Minggu, 28 Juni 2020

25 Juni ke 29 kalinya


Five hundred twenty-five thousand six hundred minutes, how do you measure a year?
In daylights? In sunsets? In midnights? In cups of coffee? 
In inches? In miles? In laughter? In strife?
In five hundred twenty-five thousand six hundred minutes, how do you measure a year in the life?
How about love? 
Measure in love.
(Rent-Seasons of Love)

Coba bayangkan sebuah iklan krim anti penuaan. Sudah? Visualisasikan dengan jelas iklan itu, yang biasanya dimulai dengan adegan seorang model wanita yang sedang bercermin sambil memegang matanya yang telah muncul kerutan halus. Setelah memegang kerutan halus tersebut, muncul adegan yang menampilkan kesedihan si wanita karena dia merasa telah menua dan dilanjutkan dengan tampilan produk krim anti penuaan yang akhirnya digunakan oleh si model. Tak lama, adegan berubah dengan menampilkan senyum manis si model sesaat setelah menggunakan produk tersebut, dan terakhir akan muncul sebuah tagline untuk mempersuasi penonton membeli produknya.

Terbayang jelas? Nah, seperti itulah yang kira-kira saya alami di sebuah malam. Di malam ketika saya sedang membersikan wajah di depan cermin, dan adegan iklan krim anti penuaan itu akhirnya saya alami sendiri. Saya memegang mata, lebih mendekat kearah cermin, dan menyadari bahwa beberapa kerutan halus sudah muncul di sana. Juga persis seperti adegan dalam iklan tersebut, sayapun seketika menjadi muram. Hanya bedanya, jika di dalam iklan krim anti penuaan itu tidak ada adegan yang menceritakan mengapa si wanita itu bersedih, sehingga seakan-akan alasan wanita itu bersedih adalah semata karena muncul kerutan, sementara saya dalam kenyataannya, justru duduk termenung dan menyadari bahwa setahun lagi, saya akan memasuki kepala 3.

Tidak saya sangka bahwa insight yang dipakai dalam membuat iklan krim anti penuaan yang berdurasi 30 hingga 60 detik itu benar-benar nyata. Yaitu tentang kecemasan seorang wanita yang menyadari bahwa usianya tidak lagi remaja dan mulai berpikir tentang hal-hal besar seperti pernikahan, memiliki anak, dan bagaimana membagi hidup antara mimpi pribadi dan kodrat alaminya sebagai wanita. Walaupun iklan tersebut tidak menampilan secara gambling kecemasan-kecemasan macam itu, tapi saya yakin, kerutan menjadi sebuah simbol yang diamini semua wanita bahwa dia harus lebih “serius” lagi dalam menentukan keputusan untuk hidupnya kedepan.

Saya ingat waktu saya masih berusia 12 tahun, saya sering membaca majalah Femina yang mama beli. Bagian yang selalu saya baca adalah bagian kolom curhat dari wanita-wanita berusia antara 25-35 tahun. Biasanya mereka akan curhat masalah rumah tangga, keuangan, pekerjaan, dan bahkan seks yang akan dijawab oleh pakar psikologi. Muncul dalam pikiran saya saat membaca itu adalah betapa rumitnya menjadi wanita dewasa, masalah mereka menyeramkan, belum lagi banyak konteks-konteks yang belum saya pahami, seperti mertua yang tidak akur dengan menantulah, hingga perkara hutang piutang. Jika sudah begitu, saya akan langsung menutup majalah Femina dan kembali membaca serial Oki dan Nirmala di Majalah Bobo.

Hingga akhirnya adegan kerutan halus itu muncul dan mengingatkan saya bahwa ternyata saya sudah masuk dalam kategori wanita dewasa menurut versi saya saat berusia 12 tahun.  Tidak terasa juga ya waktu berjalan. Saya jadi berpikir, jangan-jangan saya sudah mendengar sendiri masalah-masalah kehidupan yang dulu saya baca di majalah Femina melalui teman-teman saya, atau malah mengalaminya sendiri beberapanya. Hmm…

Jadi, bagaimana sebetulnya menjadi wanita dewasa itu? Apakah benar menyeramkan dan rumit?

Hal terbaik yang bisa saya katakan tentang menjadi wanita dewasa adalah soal tanggungjawab dan mencintai diri sendiri. Walaupun klise, tapi saya membenarkan bahwa tidak ada ukuran atau indikator tertentu yang bisa mengatur jalan hidup seorang wanita dewasa. Menikah contohnya, bukan berarti karena sudah 29 tahun seorang wanita harus menikah, tapi lebih kepada kalau sudah berada pada “titik” nya dia ingin menikah karena alasan-alasan yang bisa dia pertanggungjwabakan, maka menikahlah. Jadi sangat penting bagi saya untuk menjalani kehidupan sebagai wanita dewasa, dengan selalu berpikir bahwa saya harus bisa bertanggung jawab dengan pilihan-pilihan hidup saya tanpa merepotkan orang lain, dan belajar untuk bisa mencintai diri sendiri dengan cara yang tepat.

Namun begitu, tidak bisa dipungkiri, kecemasan tetap saja kecemasan. Apalagi menuju usia 30, di saat kebanyakan wanita sebaya saya bahkan sudah hamil anak kedua, tentu saja ada bagian dari diri saya yang resah. Apakah saya juga akan menikah dan punya anak? Atau apakah saya akan seperti ini terus?

Hingga suatu hari ketika saya naik bus transjakarta yang sepi, sambil melihat hiruk-pikuk Jakarta, saya tersadarkan bahwa mungkin saja saya ini sedang diberikan waktu yang lebih lama untuk menyenangkan diri saya sendiri sepuas-puasanya sebelum menikah. Mungkin memang Rabb melihat bahwa hal yang paling saya butuhkan saat ini adalah bagaimana saya belajar mencintai dan memanjakan diri sendiri dulu. Mungkin ini adalah waktu yang diberikan sebagai hadiah karena saya belum pernah benar-benar memikirkan hidup saya sendiri selama ini. Dan saya menyusukuri hal itu dengan sungguh-sungguh. Saya menikmati momen-momen saya bisa membeli barang dan makanan apapun yang saya mau. Saya menikmati waktu yang saya curahkan untuk diri saya sendiri. Saya mensyukuri kesempatan yang diberikan kepada saya untuk bisa mengenal diri saya lebih baik lagi dan untuk menyembuhkan trauma-trauma masa lalu. Saya senang diberi kesempatan untuk bisa pelan-pelan selesai dengan diri saya sendiri.

Sebenarnya ini mirip dengan iklan krim anti penuaan. Bedanya, saya tidak tersenyum karena sebuah produk, tapi saya tersenyum karena saya menjadi wanita dewasa dalam keadaan sehat, memiliki pekerjaan yang baik, dikelilingi teman-teman yang suportif, tidak memiliki hutang dan masalah keuangan, serta baru saja merasa terbebas dari kisah asmaara yang berbeli-belit. Saya tersenyum karena saya memiliki lebih dari cukup hal-hal yang bisa membuat saya tersenyum.

Saya menjadi wanita dewasa dengan sosok yang saya banggakan. Tidak sempurna menurut standar kehidupan pada umumya, tapi saya merasa cukup dan bersyukur dengan hidup saya sendiri. Alhamdulilah..

Hari ini saya resmi berusia 29 tahun. Untuk itu, ijinkanlah saya menghaturkan harap agar perlahan-lahan, semua mimpi yang saya upayakan dapat terwujud. Ingin ini-ingin itu banyak sekali. Terlebih, keinginan terbesar saya saat ini agar diberikan jalan dan kesempatan untuk kembali mencintai, dan dapat memiliki keluarga kecil yang saling cukup-mencukupi. Di mana kelak, pernikahan menjadi ternyaman bagi saya dan pasangan sebagai tempat pulang. Juga agar keberadaan satu sama lainnya dapat saling membantu untuk bisa tumbuh sebagai manusia yang lebih baik lagi. Semoga Rabb membukakan jalanNya dengan waktu yang disegerakan.

Aamiin.


https://id.pinterest.com/pin/229683649733547810/

1 komentar

Anonim mengatakan...

Semoga disegerakan do'a-do'a pada untaian bait terakhir. Amin

© RIWAYAT
Maira Gall