Five hundred
twenty-five thousand six hundred minutes, how do you measure a year?
In daylights? In
sunsets? In midnights? In cups of coffee?
In inches? In miles? In laughter? In
strife?
In five hundred
twenty-five thousand six hundred minutes, how do you measure a year in the
life?
How about love?
Measure
in love.
(Rent-Seasons of Love)
Coba bayangkan
sebuah iklan krim anti penuaan. Sudah? Visualisasikan dengan jelas iklan itu, yang
biasanya dimulai dengan adegan seorang model wanita yang sedang bercermin
sambil memegang matanya yang telah muncul kerutan halus. Setelah memegang
kerutan halus tersebut, muncul adegan yang menampilkan kesedihan si wanita karena
dia merasa telah menua dan dilanjutkan dengan tampilan produk krim anti penuaan
yang akhirnya digunakan oleh si model. Tak lama, adegan berubah dengan menampilkan
senyum manis si model sesaat setelah menggunakan produk tersebut, dan terakhir
akan muncul sebuah tagline untuk mempersuasi
penonton membeli produknya.
Terbayang jelas?
Nah, seperti itulah yang kira-kira saya alami di sebuah malam. Di malam ketika saya
sedang membersikan wajah di depan cermin, dan adegan iklan krim anti penuaan
itu akhirnya saya alami sendiri. Saya memegang mata, lebih mendekat kearah
cermin, dan menyadari bahwa beberapa kerutan halus sudah muncul di sana. Juga persis
seperti adegan dalam iklan tersebut, sayapun seketika menjadi muram. Hanya bedanya,
jika di dalam iklan krim anti penuaan itu tidak ada adegan yang menceritakan
mengapa si wanita itu bersedih, sehingga seakan-akan alasan wanita itu bersedih
adalah semata karena muncul kerutan, sementara saya dalam kenyataannya, justru
duduk termenung dan menyadari bahwa setahun lagi, saya akan memasuki kepala 3.
Tidak saya sangka
bahwa insight yang dipakai dalam membuat iklan krim anti penuaan yang
berdurasi 30 hingga 60 detik itu benar-benar nyata. Yaitu
tentang kecemasan seorang wanita yang menyadari bahwa usianya tidak lagi remaja
dan mulai berpikir tentang hal-hal besar seperti pernikahan, memiliki anak, dan
bagaimana membagi hidup antara mimpi pribadi dan kodrat alaminya sebagai wanita.
Walaupun iklan tersebut tidak menampilan secara gambling kecemasan-kecemasan macam
itu, tapi saya yakin, kerutan menjadi sebuah simbol yang diamini semua wanita
bahwa dia harus lebih “serius” lagi dalam menentukan keputusan untuk hidupnya kedepan.
Saya ingat waktu
saya masih berusia 12 tahun, saya sering membaca majalah Femina yang mama beli.
Bagian yang selalu saya baca adalah bagian kolom curhat dari wanita-wanita
berusia antara 25-35 tahun. Biasanya mereka akan curhat masalah rumah tangga,
keuangan, pekerjaan, dan bahkan seks yang akan dijawab oleh pakar psikologi. Muncul
dalam pikiran saya saat membaca itu adalah betapa rumitnya menjadi wanita
dewasa, masalah mereka menyeramkan, belum lagi banyak konteks-konteks yang belum
saya pahami, seperti mertua yang tidak akur dengan menantulah, hingga perkara hutang
piutang. Jika sudah begitu, saya akan langsung menutup majalah Femina dan
kembali membaca serial Oki dan Nirmala di Majalah Bobo.
Hingga akhirnya adegan
kerutan halus itu muncul dan mengingatkan saya bahwa ternyata saya sudah masuk
dalam kategori wanita dewasa menurut versi saya saat berusia 12 tahun. Tidak terasa juga ya waktu berjalan. Saya jadi
berpikir, jangan-jangan saya sudah mendengar sendiri masalah-masalah kehidupan
yang dulu saya baca di majalah Femina melalui teman-teman saya, atau malah
mengalaminya sendiri beberapanya. Hmm…
Jadi, bagaimana
sebetulnya menjadi wanita dewasa itu? Apakah benar menyeramkan dan rumit?
Hal terbaik yang
bisa saya katakan tentang menjadi wanita dewasa adalah soal tanggungjawab dan
mencintai diri sendiri. Walaupun klise, tapi saya membenarkan bahwa tidak ada
ukuran atau indikator tertentu yang bisa mengatur jalan hidup seorang wanita
dewasa. Menikah contohnya, bukan berarti karena sudah 29 tahun seorang wanita
harus menikah, tapi lebih kepada kalau sudah berada pada “titik” nya dia ingin
menikah karena alasan-alasan yang bisa dia pertanggungjwabakan, maka menikahlah.
Jadi sangat penting bagi saya untuk menjalani kehidupan sebagai wanita dewasa,
dengan selalu berpikir bahwa saya harus bisa bertanggung jawab dengan pilihan-pilihan
hidup saya tanpa merepotkan orang lain, dan belajar untuk bisa mencintai diri
sendiri dengan cara yang tepat.
Namun begitu,
tidak bisa dipungkiri, kecemasan tetap saja kecemasan. Apalagi menuju usia 30,
di saat kebanyakan wanita sebaya saya bahkan sudah hamil anak kedua, tentu saja
ada bagian dari diri saya yang resah. Apakah saya juga akan menikah dan punya
anak? Atau apakah saya akan seperti ini terus?
Hingga suatu
hari ketika saya naik bus transjakarta yang sepi, sambil melihat hiruk-pikuk Jakarta,
saya tersadarkan bahwa mungkin saja saya ini sedang diberikan waktu yang lebih
lama untuk menyenangkan diri saya sendiri sepuas-puasanya sebelum menikah.
Mungkin memang Rabb melihat bahwa hal yang paling saya butuhkan saat ini
adalah bagaimana saya belajar mencintai dan memanjakan diri sendiri dulu.
Mungkin ini adalah waktu yang diberikan sebagai hadiah karena saya belum pernah
benar-benar memikirkan hidup saya sendiri selama ini. Dan saya menyusukuri hal
itu dengan sungguh-sungguh. Saya menikmati momen-momen saya bisa membeli barang
dan makanan apapun yang saya mau. Saya menikmati waktu yang saya curahkan untuk
diri saya sendiri. Saya mensyukuri kesempatan yang diberikan kepada saya untuk
bisa mengenal diri saya lebih baik lagi dan untuk menyembuhkan trauma-trauma
masa lalu. Saya senang diberi kesempatan untuk bisa pelan-pelan selesai dengan
diri saya sendiri.
Sebenarnya ini
mirip dengan iklan krim anti penuaan. Bedanya, saya tidak tersenyum karena
sebuah produk, tapi saya tersenyum karena saya menjadi wanita dewasa dalam
keadaan sehat, memiliki pekerjaan yang baik, dikelilingi teman-teman yang suportif,
tidak memiliki hutang dan masalah keuangan, serta baru saja merasa terbebas
dari kisah asmaara yang berbeli-belit. Saya tersenyum karena saya memiliki
lebih dari cukup hal-hal yang bisa membuat saya tersenyum.
Saya menjadi
wanita dewasa dengan sosok yang saya banggakan. Tidak sempurna menurut standar
kehidupan pada umumya, tapi saya merasa cukup dan bersyukur dengan hidup saya
sendiri. Alhamdulilah..
Hari ini saya
resmi berusia 29 tahun. Untuk itu, ijinkanlah saya menghaturkan harap agar perlahan-lahan,
semua mimpi yang saya upayakan dapat terwujud. Ingin ini-ingin itu banyak
sekali. Terlebih, keinginan terbesar saya saat ini agar diberikan jalan dan
kesempatan untuk kembali mencintai, dan dapat memiliki keluarga kecil yang saling
cukup-mencukupi. Di mana kelak, pernikahan menjadi ternyaman bagi saya dan
pasangan sebagai tempat pulang. Juga agar keberadaan satu sama lainnya dapat saling
membantu untuk bisa tumbuh sebagai manusia yang lebih baik lagi. Semoga Rabb
membukakan jalanNya dengan waktu yang disegerakan.
Aamiin.
https://id.pinterest.com/pin/229683649733547810/ |