"When we first met, I had no idea you would be so important to me"
Kadang hidup ini bergerak konstan. Seperti berjalan namun hanya di tempat. Seperti melangkah tapi mengantarkan entah kemana. Rasanya kita telah berjalan jauh, namun ternyata asa dan rasa masih tertinggal di tempat yang sama dan yang terasa hanya lelah.
“Kalo
kamu lagi laper kamu ngapain Peh” Kata Intan sahabatku.
“Ya
makan dong”
“Kalo
kamu ngantuk?”
“Ya
tidurlah.. apaan sih?”
“Kalo
kamu capek?”
“Ya
istirahat dong…”
“Nah,
itu. Kamu butuh istirahat. Kamu butuh pulang” Katanya menatap mataku dalam.
Intan benar, aku memang harus pulang dan beristirahat. Menemukan hati untuk tempat
berpulang. Hati yang akan menungguku saat lelah mendera dan akan membelai
dengan hangat saat aku merasa gelimpungan.
Tapi
kepada siapa?
Kemana
aku harus menemukan rumahku?
…
"Udah
sih Peh.. yang pentingkankan dia bakal dateng. Perkara nanti bakal gimana, ga
usah terlalu dipikirin juga. Kamu jadi cewe juga jaga wibawa dong, emansipasi
sih emansipasi, tapi apa kata Ibu Kita Kartini kalo kamu sengebet ini sama
dia" Ucap Intan.
Intan sahabatku ini memang punya kemampuan nyinyir yang tiada tara. Tapi justru
itulah yang membuat aku betah ada disampingnya.
Orang-orang
selalu menganggapku sebagai manusia pemikir. Semua hal aku pikirkan dengan
detail. Intan inilah yang kerap menegurku untuk berhenti berfikir dan mulai untuk
bertindak.
"Hidup
itu kayak game. Kalo mau menang main game, ya dimainin jangan kelamaan dipikir”
katanya suatu hari.
Intan tahu betul bahwa sudah dua minggu ini aku mengawasi seorang lelaki dalam diamku
yang bernama Edo.
Lelaki
yang aku temui saat aku iseng untuk membuka Profile Facebook dari seorang teman.
Hidup di jaman bermedia sosial seperti ini memang membuat keinginan mengintip
dan rasa ingin tahu menjadi meningkat. Sehingga wajar jika saat ini sulit menjumpai
istilah 'Cinta Pada Pandangan Pertama', karena sekarang, lebih mungkin
menjumpai istilah 'Cinta Pada Pandangan Foto Profile Facebook Pertama”
Beruntung
Edo adalah kakak kelas Intan saat SMA,sehingga tak sulit untuk memintanya membawa
edo datang ke sebuah acara Jazz yang akan diselenggarakan di akhir minggu ini. Skenario
yang kacangan sebetulnya, aku hanya meminta Intan mengenalkan aku pada Edo dengan
alih-alih ‘tidak sengaja bertemu’
***
Dan
setelah seminggu berlalu, aku berdoa dan berharap, agar sore nanti semesta melakukan konspirasinya untuk mendukung
skenarioku. Hanya untuk menandakan bahwa semua doa dan harapan saya mendapat
dukungan.
Karena
menunggu tak bisa lagi sesabar ini. Karena semua diam ini hanya akan membawa
langkah ini pada entah kemana. Jadi pinta sederhanaku adalah agar semesta
berkonspirasi.
***
Di sore itu,
Degup jantungku tak pernah secepat
ini. lurus pandanganku, aku melihatnya berdiri dengan manis. Walau ragu, aku tetap mantap melangkah,
hingga tak sadar seorang lelaki tangah bergegas berlari kearahku, hingga..
“GUBRAK”
Lelaki tadi menabraku dan menumpahkan
soda berwarna merah di bajuku.
“aduh sori banget” kata suara itu.
Aku mendongak kesal, melemparkan
pandangan tak suka sambil berkata “Gapapa kok mas..”
Dari kejauhan aku melihat Intan
berjalan mendekatiku bersama dengan Edo.
“Ipeeeeh.. ya ampun, kamu lama banget
sih? Eh kenalin nih, temenku” Kata Intan dengan tenang mengenalkanku pada Edo.
“Halo, ipeh ya? Edo” katanya ramah
“Halo juga mas. Aku ipeh” Suara ku
agak parau terdengar
“Eh, itu bajunya kenapa?” tanyanya
“Oh.. ini…” kataku gagap
“Aku yang numpahin” Lelaki penumpah
soda itu akhirnya bicara.
“Mas rezaaaa.. kamu juga disini, apa
kabar?” Intan berseru. Tunggu, Intan
kenal?
“Woy bro! lama ga ketemu, akhirnya
ketemu juga disini, sama siapa?” Kata Edo menimpali. Hah? Lelaki ini siapa sih?
“Baik Ntan, kamu kesini sama Edo? Aku
sama temen-temen kuliah kok” Lelaki yang disebut Reza ini menjawab.
“Engga, aku sama ipeh yang bajunya
kamu kotorin mas, trus tadi kebetulan ketemu sama mas Edo” Gea menjelaskan
sambil mengedipkan mata.
“Eh eniwe, aku duluan ya? Tiba-tiba
ada acara dadakan nih, jadi ga bisa lama. Yuk semua, enjoy acaranya” Edo
menjawab
“Mau kemana mas?” Tanyaku penasaran.
“Ada deh..” Katanya sambil tersenyum
dan kemudian berlalu.
Intan meliriku dari sudut matanya. Rasa
sedih menjelajar di sekujur mataku.
Semua skenario ini gagal. Tak ada konspirasi. Semesta tak pernah berkonspirasi.
Semua skenario ini gagal. Tak ada konspirasi. Semesta tak pernah berkonspirasi.
***
5 Hari kemudian
“100.3 FM Radio gaul, hai intelektual muda,
ketemu lagi bareng aku Arnindita Felia alias ipeh di Intermezzo siang. Kamu
yang lagi on the way dari rumah ke kantor atau sebaliknya dan pengen denger
lagu seru, wah pas banget, karena aku sudah siap muterin lagu pilihan kamu.
Ditungguin ya!”
Dan lagu bizzare Love triangle
mengalun pelan sebagai lagu pembuka siaranku.
Hingga telfon bordering.
“Halo.. Gaul, selamat siang..”
“Siang, mau request lagu doong..”
“Oke deh, tapi ini offline loh ya. Mau lagu apa nih?”
“hehehe iya tau kok kalo ga on air.
Hmm.. mau denger fine by me dari Andy Grammer boleh?
“Boleh-boleh… ciye, kasmaran nih
kayaknya. Eh dari siapa sih ini?”
“Ntar dulu siapanya mah, buat siapanya
dulu aja”
“Hahaha.. yadeh yadeh.. buat siapa?”
“Buat yang hari ini rambutnya dikuncir”
“Wah, ibu kantin di depan tuh di
kuncir… Pas banget”
“hahaha.. dan terus yang hari ini pake
baju warna hijau bunga-bunga kuning”
“Hah?”
“Dan pake jins biru dan sepatu hijau
polos”
“……”
“……”
“Haloooo, kok penyiarnya diem sih?”
Di depan callbox, aku melihat seorang
pria, dengan bunga dan senyum menawannya.
Di telfon dia masih berkata
“Buat wanita yang aku temui di
Ngayogjazz, yang aku tabrak dia pake
soda, dan dari detik itu, aku selalu mikirin dia. Buat dia lagunya”
Aku terdiam, terkejut bahwa ternyata semesta
memang berkonspirasi sore itu.
Diiringi lembutnya lagu fine by me.
Aku merasa semesta melakukan konspirasinya dengan teramat rahasia. Tanpa aku
tahu tandanya, tanpa aku paham maknanya dan semesta melakukan konspirasi dengan
baik di hari itu. Di sore itu, di sore dimana aku berharap semesta melakukan
konspirasinya dengan baik. Dan ternyata benar.
“But
I’m staring at You now. There’s no one else around. I’m thinking you are the
girl for me. I’m just saying it’s fine by me. If you never leave. And we can
live like this forever, it’s fine by me”
Andy grammer bernyanyi dengan merdunya
saat aku keluar dari callbox, menghampirinya dan tersenyum, tepat saat Intan
mengirimiku pesan singkat : “Aku lupa ngasih tau kamu, kemaren pas ngayogjazz
mas reza ribut minta dikenalin sama kamu dan ya udah aku kasih aja nomermu.
Kamu udah smsan belom? Ciyee…”
Ya Tuhan :)
NB : Jangn remehkan kekuatan langit dalam mendengar pinta.
#27
#31harimenulis
#bagian2
Ya Tuhan :)
NB : Jangn remehkan kekuatan langit dalam mendengar pinta.
#27
#31harimenulis
#bagian2
Tidak ada komentar
Posting Komentar