Selasa, 18 April 2017

SPBU

Banyak yang bilang bahwa hidup adalah kumpulan pilihan yang menawarkan banyak konsekuensi. Sebagai manusia, tugas kita terbilang mudah: memilih.
Hanya dengan memilih, maka seharusnya hidup akan berjalan dengan lebih mudah, ringkas, dan terarah. Namun rupanya, manusia mempunyai satu lagi permasalahan: bingung.

Bayangkan saja jika ada 1000 pintu di hadapan kita, mana yang sekiranya akan kita masuki? Atau mengapa kita harus memasuhi satu pintu saja, kenapa tidak semua pintu?

Banyak yang bilang, hidup tidak sesederhana hitam atau putih, benar atau salah, utara atau selatan. Karena semuanya serba relatif tanpa ada yang berani yang mengatakan dengan jelas, kenapa yang ini disebut hitam dan kenapa itu disebut putih. Itulah mengapa hidup terasa semakin rumit.

Untuk itulah kita terbiasa untuk bermain-main di tengah. Tidak berjalan ke kanan atau ke kiri. Tidak memilih hitam atau putih. Serta tidak memilih untuk mengatakan ini benar dan itu salah. Semuanya kita lakukan atas nama relativitas. Itulah mengapa netralitas menjadi sangat populer saat ini. Tidak mengkatagorikan kita sebagai ini dan itu, dan memilih hidup dalam abu-abu.

Tapi ibarat perjalan panjang saat mudik, area abu-abu ini layaknya SPBU yang lengkap dengan toilet, mushola, mini market, hingga restoran kecil. Di SPBU ini, kita akan bertemu semua orang dari semua arah yang akan pergi ke arah yang berbeda-beda. Di SPBU ini, kita tidak akan menyalahkan kenapa dia mudik ke Jakarta saat semua orang justru keluar dari Jakarta. Tidak mengejek kenapa dia pulang ke Tegal atau ke Cirebon. Semua tujuan valid dan sah. Saat musim mudik tiba, SPBU menjadi area yang begitu berisik, sumpek, dan kacau.

SPBU hanya diciptakan untuk perhentian sementara, bukan tujuan akhir. Sama seperti abu-abu yang diciptakan oleh kita dan realitas-realitas kita saja. Tapi apakah kita mau menjadikan SPBU sebagai tujuan akhir? Pun mau, apakah bisa?

Kita harus punya tujuan, bukan? Itulah mengapa pada akhirnya kita harus memilih.

Mau tidak mau, kita harus menyadari bahwa: hidup memang tentang hitam atau putih, selatan atau utara, kanan atau kiri.

Tidak ada utara saat kita ingin ke selatan, tidak ada kanan saat kita berjalan ke kiri, dan tidak ada hitam saat kita ingin putih. Hidup sebenarnya semudah dan sejelas itu. Kita yang kadang pengecut, bersembunyi malu-malu pada abu-abu.

Maka tentukanlah pilihan dan bersiap untuk konsekuensinya.

Karena tentu saja, kita tidak bisa pergi ke Cirebon dan berharap sampai di Yogyakarta.


Tidak ada komentar

© RIWAYAT
Maira Gall