Senin, 10 Juni 2013

Konspirasi Semesta


"When we first met, I had no idea you would be so important to me"


Kadang hidup ini bergerak konstan. Seperti berjalan namun hanya di tempat. Seperti melangkah tapi mengantarkan entah kemana. Rasanya kita telah berjalan jauh, namun ternyata asa dan rasa masih tertinggal di tempat yang sama dan yang terasa hanya lelah.

“Kalo kamu lagi laper kamu ngapain Peh” Kata Intan sahabatku.
“Ya makan dong”
“Kalo kamu ngantuk?”
“Ya tidurlah.. apaan sih?”
“Kalo kamu capek?”
“Ya istirahat dong…”
“Nah, itu. Kamu butuh istirahat. Kamu butuh pulang” Katanya menatap mataku dalam.

Intan benar, aku memang harus pulang dan beristirahat. Menemukan hati untuk tempat berpulang. Hati yang akan menungguku saat lelah mendera dan akan membelai dengan hangat saat aku merasa gelimpungan.

Tapi kepada siapa?
Kemana aku harus menemukan rumahku?


"Udah sih Peh.. yang pentingkankan dia bakal dateng. Perkara nanti bakal gimana, ga usah terlalu dipikirin juga. Kamu jadi cewe juga jaga wibawa dong, emansipasi sih emansipasi, tapi apa kata Ibu Kita Kartini kalo kamu sengebet ini sama dia" Ucap Intan.

Intan sahabatku ini memang punya kemampuan nyinyir yang tiada tara. Tapi justru itulah yang membuat aku betah ada disampingnya.
Orang-orang selalu menganggapku sebagai manusia pemikir. Semua hal aku pikirkan dengan detail. Intan inilah yang kerap menegurku untuk berhenti berfikir dan mulai untuk bertindak.
"Hidup itu kayak game. Kalo mau menang main game, ya dimainin jangan kelamaan dipikir” katanya suatu hari.

Intan tahu betul bahwa sudah dua minggu ini aku mengawasi seorang lelaki dalam diamku yang bernama Edo.
Lelaki yang aku temui saat aku iseng untuk membuka Profile Facebook dari seorang teman. Hidup di jaman bermedia sosial seperti ini memang membuat keinginan mengintip dan rasa ingin tahu menjadi meningkat. Sehingga wajar jika saat ini sulit menjumpai istilah 'Cinta Pada Pandangan Pertama', karena sekarang, lebih mungkin menjumpai istilah 'Cinta Pada Pandangan Foto Profile Facebook Pertama”

Beruntung Edo adalah kakak kelas Intan saat SMA,sehingga tak sulit untuk memintanya membawa edo datang ke sebuah acara Jazz yang akan diselenggarakan di akhir minggu ini. Skenario yang kacangan sebetulnya, aku hanya meminta Intan mengenalkan aku pada Edo dengan alih-alih ‘tidak sengaja bertemu’

***
Dan setelah seminggu berlalu, aku berdoa dan berharap, agar sore nanti semesta  melakukan konspirasinya untuk mendukung skenarioku. Hanya untuk menandakan bahwa semua doa dan harapan saya mendapat dukungan.
Karena menunggu tak bisa lagi sesabar ini. Karena semua diam ini hanya akan membawa langkah ini pada entah kemana. Jadi pinta sederhanaku adalah agar semesta berkonspirasi.

***
Di sore itu,
Degup jantungku tak pernah secepat ini. lurus pandanganku, aku melihatnya berdiri dengan manis.  Walau ragu, aku tetap mantap melangkah, hingga tak sadar seorang lelaki tangah bergegas berlari kearahku, hingga..
“GUBRAK”
Lelaki tadi menabraku dan menumpahkan soda berwarna merah di bajuku.
“aduh sori banget” kata suara itu.
Aku mendongak kesal, melemparkan pandangan tak suka sambil berkata “Gapapa kok mas..”
Dari kejauhan aku melihat Intan berjalan mendekatiku bersama dengan Edo.
“Ipeeeeh.. ya ampun, kamu lama banget sih? Eh kenalin nih, temenku” Kata Intan dengan tenang mengenalkanku pada Edo.
“Halo, ipeh ya? Edo” katanya ramah
“Halo juga mas. Aku ipeh” Suara ku agak parau terdengar
“Eh, itu bajunya kenapa?” tanyanya
“Oh.. ini…” kataku gagap

“Aku yang numpahin” Lelaki penumpah soda itu akhirnya bicara.
“Mas rezaaaa.. kamu juga disini, apa kabar?” Intan berseru. Tunggu, Intan kenal?
“Woy bro! lama ga ketemu, akhirnya ketemu juga disini, sama siapa?” Kata Edo menimpali. Hah? Lelaki ini siapa sih?
“Baik Ntan, kamu kesini sama Edo? Aku sama temen-temen kuliah kok” Lelaki yang disebut Reza ini menjawab.
“Engga, aku sama ipeh yang bajunya kamu kotorin mas, trus tadi kebetulan ketemu sama mas Edo” Gea menjelaskan sambil mengedipkan mata.
“Eh eniwe, aku duluan ya? Tiba-tiba ada acara dadakan nih, jadi ga bisa lama. Yuk semua, enjoy acaranya” Edo menjawab
“Mau kemana mas?” Tanyaku penasaran.
“Ada deh..” Katanya sambil tersenyum dan kemudian berlalu.
Intan meliriku dari sudut matanya. Rasa sedih menjelajar di sekujur mataku. 

Semua skenario ini gagal. Tak ada konspirasi. Semesta tak pernah berkonspirasi.

***

5 Hari kemudian
 “100.3 FM Radio gaul, hai intelektual muda, ketemu lagi bareng aku Arnindita Felia alias ipeh di Intermezzo siang. Kamu yang lagi on the way dari rumah ke kantor atau sebaliknya dan pengen denger lagu seru, wah pas banget, karena aku sudah siap muterin lagu pilihan kamu. Ditungguin ya!”
Dan lagu bizzare Love triangle mengalun pelan sebagai lagu pembuka siaranku.
Hingga telfon bordering. 
“Halo.. Gaul, selamat siang..”
“Siang, mau request lagu doong..”
“Oke deh, tapi ini offline loh ya.  Mau lagu apa nih?”
“hehehe iya tau kok kalo ga on air. Hmm.. mau denger fine by me dari Andy Grammer boleh?
“Boleh-boleh… ciye, kasmaran nih kayaknya. Eh dari siapa sih ini?”
“Ntar dulu siapanya mah, buat siapanya dulu aja”
“Hahaha.. yadeh yadeh.. buat siapa?”
 “Buat yang hari ini rambutnya dikuncir”
“Wah, ibu kantin di depan tuh di kuncir… Pas banget”
“hahaha.. dan terus yang hari ini pake baju warna hijau bunga-bunga kuning”
“Hah?”
“Dan pake jins biru dan sepatu hijau polos”
“……”
“Haloooo, kok penyiarnya diem sih?”
Di depan callbox, aku melihat seorang pria, dengan bunga dan senyum menawannya.
Di telfon dia masih berkata 
“Buat wanita yang aku temui di Ngayogjazz, yang aku  tabrak dia pake soda, dan dari detik itu, aku selalu mikirin dia. Buat dia lagunya”
Aku terdiam, terkejut bahwa ternyata semesta memang berkonspirasi sore itu.
Diiringi lembutnya lagu fine by me. Aku merasa semesta melakukan konspirasinya dengan teramat rahasia. Tanpa aku tahu tandanya, tanpa aku paham maknanya dan semesta melakukan konspirasi dengan baik di hari itu. Di sore itu, di sore dimana aku berharap semesta melakukan konspirasinya dengan baik. Dan ternyata benar.

But I’m staring at You now. There’s no one else around. I’m thinking you are the girl for me. I’m just saying it’s fine by me. If you never leave. And we can live like this forever, it’s fine by me

Andy grammer bernyanyi dengan merdunya saat aku keluar dari callbox, menghampirinya dan tersenyum, tepat saat Intan mengirimiku pesan singkat : “Aku lupa ngasih tau kamu, kemaren pas ngayogjazz mas reza ribut minta dikenalin sama kamu dan ya udah aku kasih aja nomermu. Kamu udah smsan belom? Ciyee…”

Ya Tuhan :)


NB : Jangn remehkan kekuatan langit dalam mendengar pinta.

#27
#31harimenulis
#bagian2

Tidak ada komentar

© RIWAYAT
Maira Gall