“ ya ampuun..” kata itu mungkin bisa mewakili mayoritas masyarakat Indonesia saat mendengar atau melihat kasus Ryan. Pria penyuka sesama jenis (gay) asal Jombang ini melakukan pembunuhan berantai dengan berbagai motif. Saat kasus ini muncul, entah sadar atau tidak kita sebagai khalayak selalu melirik televisi saat berita ini disiarkan. Walau jijik tapi kita masih bertanya pada teman yang membaca koran bagaimana perkembangan kasus Ryan. Rasanya ingin tahu dan penarasan, mengapa pria pendiam seperti Ryan bisa dengan sadis melakukan pembunuhan. Selama hampir sebulan media memberitakan kasus Ryan dengan berbagai sudut pandang dan selama itu pula kita mencoba mencari kepuasan dengan mengkonsumsi media. Mengapa sejak kasus Ryan mencuat kita seperti ingin tahu apapun tentang ryan, tentang kehidupan gaynya, bahkan tentang psikopat. Terpuaskankah kita dengan media yang memberitakan kasus Ryan?
Kacamata untuk melihat kasus Ryan
Tulisan ini membahas bagaimana aundiens dalam melihat berita tentang Ryan. Uses and Gratification Theory dan Social Learning Theory merupakan teori yang akan dijadikan kacamata dalam melihat kasus ini. Uses and Gratification Theory merupakan teori yang mempelajari tentang pemilihan dan konsumsi media oleh individu untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut para pendirinya, Elihu Katz; Jay G. Blumler; dan Michael Gurevitch (), uses and gratifications meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media massa atau sumber-sumber lain , yang membawa pada pola terpaan media yang berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain), dan menimbulkan pemenuhan kebutuhan dan akibat-akibat lain.
Elihu Katz;Jay G. Blumler; dan Michael Gurevitch (dalam Baran dan Davis, 2000) menguraikan lima elemen atau asumsi-asumsi dasar dari Uses and Gratification Media sebagai berikut:
1. Audiens adalah aktif, dan penggunaan media berorientasi pada tujuan.
2. Inisiative yang menghubungkan antara kebutuhan kepuasan dan pilihan media spesifik terletak di tangan audiens
2. Inisiative yang menghubungkan antara kebutuhan kepuasan dan pilihan media spesifik terletak di tangan audiens
3. Media bersaing dengan sumber-sumber lain dalam upaya memuaskan kebutuhan audiens
4. Orang-orang mempunyai kesadaran-diri yang memadai berkenaan penggunaan media, kepentingan dan motivasinya yang menjadi bukti bagi peneliti tentang gambaran keakuratan penggunaan itu.
4. Orang-orang mempunyai kesadaran-diri yang memadai berkenaan penggunaan media, kepentingan dan motivasinya yang menjadi bukti bagi peneliti tentang gambaran keakuratan penggunaan itu.
5. Nilai pertimbangan seputar keperluan audiens tentang media spesifik atau isi harus dibentuk.
Ryan dan penggemarnya
Saya melihat kasus Ryan dan Khalayak yang menontonnya seperti artis dan penggemarnya. Berhubung kacamata kita dalam melihat kasus ini adalah Uses and Gratification Theory maka kita akan berbicara pada khalayak yang aktif. Khalayak aktif adalah khalayak memiliki keputusan aktif tentang bagaimana menggunakan media. Artinya khalayak itu tahu bagaimana merasa terpuaskan (apa yang harus ia ketahui) dengan melihat tayangan Ryan tanpa merasa terbawa arus oleh media yang memberitakan; dan kita juga akan berbicara seberapa besar dampak dari pemberitaan Ryan yang dirasakan oleh Khalayak. Baik kita mulai...
Pertama adalah selektifitas (selectivity). Audiens yang aktif merupakan audiens yang begitu selektif adalam memilih tayangan dan mempunyai tujuan serta maksud yang jelas dalam melihat media. Kita semua tahu, saat berita ryan muncul maka semua media meliput dengan berbagai gaya. Tapi sebagai audiens aktif, ada stasiun televisi yang kita pilih sebagai media yang mewakili kita mendapatkan tujuan. Ia akan memilih satu stasiun televisi yang menurutnya mewakili berita tentang ryan. Jika dalam waktu yang sama di Metro TV dalam tayangan headline news dan juga di Trans TV dalam tayangan insert investigasi memberitakan hal yang sama yakni tentang Ryan maka bagi mereka yang ingin melihat proses hukum ryan maka jelas ia lebih memilih melihat Metro TV karena tujuannya ingin mengetahui bagaimana seorang gay yang akhirnya dihukum. Tapi berbeda bagi mereka yang ingin mengetahui bagaimana rumor hubungan ryan dengan artis indra bulgrman, jelas Trans TV yang menjadi pelabuhan dalam memuaskan keingintahuannya. Ada maksud yang jelas dari mengapa ia menonton tayangan.
Kedua adalah utilitarianisme (utilitarianism) di mana khalayak aktif dikatakan mengkonsumsi media dalam rangka suatu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan tertentu yang mereka miliki. Bagi pelajar SMA melihat tayangan tentang Ryan hanya sebagai informasi selingan, tapi bagi mahasiswa akhir Psikologi, peristiwa Ryan dapat dijadikan bahan skripsi.
Ketiga adalah intensionalitas (intentionality), yang mengandung makna penggunaan secara sengaja dari isi media. Khalayak aktif, tidak akan dengan mudah meghakimi bahwa dengan adanya Ryan maka kaum penyuka sesama jenis (gay) adalah psikopat. Karena khalayak itu akan berfikir bahwa tidak adil jika menyamaratakan semua gay dan menariknya dalam satu image yakni Ryan yang merupakan seorang psikopat. Bagaimanapun media memberitakan tentang Ryan yang kahirnya menilai Ryan itu seperti apa dan kaum gay itu bagaimana adalah khalayak. Untuk itu bagi khalayak aktif, tidak akan dengan mentah menelan seluruh berita tentang Ryan.
Keempat adalah keikutsertaan (involvement) atau usaha. Maksudnya khalayak secara aktif berfikir mengenai alasan mereka dalam mengkonsumsi media. William J. McGuire menyebutkan bahwa hanya dua motif khalayak mendapat berita yaitu motif kognitif (berhubungan dengan pengetahuan) dan motif afektif (berkaitan dengan “perasaan”)[1]. Dengan dua motif itulah khalayak akan tahu untuk apa dan apa yang ia cari dari tayangan Ryan.
Kelima, khalayak aktif dipercaya sebagai komunitas yang tahan dalam menghadapi pengaruh media (impervious to influence), atau tidak mudah dibujuk oleh media itu sendiri. Ketika kasus Ryan mencuat dan madia memberitakan dengan derasnya maka yang secara tidak langsung terkena imbasnya adalah kaum gay, orang-orang alim, oramg-orang pendiam, orang-orang desa, anak-anak brogen home yang jarang bersosialisasi. Media memotret kasus Ryan dengan banyak celah sehingga banyak pula aspek yang tergali dan terbuka. Karena bukan berarti jika ada artikel yang berjudul ciri-ciri psikopat yang salah satu cirinya adalah cemburu berlebih lantas menuduh pasangan atau saudara yang cemburuan itu sebagai psikopat. Namun sebaliknya, bagi masyarakat yang menganggap kaum gay sebagai kaum yang ramah, dapat berubah persepsinya karena kasus Ryan.
Iih.. Ada gay
Dengan teori ini maka media yang memberitakan tentang Ryan yang paling mendekati tujuanlah yang akan banyak ditonton, karena yang memilih media untuk pemuasan kebutuhan adalah khalayak itu sendiri.
Jika kita bicara efek dalam Uses and Gratification Theory maka khalayak tidak langsung percaya bahwa semua gay adalah pembunuh berantai, tapi tetap saja mereka sedikit waspada ketika mengetahui jika cowo ganteng itu tenyata gay, hanya kita tidak akan langsung lari terbirit-birit karena takut dibunuh kan? Sekedar waspada dan mengambil jarak mungkin iya.
Tidak ada komentar
Posting Komentar