Kamis, 04 Februari 2016

Perbandingan

Saya pikir, tidak ada satupun orang yang benar-benar bisa berbagi cinta.
Ya.. seperti isu poligami misalnya. Walaupun saya harus mengakui itu ada dan diperbolehkan di agama, tapi entah kenapa saya selalu berdoa agar itu tidak akan pernah terjadi dalam hidup saya. Alasannya bukan karena status sosial atau itu berpotensi diomongin oleh satu Indonesia Raya. Alasannya justru sangat pribadi, karena saya engga akan tahan berbagi hak pakai suami dengan orang lain. Atau bisa jadi juga karena saya adalah tipe wanita posesif, jadinya konsep berbagi suami itu engga akan pernah ada dalam cita-cita saya.

Ah engga taulah…

Tapi apapun alasannya, rasanya sulit untuk membayangkan bahwa saya bukanlah wanita satu-satunya. Membayangkan akan ada malam-malam dimana suami saya akan bersama wanita lain, ah… itu sudah lebih dari cukup membuat saya mules. Engga mau, ya Allah. Engga kuwat.. 

Untuk itulah, hormat saya pada teh nini sungguh amat besar.

Anyway… Saya jadi ingat sebuah drama korea yang saya lupa apa judulnya, tapi itu tentang perselingkuhan. Ceritanya sederhana, ada dua keluarga, A dan B. Keluarga A adalah keluarga terpandang, kaya, dan sangat berkelas di Korea. Sementara keluarga B adalah keluarga sederhana, yang sang suami cuma kerja jadi pegawai bank dan si wanita ibu rumah tangga. Perselingkuhan terjadi oleh lelaki dari keluarga A dengan wanita keluarga B. Lebih pelik lagi karena suami si keluarga A juga pernah berselingkuh dari istrinya dengan wanita lain. Jadi, satu-satunya orang yang tidak berselingkuh di drama korea itu adalah si wanita dari keluarga A alias istri dari keluaraga A. Paham kan?

Drama korea itu hanya memiliki episode yang pendek. Engga sampai 20 an kalau engga salah. Tapi saya harus mengakui, kalau saya baru paham apa esensi sakitnya orang yang diselingkuhi saat sudah berkelurga dari drama korea itu. Cara yang sangat cerdas dan ngena!
Sekaligus menjelaskan pada saya mengapa tidak ada orang yang sanggup berbagi hati.
Satu adegan yang akhirnya membuat saya paham, terjadi saat ada pertengkaran di keluarga si A. Sang suami menjelaskan pada sang istri bahwa walaupun dia dan wanita dari keluarga B itu sempat jalan bersama, tapi mereka tidak sampai melalukan hubungan seksual. Dan si lelaki itu memang berkata jujur. Saat perselingkuhan itu terjadi, mereka hanya pergi makan atau ke toko buku bersama. Tidak lebih dari itu. Tapi sang istri, dengan tenangnya berkata, yang kurang lebih kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia begini, “Aku bisa bertahan untuk engga cerai. Demi anak-anak, demi status sosialmu, semuanya bisa aku tahan-tahanin! Tapi jangan pernah minta aku buat memahami kalau kamu itu engga ngapa-ngapain. Karena setiap kali aku liat kamu, sejak aku tau kamu pergi sama dia, yang ada dipikiranku cuma satu. Kalian, ngapain aja? Dia ngapain aja?”

Si suami merasa kehabisa tenaga menjelaskan, dan kembali mengulang penjelasan yang sama kalau dia, tidak melakukan apa-apa dengan si wanita selingkuhannya. Tapi itu tidak cukup kuat membuat si istri paham. Dan pertengkaran tanpa lempar gelas dan adegan tertabrak mobil itupun berakhir dengan si wanita pergi dari ruangan meninggalkan si pria yang terdiam.

Kodrat manusia memang ingin memiliki sesuatu dengan seutuhnya. Tidak separuh, seperdelapan, atau cumi seuprit. Maunya ya sepenuhnya, tidak boleh dibagi, dan tidak bisa dibagi. Perasaan sedih dari seseorang yang diduakan untuk alasan apapun, menurut saya bukan karena perasaan tergantikan. Toh semua orang juga pasti pernah meninggalkan atau ditinggalkan. Jadi perasaan tergantikan itu sebenarnya lumrah. Perasaan sedih dan nyerinya itu, datang dari keharusan untuk mentolerir atau dengan sadar menerima bahwa ada seseorang lain disana, yang bisa atau yang pernah menggantikan peran kita.

Akhirnya perasaan yang muncul adalah perasaan untuk dibandingkan. Dan menerima bahwa kita ternyata mempunyai pembanding, sungguh bukan hal yang sederhana untuk di terima.  

Itulah mungkin yang membuat isu poligami sulit diterima, yang membuat perselingkuhan sulit dimaafkan, dan yang membuat hubungan kita dengan mantannya pasangan kita akan selalu buruk. Apakah ada orang yang benar-benar cinta, bisa ikhlas lahir batin berkata “Aku ga bisa jemput kamu nih, minta jemput mantan  (suami) kamu aja ya… “  

Kan sarap!

***
Saya belum menikah, saya tidak dipoligami, dan saya tidak pernah punya pengalaman diselingkuhi. Tapi malam ketika saya melihat sebuah foto wanita. Sontak hati saya nyeri dan berkata pelan “Oh… jadi ini yang dulu pernah….”



Ah sudahlah….

Tidak ada komentar

© RIWAYAT
Maira Gall