Lagi-lagi proses komunikasi
Para artis yang menggunakan baju dan perhiasan yang mahal saat acara red carpet merupakan proses komunikasi yang ingin disampaikan. Kita dapat lihat dari proses komunikasi sebagai isyarat. Selebriti itu mencoba untuk mengisyaratkan pesan non verbal kepada media, masyarakat, dan pencitraan dirinya dengan fashion yang dikenakannnya. Isayarat yang disamapaikan adalah persaan ingin dipuji oleh media dalam hal ini kritik fashion bahwa selebriti itu mampu membeli baju yang mahal dan bagus. Adanya keinginan untuk dipuji bahwa dirinya terlihat menawan dan pantas untuk hadir di ajang red carpet itu dan bagi seorang sselebritis menegluarkan biaya dan mempersiapkan waktu yang panjang demi red carpet merupakan hal yang worth it.
Komunikasi merupakan hal yang bersifat tak reversibel. Artinya komunikasi yang sudah dilakukan tidaka dapat lagi ditarik atau dibuat seolah-olah belum perna terjadi. Begitu pula yang terjadi dalam kasus selebriti Hollywood. Mereka akan rela membeli perhiasan mahal karena mencoba mengkomuniaksikan kepada media fashion bahwa mereka layak, terlihat bagus, tampil menawan dalam acara setingkat red carpet. Karena jika selebriti itu terlihat buruk maka ia akan menjadi bahan obrolan yang entah kapan akan selesai atau malah mendaptkan award ‘dresscode terburuk’.
Pada intinya adalah ini merupakan proses komunikasi non verbal yang coba diungkapkan para selebriti melalui simbol-simbol seperti perhiasan, sepatu, baju yang ia kenakan itu.
Mari bicara persepsi
persepsi merupakan proses dimana kita sadar akan banyaknya stimulus yang memengaruhi indera kita. Dalam hal selebriti yang mengeluarkan banyak biaya serta mengarah pada proses persepsi. Setelah berbagai macam proses komunikasi yang coba diutarakan oleh selebriti itu saat acara red carpet maka persepsi akan dibentuk pada saat acara red carpet itu dimulai.
Proses persepsi itu akan dimulai dari selebriti yang menstimulan media untuk memperhatikannya. Selebriti itu seolah-olah ingin berkata “ hey.. perhatiin dong, aku udah maksimal!” setelah stimulan yang diberikan oleh selebriti itu melalui pakaian dan seluruh aksesorisnya maka media, pengamata busana, hingga masyarakat awam akan menangkap stimulan itu dengan berbagai pemikiran, barulah setelah itu “kerja keras” artis untuk mengeluarkan uang hanya untuk tampil di red carpet akan mendapatkan timbal balik. Entah itu berupa kritikan atau pujian. Hal yang menarik adalah ketika nanti masyarakat serta pengamat mode itu mempunyai persepsi sendiri seperti “ waah.. karena film nya sukses jadi dia beli kalung mahal ni...”
Ada dua teori yang bisa dijadikan kacamata untuk melihat kasus ini. Pertama adalah Atribusi-Diri (self Atribition)selebriti itu mencoba untuk menilai perilakunya sendiri. Sebagia contoh perilaku artis yang rela membeli kalung mahal yang hanya akan dipakai sekali itu merupakan bentuk atribusi diri. Selebriti itu ingin terlihat paling menonjol, paling menawan, paling berbeda dalam perhelatan red carpet. Paling tidak ia dapat memuaskan keinginananya berusaha menjadi yang terbaik walaupun entah apa yang menjadi persepsi media atau masyarakat tapi sebelumnya ia ingin mengarahkan persepsi media atau masyarakat itu tentang dirinya. Dan selebriti itu melauakn dengan keadaan sadar.
Kedua adalah teori konsistensi. Teori ini mempunyai karakteristik bahwa kita sebagai manusia selau ingin hal-hal yang menyenangkan dan hal yang kita inginkan. Kita menjaga ritme agar itu tetap konsisten. Inilah yang terjadi dalam red carpet, yakni bagaimana keninginan sesungguhnya para selebriti itu untuk dipuji dan diberi komentar yang baik. Karena selain kepuasan telah berkorban, bentuk pencitraan diri, itu juga sebagai eksistensi dirinya kedepan. Dengan tampil di red carpet, ia mungkin dapat mendapat peran atau jika tampil menawan di red carpet maka bisa membuat lawan aktingnya menjadi kalah pamor.