"bagaimana kalau aku ingat kamu suatu saat nanti?"
"Bagus kan? itu menandakan pernah ada kita di masa lalu"
"Lantas, bagaimana jika aku rindu kamu suatu saat nanti?"
"Beritahu saja aku, saat itu terjadi"
"Untuk?"
"Untuk memastikan, bahwa kamu tidak menanggungnya sendiri dan kita bisa membagi rindu itu"
"Jadi kita berpisah?"
"Hmm.. mungkin kita hanya menunggu untuk kembali saling ingat dan saling rindu"
"Mungkin..."
"Mungkin..."
Rinduku padamu itu sebanding dengan rasa benciku padamu.
Rinduku padamu ini, selabil cuaca Jogja saat ini.
Rinduku padamu ini mengantarkan pada entah kemana dan entah apa.
Mungkin kamu bertanya, bagaimana caraku bertahan untuk mengabaikan semua pesan dan sapaan singkatmu. Karena aku membiarkan titik yang bekerja bukan lagi koma.
Saat aku ingat, kamu menelfonku, saat aku terisak dengan semua masalah yang ada. Dan kamu tak pernah sekalipun memberikan kata-kata hangat. Hanya berkata "Ya udah sih" tapi justru itu yang menguatkan.
Saat sesekali aku mengetik namamu di kolom pencarian.
Saat aku sakit dan harus ingat bagaimana kamu yang menanyakan kabarku.
Saat... saat aku ingat kamu atau bahkan rindu,
Adalah saat dadaku dipukul oleh entah apa. Dan aku benci!
Tapi kepedihan itu hanya sesekali saja.
Sesekali mengoda.
Sesekali hadir.
Hanya sesekali.
Sesekali seperti hari ini.
Tidak ada komentar
Posting Komentar