Selasa, 28 April 2015

BE RI SIK!

Hujan deras mengguyur hutan, lengkap dengan petir yang menyambar-nyambar.
Seekor beruang yang sedang tidur terbangun dan tersambar petir hingga bulunya terbakar.
Datanglah seorang peri baik hati yang dengan sihirnya mampu membuuat langit kembali cerah.
Namun tak lama gunung api meletus!
Suara letusannya mampu membuat para kurcaci hutan berlari kesana-kemari.
Beberapa diantaranya terlihat para unicorn dengan tanduk warna merah jambunya ikut berlarian.
Keadaaan semakin tidak terkendali.
Mereka berteriak-teriak memanggil peri. Kata mereka "Peri... peri... tolong kami.... Peri..."
Namun peri-peri sedang sibuk mengurusi raksasa langit yang dengan bengisnya menyemburkan api.
Perang tak bisa dihalaukan.
Riuh.
Bising.
Korbang berjatuhan.
Para kurcaci hutan bergelimpangan tewas di tanah.
Hewan-hewan mati mengenaskan.
Dan hujan tetap saja turun dengan derasnya.
Belum berakhir, tetiba datang dari pantai, ombak besar yang siap mengulum daratan!
Aku disana! Aku disana! Dan tak ada yang menolongku. Aku terjebak diantara peri-peri mati dan gunung meletus dan kini ada ombak yang siap untuk mengulumku hidup-hidup.
Bagaimana jika aku naik saja ke pohon?
Oh shit! Tidak ada pohon, sudah dikuasai golongan kerdil. Aku harus kemana lagi?
Aku mau terbang saja, tapi aku tidak punya sayap. Sial! Gelombangnya semakin tinggi.
Atau aku berenang saja?
Tapi aku tidak memakai baju renang. Bagaimana jika Neptunus melihatku berenang tapi tidak menggunakan baju renang yang mahal?
Atau biarlah aku membatu peri-peri itu bertarung.
Tapi aku tidak tau jurus mematikan yang bisa aku gunakan.
Aku jadi korban sajalah. Biar nanti aku tunggu Peterpan menyelamatkanku.
Tapi bagaimana jika dia tidak ada?

Oh tidaaaaak! Ombak semakin tinggi.
Aku akan tenggelam. Eh, aku kan bisa berenang, tapi tidak untuk ombak sebesar itu.
Kalau aku mati, siapa yang akan mencemaskanku?

Oke, aku akan mati.
Tidak! Aku belum siap mati konyol



Toloooong! Toloooooooong!
Pikiranku berisik sekali!

Tidak ada komentar

© RIWAYAT
Maira Gall