Indonesia memang laboratorium manusia. Jika mau meneliti apa saja tentang manusia, tinggal datang kesini. Semuanya lengkap tersedia. Dari yang paling kaya hingga yang paling miskin. Dari yang paling pintar sampai yang berpura-pura pintar, semuanya ada.
Jika ini makanan, maka benarlah bahwa Indonesia adalah gado-gado.
Mengakui bahwa kita adalah bagian dari Indonesia, berarti mengakui ke gado-gadoan itu. Itulah mengapa Bhineka Tunggal Ika menjadi sangat sedap ketika diucapkan, mungkin karena inilah saus kacang yang jadi pengikat semua keragaman suku dan bangsa.
Tapi gado-gado tak melulu lengkap dan komplit sebagaimana adanya. Sama seperti kita ketika memesan gado-gado, kadang kita punya special request yang bikin ribet si penjual.
"Mas, engga pake telor ya",
"Mas, ketupatnya separo aja",
"Engga pake ketimun ya mas",
"Sayurnya dikit aja"
"Ga pedes mas. Ehh... pedes deh dikit. Dikit aja tapi"
See? Jadi konsep gado-gado itu sebetulnya bukan makanan mutlak, itu semua terserah bagaimana kita mau mengkastemnya.
Ya sama seperti Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Jika benar bahwa kita adalah penghuni tulen negeri ini, seharusnya kita memakan semua keragaman ini dengan lengkap, tapi berhubung kita ini penikmat gado-gado dengan special request. Jadi suka-suka kita dong bagaimana Indonesia itu. Ada yang merasa sangat Indonesia walau belum pernah keluar dari Pulau Jawa. Ada juga yang merasa sangat Indonesia karena sering membuat aksi-aksi sosial untuk Indonesia. Apapun itu, pokoknya jangan sampai lupa bumbu kacangnya alias Bhineka Tunggal Ika nya.
Apakah aku paham soal Indonesia? Entahlah. Tapi aku akan selalu tertarik dengan manusia-manusia di Indonesia. Untuk itulah aku di sini, tiba dengan selamat bahkan ketika matahari
bahkan belum terlihat jelas. Aku tiba dengan penampilan yang masih sangat kacau. Mata yang masih setengah
melek, mulut masih asam, dan hati masih belum sepenuhnya sadar.
Ini sih bukan pengalaman pertama aku ke sini. Beberapa
tahun silam aku pernah kesini bersama dengan teman-teman kuliah. Kami
dengan bangganya bisa mendarat di Bumi Cendrawasih untuk melakukan
kegiatan paling seru, KKN atau Kuliah Kerja Nyata. Tapi ini pun tak kalah seru. Ada misi yang harus dituntaskan di sini. Sebagai Antropologis, pulang ke Indonesia sama halnya seperti berkutat di labolatorium bagi para ilmuwan. Jadi ini bukan dalam rangka diving di Raja Ampat atau mendaki pegunungan Jayawijaya. Ini dalam rangka bermain di labolatorium manusia.
"E.. Kakak Re, mobil su ada.."
"Oh iya. Kita pergi sekarang aja kak" Aku menjawab supir.
Papua pagi ini memesona seperti seharusnya. Cantik sekali. Bukit di kiri dipadu dengan danau Sentani di kanan adalah hiburan sempurna untuk mata. Danaunya bersih dan sangat biru, bukit batunya juga meliuk-liuk apik sepanjang jalan. Aku serasa disambut tarian alam.
Untung aku tiba di pagi hari, jadi masih bisa kebagian udara segarnya. Komplit sudah pagi ini.
Aku hirup dalam-dalam udara Papua yang berbeda ini, sebelum habis.
Here I am, Papua.
#31harimenulis
#2-31
Tidak ada komentar
Posting Komentar