Jumat, 11 Maret 2016

Percayalah, Aku Juga Ingin Di Sini Bersamamu

“Akhirnya semua terjadi juga, yang aku elakkan dan yang aku takutkan… “
 (Tentang Hidup – Sheila On 7)  

Semoga kamu tidak menganggapku sebagai orang yang tidak berperikemanusiaan atau tidak memiliki hati. Hanya karena aku menjadi pihak yang meninggalkanmu.  

Ah, meninggalkan bukanlah hanya. Maaf. Maksudku, karena akulah diantara kita berdua yang pergi duluan dari kisah ini. 

Kalau kamu pikir menjadi seseorang seperti aku itu mudah, maka akan kuberitahu padamu satu hal, bahwa tidak ada hari yang aku lewati sejak hari itu, selain hidup dalam penyesalan. Kumakan waktu untuk berpikir, bahwa seharunya masih ada satu detik lagi yang bisa kuhabiskan bersamamu. Kuharap kamu tau, bahwa sepertimu, inipun tidak mudah untuk aku jalani. 

Tapi sayang, oh sayangku, cobalah pahami, jika kita bersama lalu apa yang sebenarnya kita genggam? Bukankah detik dan detik yang coba kita habiskan itu hanya akan memperkuat perasaan kita saja? Maka kutawarkan padamu kesempatan agar kita tetap menjadi baik-baik saja. Bukan untuk membuat kita tampak buruk, tapi untuk menjaga agar tidak terbesit benci di tengah hati kita yang sungguh sebetulnya baik-baik saja.  

Walau akupun tau, jika aku memintamu untuk tidak membenciku, maka aku akan menjadi orang paling tidak tahu diri yang ada di galaksi ini. Kamu akan membenciku karena membuatmu terluka. Aku sudah tau konsekuensi itu. 

Kisah ini sayangku, tidak dirancang untuk aku dan kamu. Kita hanya meminjam kesempatan ini. Ini hanya perkara siapa yang lebih dulu mau meninggalkan kisah ini. Ini bukan tentang aku yang pergi, atau kamu yang pergi. Kita berdualah yang harusnya mengosongkan kisah ini.  

Akupun sayang, tidak ingin menginggalkanmu, tapi coba katakan padaku, pada kisah yang mana lagi yang harus kita pinjam? Pada akhir seperti apa yang akan kita tuju? Tidakah pertanyaan itu membebani kita berdua?  

Pergi darimu tidak merubah apapun. Kamu masih di tempatmu yang dulu. Aku akan menyimpanmu baik-baik disitu.  

Tapi kita hanya harus beranjak, kau juga tau itu. Bukankah begitu, sayangku?   

___

Sebagai balasan dari sebuah tulisan Felix Kriz dalam "Menjadi Orang yang Meninggalkan" 
https://satyaadrikrisnugraha.wordpress.com/2016/03/10/menjadi-orang-yang-meninggalkan/




Siapa yang meninggalkan atau siapa yang ditinggalkan, apa bedanya? Bukankah keduanya sama-sama bertarung dalam kesendirian? Tanpa perlu mengukur siapa yang lebih terluka dari siapa, bukankah keduanyapun mengalami malam-malam panjang? Tidak perlulah legitimasi siapa yang meninggalkan atau ditinggalkan. Kedunya adalah pihak yang pergi atas nama perpisahan. 

Tidak ada komentar

© RIWAYAT
Maira Gall