Apa bisa kamu mendengar kata, saat hanya ada suara terik pekak?
Apa bisa kamu paham apa itu jujur, saat kebenaran tercampur?
Apa bisa kamu bersyukur, kala nafsumu keruh?
Apa bisa kamu merasa cukup, saat nafsumu mengatup-atup?
Apa bisa kamu menikmati dunia dalam fana?
Dalam bising,
Kamu bisa dengar apa?
Dalam ramai,
Kamu bisa liat apa?
Aku akan menarikmu pada diam. Hingga tak ada yang perlu kamu lakukan selain menikmati denyut nadimu dan aku.
Hingga tak perlu lagi kamu harus repot-repot mendengar kicau manusia serakah di luar sana.
Aku akan menarikmu pada hening. Hingga tak ada yang bisa kamu lakukan selain bermain gitar lagu romantis agar suasana semakin hangat.
Aku akan menarikmu pada tenang. Hingga kita bisa mengintip dunia itu sambil menyeduh cinta.
Di luar terlalu mencekam.
Mereka saling terkam.
Udara di luar penuh dengan ilusi.
Nanti mereka bisa membuat kita lupa diri.
Suaranya juga terlalu bising.
Nanti kita bisa pusing.
Jangan hidup disana.
Jangan bergumul terlalu lama disana.
Tak usah berlari tanpa arah disana.
Tak perlu ikut palsu disana.
Jalan kemari.
Diam saja disini.
Tinggalah disini.
Bersamaku, kita mendiami diam.
Minggu, 22 Desember 2013
Ibu Heriyanti Suzzana
Yang selalu ribet nyuruh saya pulang dibawah jam 10 malem.
Yang selalu ribut nyuruh saya bersihin kamar.
Yang selalu ribet nyuruh saya pake pelembab.
Yang selalu cerewet nyuruh saya tutup pintu dapur sebelum pergi.
Yang kadang saya ga ngerti marahnya hari ini buat apa.
Yang kadang saya ga paham hari ini stressnya karena apa lagi.
Yang ribet nyariin saya kalau saya ga dirumah tapi kalau dirumah sering banget berantem
Yang paling seneng waktu saya pake jilbab
Yang paling mendukung apapun yang saya lakukan
Yang mau menjual semua jiwanya buat saya
Yang nungguin dirumah sakit waktu saya opname
Yang bersedia bangun ditengah malam dan berdoa buat saya.
Yang betah nasehatin saya berjam-jam walau saya udah sering denger nasihatnya
Dan sekarang,
Yang paling ribet nyuruh saya perbaiki diri supaya cepet menikah.
Banyak salah alif ma. Maaf ya :(
Yang selalu ribut nyuruh saya bersihin kamar.
Yang selalu ribet nyuruh saya pake pelembab.
Yang selalu cerewet nyuruh saya tutup pintu dapur sebelum pergi.
Yang kadang saya ga ngerti marahnya hari ini buat apa.
Yang kadang saya ga paham hari ini stressnya karena apa lagi.
Yang ribet nyariin saya kalau saya ga dirumah tapi kalau dirumah sering banget berantem
Yang paling seneng waktu saya pake jilbab
Yang paling mendukung apapun yang saya lakukan
Yang mau menjual semua jiwanya buat saya
Yang nungguin dirumah sakit waktu saya opname
Yang bersedia bangun ditengah malam dan berdoa buat saya.
Yang betah nasehatin saya berjam-jam walau saya udah sering denger nasihatnya
Dan sekarang,
Yang paling ribet nyuruh saya perbaiki diri supaya cepet menikah.
Banyak salah alif ma. Maaf ya :(
Maha pembolak-balik hati
Kondisi seperti ini hanya seperti pengulangan saja. Aku fasih rasanya.
Dia pergi begitu saja.
Aku bisa apa?
Kamu pikir, aku penyihir yang bisa membelokan hatimu agar tetap bertahan disini?
Kuasa hatimu itu bukan kamu yang tangani.
Semua murni kuasa Ilahi.
Jadi kalau kamu merasa aku kurang berusaha, coba pikir lagi.
Kamu pikir, kamu seorang pesulap yang bisa mengatur hatimu sesuka diri?
Pergerakan hatimu itu sudah dimiliki, oleh maha penguasa hati.
Jadi kalau kamu merasa ini adalah proses yang harus dijalani,
lantas, kenapa kamu harus pergi?
Jika memang dirancang bertemu,
hatimu itu akan menuju.
Jika memang dirancang bersama denganku,
hatimu itu akan menunggu.
Jadi berhenti memandang seolah-olah aku yang tidak berusaha disini.
Aku mengusahakan hatimu itu pada doa yang aku terbangkan ke langit malam ini.
Jika saat turun ternyata hatimu tak lagi sama, aku anggap itu jawaban terbaik untuk dijalani.
Aku bisa apa?
Sok tahu tentang mana yang baik tentang hati?
Mana bisa aku begitu, sedang Maha pembolak-balik hati mengamati pergerakan hati kita dengan sangat teliti.
Kamis, 12 Desember 2013
Kowe kudu semangat!
"Kadang terasa sulit untuk mensyukuri apa yang ada. Atau hanya kita saja yang tak puas dengan apa yang ada" Kita bisa
Sebenarnya saya ingin menyelesaikan tulisan saya yang berjudul ransel sore ini, tapi entah kenapa saya merasa harus mengeluarkan semua uneg-ueng saya lewat sebuah tulisan. Ya, tulisan kali ini akan menjadi satu tulisan sampah karena isinya adalah tentang semua hal yang sedang saya rasakan.
Saya pernah membaca sebuah tweet dari @fala_adinda yang berbunyi kira-kira begini 'udah dinikmati aja, setiap fase dalam hidup itu ada kesulitannya' waktu itu kalau tidak salah, fala ngetwit saat posisinya sedang jadi penganten baru. Saya yakin saat itu Fala pasti sedang merasa gamang, karena pernikahan yang baru dijalaninya. Mungkin loh ya. Ya... walau saya tidak mengenal si fala itu, tapi entah kenapa saya meyakini itu.
Karena seperti Falla, saya pun sedang merasakan kegamangan itu. Bedanya jika falla bicara dengan konteks pernikahan, kalau saya tentang pekerjaan.
Dan twit fala itu membuat saya lega. Ya.. saya harus menikmati fase ini.
HAH!
Tahukah kamu berapa banyak pekerjaan di luar sana? BANYAK!
Tapi mencari pekerjaan sama seperti mencari calon suami. Walau banyak lelaki di luar sana, bukan berarti saya harus menikahi seorang lelaki mesum-tukang nasi goreng hanya supaya punya ingin punya status 'istri' kan? Ya sama juga dengan pekerjaan.
Percayalah, saya sudah mulai bekerja bahkan sejak semester 1 di kuliah. Saya sudah pernah berada di beberapa perusahaan lokal hingga yang agak nasional. Itulah kenapa saya tau bagaimana krusialnya berada di pekerjaan yang salah. Beradadi pekerjaan yang salah berarti juga kita akan hidup karena gaji yang menunggu di akhir bulan. Tidak ada passionnya dan yang ada hanya mengeluh dan mengeluh.
Habis lulus dan kerja. Siapapun akan mengalami fase saya ini : galau dengan urusan 'hidup selanjutnya mau kemana'.
Bayangkan, saya belum punya pacar. Jadi otomatis saya belum bisa punya ancang-ancang menikah dalam waktu dekat.
Pun pekerjaan yang saya idam-idamkan tak juga ada.
Stress? iya.
Resah? iya.
Bingung? iya.
Apalagi jika harus melihat teman-teman saya. Ada beberapa yang sudah kerja, beberapa juga ada sih yang sama bingungnya.
Apalagi banyak sekali yang berkata begini "ah, kamu mah pasti gampang lah cari kerja. Kan kamu udah bla.. bla bla..." Atau "Buat orang kayak kamu mah, pasti ntar dicari sama perusahaan..". Ya... saya amini sajalah kalau orang-orang sudah berkata begitu.
Tapi sore ini, setelah tak sengaja kepo sana sini di twitter, saya lantas berfikir.
Apalah untungnya memburu rizky Allah yang bernama pekerjaan ini dengan tergesa-gesa hingga harus stress atau gamang?
Toh, saya masih berada di Unisi, sebuah tempat kerja paling menyenangkan di dunia dengan gaji yang lebih dari cukup. Kelak ketika saya akan meninggalkan unisi untuk 'benar-benar' bekerja pasti akan menjadi hal yang sangat menyedihkan. Ya bayangkan saja, saya di radio 6 tahun lebih dan setahun ini saya terlibat secara managerial. Siaran sudah seperti darah yang mengalir di tubuh saya. Kenapa saya tidak menikamtinya sambil beriktiar? Ya kan?
Alih-alih saya mengiyakan pekerjaan yang salah hanya supaya saya dapat pekerjaan yang beralaskan gengsi, sabar sebentar untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai passion juga tidak rugi kok.
Itulah saya dalam melihat pekerjaan. Terserah bila mau mengatakan saya idealis. Bagi saya hidup tanpa idealisme yang terus dipegang hanya seperti ikan mati yang mengikuti arus. Bagi saya pekerjaan bukan hanya tentang gaji (kalau kerjaan hanya tentang gaji, saya jadi pelacur juga selesai, itu kan juga pekerjaan), melainkan tentang bagaimana saya belajar dan berkembang. Apalagi saya berencana mengambil S2 di luar dalam waktu 2 tahun ini. Jadi bagi saya lulusnya saya dari S1 adalah untuk mencari tempat belajar baru yang kebetulan dibayar, lantas belajar lagi di level S2, lantas mengabdi. Belajar dan berbagi sampai mati adalah hal yang selalu ingin saya jalani.
Dalam tahap ini, saat malam sebelum saya tidur, saya menatap langit-langit kamar dan kadang menangis. Bertanya dalam hati "Ya Allah.. jadi bagaimana ini?" Saya bingung sendiri dengan bagaimana saya harus menapaki masa depan. Tapi kok saya bisa sampai lupa ya, Allah itu kan maha besar dan tidak akan pernah salah dalam menetapkan masa depan untuk setiap hambanya.
Jadi alih-alih saya membandingkan diri dengan orang lain yang ini dan itu, lebih baik saya menyusukuri saja apa yang ada saat ini. Toh saya juga tidak diam saja meminta, saya juga berusaha, saya juga menyiapkan rencana, Allah tahu itu. Jadi jika sampai hari ini semua masih terasa abu-abu, mungkin Allah sedang mempersiapkan yang terbaik.
Ah, saya jadi ingat ucapan seorang teman yang cukup menyebalkan. Walau malas mengakui tapi ucapannya benar. Dia berkata bahwa di usia 20an seperti ini, terlalu rugi untuk melakukan sesuatu yang membosankan. Walaupun bukan berarti juga saya jadi acuh dengan hidup saya, tapi menikamti fase mencari "tempat belajar baru" ini juga tak ada salahnya.
Karena rejeki tidak akan pernah tertukar, jadi mari banyak-banyak bersabar.
Ayo Ipeh, kamu bisa!
:)
Senin, 02 Desember 2013
Judi
Di sebuah meja judi,
Orang-orang berdatangan tanpa pilihan.
Meja judi sudah berbaik hati menyediakannya.
Bersendu untuk kalah
Pesta pora untuk menang.
Lelaki itu,
mempertaruhkan harga dirinya.
seluruhnya.
Wanita setengah baya itu.
mempertaruhkan keperawanannya,
seutuhnya
Perempuan muda itu,
mempertaruhkan masa depannya,
separuhnya
Lelaki berjenggot itu,
mempetaruhkan hidupnya,
selamanya.
Perempuan berkerudung merah itu,
mempertaruhkan kebahagiaannya,
hingga habis.
Kemudian,
Dia tertawa,
Dia menjerit,
Dia menangis,
Dia mengiba,
Dia terpuruk,
Dia terjengkang,
Dia tertohok
Sebagian pulang,
Sebagian bertahan.
Tapi mereka akan kembali lagi,
pada sebuah meja judi.
Mungkin dengan menaikan taruhannya.
Atau malah menurunkan resikonya.
Memperbaiki strateginya.
Atau mencoba cara curang lainnya.
Walau mereka tau, meja judi tak berpihak.
Meja judi tak akan bisa ditebak!
Pada meja judi ini, pun aku larung semua hidupku.
Utuh!
Buat apa takut!
Hidup ini juga hanya sebuah pertaruhan besar.
Orang-orang berdatangan tanpa pilihan.
Meja judi sudah berbaik hati menyediakannya.
Bersendu untuk kalah
Pesta pora untuk menang.
Lelaki itu,
mempertaruhkan harga dirinya.
seluruhnya.
Wanita setengah baya itu.
mempertaruhkan keperawanannya,
seutuhnya
Perempuan muda itu,
mempertaruhkan masa depannya,
separuhnya
Lelaki berjenggot itu,
mempetaruhkan hidupnya,
selamanya.
Perempuan berkerudung merah itu,
mempertaruhkan kebahagiaannya,
hingga habis.
Kemudian,
Dia tertawa,
Dia menjerit,
Dia menangis,
Dia mengiba,
Dia terpuruk,
Dia terjengkang,
Dia tertohok
Sebagian pulang,
Sebagian bertahan.
Tapi mereka akan kembali lagi,
pada sebuah meja judi.
Mungkin dengan menaikan taruhannya.
Atau malah menurunkan resikonya.
Memperbaiki strateginya.
Atau mencoba cara curang lainnya.
Walau mereka tau, meja judi tak berpihak.
Meja judi tak akan bisa ditebak!
Pada meja judi ini, pun aku larung semua hidupku.
Utuh!
Buat apa takut!
Hidup ini juga hanya sebuah pertaruhan besar.
"NAIKAN TARUHANNYA!!"
Langganan:
Postingan (Atom)