertinya saya tidak akan bisa melanjutkan pendakian ini. Padahal itu bahkan belum sampai di pos inti. Payah ya saya? :(
Nah, saat sampai di pos inti, saya langsung bilang ke Ilham "Ham... aku ga ikutan deh! aku tunggu aja disini"
Tahu apa respon Ilham setelah saya bilang begitu?
Ilham tidak memberikan respon!
Duh..
Pukul 23.00.
Pos Inti Merbabu.
Saya dan Ilham harus menunggu 2 orang lainnya lagi, karena kami akan naik ber 4. Jadi kurang lebih kami baru naik jam 11 malam.
Dan dengan membaca Al-Fatihah 3 kali saya (kami) pun memulai pendakian.
15 menit pertama
"Aku ga kuat... berhenti dulu"
15 menit kedua
"Aku ga kuat. Aku dipanggilin tim SAR aja. Aku ditinggal disini aja sampe besok"
Hahahaha!
Payaaah ya?
Tapi walau banyak berhenti, dalam waktu kurang lebih 3,5 saya sudah bisa sampai di post 2! Bahagianya saya! Kami sampai sekitar pukul 02.00. Karna pada dasarnya itu adalah pendakian massal, jadi sesampainya di post 2, sudah ada tenda avalaible yang bisa ditiduri.
Jadi tanpa menunggu komando, saya langsung masuk tenda dan tidur.
Pukul 03.00
Saya hiportemia!
Untung saya bawa 3 jaket. Walhasil saya pakailah 3 jaket itu plus sleeping bag. Tidur dengan menggigil hingga subuh datang.
Pukul 07.00
Saya sarapan bersama dengan para pendaki lainnya (tentu saja sebelumnya saya harus pipis dulu di semak-semak dan sholat subuh). Setelah sarapan, Ilhampun berkata "Ayo Peh, muncak"
Saya diam sejuta kata. Sebetulnya saya sudah merasa bangga sudah sampai sejauh ini. Tapi betul juga kata seorang pendaki, "Eman-eman nek ra muncak. Sehat to? Muncak lah"
OKE! Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Mari ke pos 3 (bukan puncak niatnya)
Pukul 08.00
Pendakian ke pos 3 dimulai. So far sih sama dengan pendakian awal. Cuma pendakian dari pos 2 ke pos 3 memang agak nanjak dan jalannya lebih sempit.
Pukul 10.00
POS 3!
"Bagus ya Haaaaam!" Kata saya sumringah.
Ilham hanya tertawa.
Lalu, sambil menunggu anak-anak lainnya tiba di pos 3 saya sibuk melihat pemandangan (dan foto-foto sealakadarnya), dan Ilham tidur.
Pukul 11.00
"Jadi Peh, Merbabu itu puncaknya banyak. Yuk tak bawa kamu ke puncak yang paling deket aja?"
Ilham baik sekali deh. Saya terharu.
Jadi naiklah kami ke puncak tower. Itu puncak yang paling dekat.
Kami naik kurang lebih 20 menitan.
Dan ditengah-tengah pendakian ke puncak, hujan lebat mengguyur.
Jadi cepat-cepatlah kami naik dan berteduh di bawah tower.
Saat reda, kami baru turun.
Nah ini serunya. Dibandingkan naik, turun gunung lebih sulit dan menyeramkan bagi saya. Apalagi saat turun, tetiba hujan nan lebat bat bat bat mengguyur! Jackpot bagi saya yang pemula!
Dari puncak tower ke pos 3 tidak butuh waktu lama walau hujan. Tapi sesampainya di pos 3, lutut saya tremor. Gemeteran hebat. Dan saya ga berani bilang ke Ilham.
Maka dengan kembali menyebut nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang, saya dan Ilham turun dari pos 3 ke pos 2. Waktu naik yang hanya 2 jam itu ternyata sama dengan waktu turunnya yang juga 2 jam. Dengan sepanjang perjalanan yang hujan lebat sehingga harus melawan arus air, saya cuma bisa membaca salawat dan dzikir sepanjang jalan.
Huh hah!
Lucunya adalah ketika sampai kembali di pos 2, penampilan saya kacau. Berantakan.
Malah sampai ada bertanya "Weh, kok lebay e?"
Sial!
Pukul 14.00
Pos 2 lagi
Lemas!
Saya cuma bisa diam dan makan biskuit. Senyum sealakadarnya dan melihat pemandangan. Ditambah baju sampai sepatu saya basah, bikin saya jadi semakin ga nyaman untuk berulah macam-macam.
Keep calm dan makan biskuit gandum.
"Siap?" Kata Ilham saat kita akan turun gunung.
"Yak!" Kata Saya
Dalam hati, saya cuma pengen sampe kamar. Kamar! Saya rindu kamar. Saya mau tidur di ranjang di kamar.
Ayo turun!
Pukul 14.30
Turun gunungpun dimulai.
Lutut saya semakin tremor.
Saya jalan seperti siput.
Ilham harus menggandeng tangan saya dari awal sampe turun.
Lutut semakin tremor, hingga patah-patah untuk berjalan.
Tertatih-tatih dengan makna sebenarnya.
Saya terus-terusan minta maaf karena jalan terlalu lama.
Hingga membuat Ilham jengah dan berkata "Minta maaf sekali lagi, tak tinggal"
Lalu saya diam dan mengikuti jejak langkahnya.
Pukul 17.30
Turun gunung itu biasanya durasinya setengah perjalanan. Tapi saya? Bahkan lebih lama turunnya dibandingkan naiknya.
Hingga sampailah kami di jalan konblok.Saat Ilham mencuci jas hujan saya dan dia yang kotor, saya duduk dan memandang langit sambil menahan tangis.
Lalu dalam hati saya berkata,
"Peh, apa coba yang ada dipikiranmu buat naik gunung?"
Dan cerita klimaks dimulai.
Kaki saya keram dan tidak bsia berjalan.
Padahal pos inti tinggal 10 menit berjalan lagi.
Ilham langsung menelfon temannya namun tidak ada respon. Kemudian Ilham menelfon tim SAR yang nomornya ada di tiket masuk.
Tidak lama kemudian, sekitar 3 menitan, tim SAR datang dengan motor.
Dengan nada tertahan karena menahan tangis dan sakit, saya berkata "Kalau duduknya nyamping bisa mas?"
Mas-nya menjawab "Nanti jatuh mbak, jalannya turun banget soale, ngangkang aja mbak. Saya bantu"
Dengan menahan semua cenut-cenut yang ada, ngangkanglah saya untuk naik motor.
Ya Allah.. gini banget ya :'(
Pukul 18.00
Pos inti.
Saya sudah berganti baju, sudah minum teh anget dan siap pulang ke Jogja, dan Ilham bertanya.
"Kapok Peh?"
"Hooh!"
"Biasane sih gitu. Pendaki awal itu kapok. Trus wegah munggah maneh. Tapi ngko nek wis tekan omah, mesti kangen trus pengen munggah maneh. Hambok piye..."
Dalam hati: "Aku, ra bakal!"
Pukul 20.00
Kami meninggalkan Merbabu dan menuju Jogja.
Karena hujan yang mengguyur terlalu lebat tadi siang, jalan pulang ternyata menjadi sangat bermasalah. Sehingga saat perjalanan pulang, saya dan Ilham sempat jatuh dari motor (Kocak!).
Sampai Jogja kami makan dan Ilham mengantarkan saya ke rumah. Sebelumnya saya mengucapkan beribu-ribu terimakasih pada Ilham atas semua perhatiannya selama pendakian.
Esok hari, pukul 06.00
Badan saya kaku dan keram. Saat bangun yang bisa saya lakukan hanyalah kedip-kedip dan memanggil mama untuk membawakan mukena.
Sehabis sholat, saya melihat foto yang ada, sambil menunggu mbak fitri menelfon dari Lombok.
Di akhir telfonnya mbak fitri bertanya:
"Jadi kapok Peh?"
"Engga!"
"Rinjani kita? Mendaki bareng kita?"
"Mendaki bareng kita!"
Oh shit. Ilham benar tentang pendaki pemula.
Saya mau naik gunung lagi! Mau!
***
Apa yang saya rasakan setelah naik gunung?
1. Film 5 cm itu menipu! HA HA HA!
2. Jujur, saya ga merasa religius banget karena melihat kebesaran Allah. Ya sih, memang keren banget pemandangannya, dan Allah maha besar. Tapi bukan point itu yang saya pelajari. Naik gunung mengajarkan saya bahwa untuk mencapai puncak, kita ga bisa melakukannya sekaligus. Harus bertahap. Pelan-pelan. Dan sebenarnya, bukan pemandangan dipuncaknya yang bikin kita pengen foto, karena saya yakin, melihat dengan mata juga sudah cukup. Alasan foto di puncak itu dikarenakan rasa bangga bahwa akhirnya kita bisa berjuang berada di puncak. Kebanggaan itu yang dipublikasikan. Kebanggaan itu yang akhirnya bikin saya yakin bahwa hidup itu benar-benar perjalanan yang diijinkan oleh Allah. Ya. Naik gunung mengajarkan saya kepada sebuah proses.
3. Push your limit! Nah ini. Ini yang paling berkesan. Ternyata tidak pernah ada hal yang tidak bisa kita lakukan selama kita mau dan Allah Ridha. Makanya, kalau saya merasa lelah dan stuck, saya selalu ingat perjalanan naik gunung. Saya harus melewati semua batasan yang ada. Saya bisa kok.
Sekian cerita saya dan akan saya tutup dengan foto-foto.
Di puncak saya ketemu temen kuliah dan temen gardep saya. Ealah.. |
Special thanks:
Allah SWT and ILHAM ARISNAWAN.
Makasih dengan makna yang tanpa batas ya Ham. Suwun! :')
Tidak ada komentar
Posting Komentar