Selasa, 26 Januari 2010

saya hanya melirik sinetron

SAYA (TIDAK) NONTON SINETRON!
“fitri… bertahanlah sayang!” ujar Farel dengan raut wajah panik, sementara si istri, terus memgangi perutnya yang buncit dan berbicara perlahan…”sakit….”



Monoton! Itu yang dapat disimpulkan dari dunia persinetronan Indonesia. Dengan alur, latar, ide cerita, ending,hingga intrik yang coba saja perhatikan, hanya bergelut pada hal-hal yang seperti itu saja. Ada antogonis yang selalu menjahati protagonis. Ada adegan amnesia, tamparan, hingga pelukan mesra. Begitu seterusnya hingga sang protagonis mendapati kembali kebahagiaannya dan tamat!
Bukan bermaksud untuk menjelakkan karya anak bangsa, namun sudah menjadi rahasia umum bahwa sinetron Indonesia tidak menawarakan unsur edukasi di dalamnya. Namun toh, apa pula peduli dari Production House yang membuat sinetron-sinetron striping itu tentang pendidikan, jelas darisitulah pundi-pundi rupiah mengalir, dan masyarakat Indonesia pun dengan mudahnya menjadikan sinetron sebagai alat rekreasi termurah. Jika sudah begini, siapa yang bisa dipersalahkan?

Sinetron Budaya Kita, Awas di Klaim!
Setiap harinya, coba hitung berapa banyak sinetron striping yang ditampilkan dalam layar kaca kita? Sebanyak itulah sinetron Indonesia, mencoba untuk menghipnotis para pencintanya. Terkadang terasa menggelikan jika banyak dari masyarakat kita, yang begitu melibatkan emosinya ketika menonton sinetron striping. Tak jarang dari mereka meneteskan air mata, hingga perasaan kesal ketika iklan memotong adegan tersebut. Seperti terhipnotis bukan?
Dengan judul yang (hampir) serempak sinetron striping hadir dengan nusnsa cinta didalamnya. Namun disini, penulis tidak sedang membicarakan lanjutan cerita sinetron-sinerton itu, melainkan mencoba menganalisis ada apa di balikanya. Subjektif penulis, cerita sinetron-sinetron Indonesia merupakan cerminan budaya Indonesia.
Production House yang membuat cerita, hanya terinspirasi pada kisah-kisah masyarakat Indonesia pada kesehariannya saja. Mengapa? Karena PH tersebut hanya ingin membuat cerita yang gampang dimengerti oleh pemirsanya, untuk mempermudah maka PH hanya mengambil kisah-kisah yang familiar di masyarakat. Jarang bukan kita melihat, bagaimana kehidupan masyarakat gunung yang susah tanpa kehidupan cinta-cintaan dalam layar sinetron, atau kita juga nyaris tidak bida melihat adegan ranjang homoseksual dalam layar televisi. Karena kisah-kisah seperti itu tidak familiar oleh masyarakat kita, yang familiar adalah tayangan yang biasa ada di layar kaca sehingga kemudian dapat menaikan ratting, itulah sinetron kita.
Dengan begitu coba pikirkan, selama ini masyarakat kita, remaja hingga ibu-ibu hanya melihat tayangan yang sebenarnya familiar dengan kehidupan nyata, namun karena dibumbui oleh aktor serta artis yang good looking, maka melewatkan satu episode pun rasanya sayang.
Ironisnya, jika kebudayaan menonton sinetron ini terus merajai, yang akan terjadi adalah mental atau pandangan masyarakat kita akan terbatas pada apa yang selalu kita lihat. Contohnya, remaja putri menjadi berfikir bahwa pacaran di usia SMP adalah hal yang sebaiknya dilakukan, atau anak SMA yang berfikir jika belum berselingkuh maka belum mantap status sosialnya sebagai anak SMA. Dan lagi-lagi, itu didapat dari tanyangan indah berjudul sinetron!
Jadi, jika kita mencemooh tayangan atau jalan cerita dari sinetron, sebenarnya kita sedang mencemooh kehidupan sosial kita. Karena cerminan sinetron kita, hanya diambil dari kehidupan sosial kita sendiri. Lantas, siapa yang tidak kreatif disisni?

Pilih tayanganmu = Pilih Kualitas otakmu
Dari hasil analisis tayangan sinetron, didapatkan data bahwa dalam satu minggu sebanyak 7 stasiun tv swasta menyediakan waktu kurang lebih 5.640 menit untuk menayangan sinetron, lebih dari 51 judul dalam seminggu atau 7 judul sinetrondalam sehari. Data yang diolah Litbang SCTV (tahun 2001-2005) menunjukkan bahwa program sinetron FTV rata-rata ditonton 23,6 persen pemirsa pada jam tayang 19.00 WIB, sedangkan Galasinema, salah satu program andalan SCTV, pada tahun 2005-2006 diminati oleh 18,4 persen pemirsa dengan rating rata-rata 4,9. (www.panyingkul.com)
Dahsyat! Sinetron Indonesia dapat melakukan banyak hal. Sinetron dapat membuat produktifitas masyarakat menjadi berkurang, namun disisi lain dengan adanya sinetron dapat membuat masyarakat Indonesia menjadi termotifasi karenanya. Sinetron sukses membodohi masyarakat, namun sinerton pun berhasil membuat para insan persinetronan mengembangkan karirnya. Dilema!
Banyak macam sinetron di Indonesia. Ada sinetron yang mengedepankan aspek moralitas didalamnya yang dibungkus apik oleh tanyangan-tanyagan syuting yang sederhana, namun sinetron jenis ini hanya ada pada masa-masa tertentu seperi Ramadhan, atau natal. Ada pula jenis sinetron yang bertujuan untuk memasyarakatkan hal-hal yang tabu, seperti sinetron yang bercerita tentang poligami. Ada pula jenis sinetron yang mengedepankan aspek kekeluargaan, sehingga aman ditonton dan biasanya sinetron ini tidak mempunyai ratting yang tinggi, dan kebanyakan adalah tipe sinetron striping yang menawarkan intrik tidak berkesudahan yang menjadikan penontonnya terbuai pada alam khayal.
Seperti yang dikatakan di atas, bahwa sinetron Indonesia merupakan kebuayaan sekaligus dilema. Maka, sebagai para konsumen dan penikmat diwajibkan untuk memilih tayangan-tayangan yang dapat menambah muatan otak. Bertahan dalam globalisasi saat ini memang menuntut banyak hal. Selain harus selalu menjaga setiap perilaku dan pergaulan kita, modal yang harus dimiliki agar dapat bertahan adalah selalu meng-upgrade otak kita dengan berbagai informasi. Pilih tayangan yang dapat membangkitkan rasa igin tahu menjadi lebih besar lagi. Jadikan televisi sebagai media edukasi yang paling mudah. Sebagai masyarakat yang tidak menyukai sinetron, penulis lebih senang mendengar kabar gulung tikarnya PH, daripada lanjutan session dari sinetron yang tayang setiap jam 8 malam.
Untuk kualitas yang lebih baik, maka penulis lantangakan suara dan berkata “ hari gini.. nonton sinetron?”


Dafar pustaka
http://74.125.153.132/search?q=cache:H-HMVTi0pWsJ:www.panyingkul.com/view.php%3Fid%3D264%26jenis%3Drisetkita+persentase+orang+nonton+sinetron (28 Agustus, pukul 19:08:13)

Tidak ada komentar

© RIWAYAT
Maira Gall