"Kadang terasa sulit untuk mensyukuri apa yang ada. Atau hanya kita saja yang tak puas dengan apa yang ada" Kita bisa
Sebenarnya saya ingin menyelesaikan tulisan saya yang berjudul ransel sore ini, tapi entah kenapa saya merasa harus mengeluarkan semua uneg-ueng saya lewat sebuah tulisan. Ya, tulisan kali ini akan menjadi satu tulisan sampah karena isinya adalah tentang semua hal yang sedang saya rasakan.
Saya pernah membaca sebuah tweet dari @fala_adinda yang berbunyi kira-kira begini 'udah dinikmati aja, setiap fase dalam hidup itu ada kesulitannya' waktu itu kalau tidak salah, fala ngetwit saat posisinya sedang jadi penganten baru. Saya yakin saat itu Fala pasti sedang merasa gamang, karena pernikahan yang baru dijalaninya. Mungkin loh ya. Ya... walau saya tidak mengenal si fala itu, tapi entah kenapa saya meyakini itu.
Karena seperti Falla, saya pun sedang merasakan kegamangan itu. Bedanya jika falla bicara dengan konteks pernikahan, kalau saya tentang pekerjaan.
Dan twit fala itu membuat saya lega. Ya.. saya harus menikmati fase ini.
HAH!
Tahukah kamu berapa banyak pekerjaan di luar sana? BANYAK!
Tapi mencari pekerjaan sama seperti mencari calon suami. Walau banyak lelaki di luar sana, bukan berarti saya harus menikahi seorang lelaki mesum-tukang nasi goreng hanya supaya punya ingin punya status 'istri' kan? Ya sama juga dengan pekerjaan.
Percayalah, saya sudah mulai bekerja bahkan sejak semester 1 di kuliah. Saya sudah pernah berada di beberapa perusahaan lokal hingga yang agak nasional. Itulah kenapa saya tau bagaimana krusialnya berada di pekerjaan yang salah. Beradadi pekerjaan yang salah berarti juga kita akan hidup karena gaji yang menunggu di akhir bulan. Tidak ada passionnya dan yang ada hanya mengeluh dan mengeluh.
Habis lulus dan kerja. Siapapun akan mengalami fase saya ini : galau dengan urusan 'hidup selanjutnya mau kemana'.
Bayangkan, saya belum punya pacar. Jadi otomatis saya belum bisa punya ancang-ancang menikah dalam waktu dekat.
Pun pekerjaan yang saya idam-idamkan tak juga ada.
Stress? iya.
Resah? iya.
Bingung? iya.
Apalagi jika harus melihat teman-teman saya. Ada beberapa yang sudah kerja, beberapa juga ada sih yang sama bingungnya.
Apalagi banyak sekali yang berkata begini "ah, kamu mah pasti gampang lah cari kerja. Kan kamu udah bla.. bla bla..." Atau "Buat orang kayak kamu mah, pasti ntar dicari sama perusahaan..". Ya... saya amini sajalah kalau orang-orang sudah berkata begitu.
Tapi sore ini, setelah tak sengaja kepo sana sini di twitter, saya lantas berfikir.
Apalah untungnya memburu rizky Allah yang bernama pekerjaan ini dengan tergesa-gesa hingga harus stress atau gamang?
Toh, saya masih berada di Unisi, sebuah tempat kerja paling menyenangkan di dunia dengan gaji yang lebih dari cukup. Kelak ketika saya akan meninggalkan unisi untuk 'benar-benar' bekerja pasti akan menjadi hal yang sangat menyedihkan. Ya bayangkan saja, saya di radio 6 tahun lebih dan setahun ini saya terlibat secara managerial. Siaran sudah seperti darah yang mengalir di tubuh saya. Kenapa saya tidak menikamtinya sambil beriktiar? Ya kan?
Alih-alih saya mengiyakan pekerjaan yang salah hanya supaya saya dapat pekerjaan yang beralaskan gengsi, sabar sebentar untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai passion juga tidak rugi kok.
Itulah saya dalam melihat pekerjaan. Terserah bila mau mengatakan saya idealis. Bagi saya hidup tanpa idealisme yang terus dipegang hanya seperti ikan mati yang mengikuti arus. Bagi saya pekerjaan bukan hanya tentang gaji (kalau kerjaan hanya tentang gaji, saya jadi pelacur juga selesai, itu kan juga pekerjaan), melainkan tentang bagaimana saya belajar dan berkembang. Apalagi saya berencana mengambil S2 di luar dalam waktu 2 tahun ini. Jadi bagi saya lulusnya saya dari S1 adalah untuk mencari tempat belajar baru yang kebetulan dibayar, lantas belajar lagi di level S2, lantas mengabdi. Belajar dan berbagi sampai mati adalah hal yang selalu ingin saya jalani.
Dalam tahap ini, saat malam sebelum saya tidur, saya menatap langit-langit kamar dan kadang menangis. Bertanya dalam hati "Ya Allah.. jadi bagaimana ini?" Saya bingung sendiri dengan bagaimana saya harus menapaki masa depan. Tapi kok saya bisa sampai lupa ya, Allah itu kan maha besar dan tidak akan pernah salah dalam menetapkan masa depan untuk setiap hambanya.
Jadi alih-alih saya membandingkan diri dengan orang lain yang ini dan itu, lebih baik saya menyusukuri saja apa yang ada saat ini. Toh saya juga tidak diam saja meminta, saya juga berusaha, saya juga menyiapkan rencana, Allah tahu itu. Jadi jika sampai hari ini semua masih terasa abu-abu, mungkin Allah sedang mempersiapkan yang terbaik.
Ah, saya jadi ingat ucapan seorang teman yang cukup menyebalkan. Walau malas mengakui tapi ucapannya benar. Dia berkata bahwa di usia 20an seperti ini, terlalu rugi untuk melakukan sesuatu yang membosankan. Walaupun bukan berarti juga saya jadi acuh dengan hidup saya, tapi menikamti fase mencari "tempat belajar baru" ini juga tak ada salahnya.
Karena rejeki tidak akan pernah tertukar, jadi mari banyak-banyak bersabar.
Ayo Ipeh, kamu bisa!
:)
Tidak ada komentar
Posting Komentar