“Biar
tubuhmu berkelana… lalui kegelisahan, mencari keseimbangan, mengisi
ketiadaan…” ERK
“Ghora, kamu
selo ga? Aku butuh temen nih buat bikin lomba”
“oke deh. Emang
kapan deadlinenya?”
“besok!”
Itu kurang lebih
percakapan singkat yang terjadi antara saya dan ayudha ghora dhira.
Pada awalnya kami
tak begitu banyak mengenal satu sama lain. Simple aja sih, karena
kami dipisahkan oleh kelas yang berbeda. Ghora kelas A, dan saya
kelas B. Bahkan ketika kami berdua ada di satu konsentrasi yang sama
“komunikasi strategis” pun kami masih belum banyak berinteraksi.
Ghora dengan teman-temannya dan juga kesibukannya, begitu juga dengan
saya. Hanya satu pikiran saya tentang ghora : ‘anak pinter’
Hahaha :p
Namun karena pada
dasaranya saya orang yang cukup bisa berbaur dengan berbagai jenis
manusia di komunikasi. Sehingga beberapa kali kami sering bertukar
sapa jika berpapasan di kantin atau selasar kampus. Tapi ya hanya
sebatas itu.
Saat itu, kampus
tengah mengadakan workshop ‘copy fighter’ dan memang bukan tanpa
sebab ketika saat itu saya duduk dan ghora yang datang terlambat pun
duduk di sebelah saya membuat percakapan itu terjadi.
Itu lomba iklan
pertama yang kami ikuti bersama. Dan menjadi finalis!
Kami tidak menang,
tapi setelah itu kami tak terpisahkan dari hal-hal lomba.
CITRA PARIWARA
Saya ingat saat kita
berdua, di hari raya idul adha, harus melakukan eksekusi untuk citra
pariwara yang akhirnyapun tidak kami menangkan. Jangankan menang,
menjadi finalispun tidak. Waktu itu, di hari idul adha, saat selesai sholat,
dan saat jogja diguyur hujan. Kami pergi ke malioboro untuk
mencari insight dan juga shooting. Berbekal kamera, hujan yang
rintik-rintik itu kami nekat kami terabas demi melakukan eksekusi karena dikejar deadline.
Tapi apa saya merasa lelah? Jujur saya malah menikmati setiap proses
eksekusi citra pariwara saat itu.
Tapi erjuangan kami
belum selesai.
Kami harus melakukan
konsultasi ke rumah mas matahari, dan ban motor ghora saat itu
kempes. Ada-ada saja kan?
Hingga kami
menyelesaikan semua eksekusi dan membuat presentasi di Unisi. Kami
tidur dan menyelesaikan paginya. Seperti biasa, di last minute kami
tetap saja beradu argumen tentang konsep akhir.
Apakah karya kami
menang? Tidak! Tapi dengan proses citra pariwara itu saya belajar
tentang eksekusi sebuah campaign dan membuat campaign yang benar.
Benar kata orang, guru paling berharga adalah pengalaman.
CARAKA
Tahun 2011, saya
menjadi panitia inti dari pinasthika. Sibuknya ampun-ampunan. Saat
itu saya juga masih mengikuti gardep. Dan saya mengajak ghora untuk
mengikuti caraka. Sifat buruk ghora yang hingga detik ini saya benci
ada 2 yaitu molor dan kalau janjian, kata-katanya suka ga bisa
dipegang. Ish..
Mengikuti caraka
saat itu bukan hal mudah bagi kami. Saya punya banyak tanggung jawab
dan juga ghora, tapi tetap saja kami berusaha berkarya dengan semua
keterbatasan kami. Brainstorming di malam hari, bolak-balik sana-sini
supaya karya bisa jadi.
Menjelang deadline
pukul 00.00 kami negbut mengirim karya melalui online dan juga
membayar di daerah seturan. Hahaha…
Apakah caraka
menang? Tidak!
Tapi apa yang saya
pelajari? Saya belajar tentang objective dan memahami brief.
FUTURE LIONS
Saya dan ghora
bahkan pernah beberapa kali mengikuti lomba international. Salah
satunya future lions.
Saya ingat, saat itu
kami merasa buntu tidak memiliki jalan keluar untuk memecahkan brief.
Hingga akhirnya, brief terpecahkan saat kami makan siang di mudi
rejeki selokan mataram dengan iringan tawa yang membuncah.
Dan disitu pertama
kalinya kami mengeksekusi lomba dengan menggunakan after affect
lengkap dengan VO orang asing. Begitu perjuangan yang kami lakukan
luar biasa. Saat karyanya jadi, kami melihat karya itu seperti bayi
yang baru lahir. Rasanya puas!
Apakah kami menang?
Tentu saja tidak!
Tapi apa yang saya
pelajari? Saya mempelajari trend online di dunia.
PEKAN KOMUNIKASI
Awal tahun 2012,
kami mengikuti pekan komunikasi UI dengan brief yang cukup menantang,
tentang LGBT. Di setiap perlombaan, memang selalu saya yang mengambil
porsi lebih banyak untuk riset. Terlebih untuk lomba ini, saya yang
harus pontang-panting riset hingga ke PKKBI. Bertemu semua pihak yang
berhubungan dengan LGBT. Saya sih selalu senang bisa riset, itu cara
saya untuk bisa mendalami brief. Tapi untuk brief yang satu ini, saya
ingat apa kata ghora. Dia dengan cueknya berkata “kowe wae peh sing
riset, aku wedi je…” woalah! Telo!
Hingga saya riset
dan saya mengrimikan sebuah pesan singkat kepada ghora “you no
nothing about LGBT, ra sah cingkimin” dan balasan apa yang saya
dapat? “woh! Apik kuwi nggo jeneng kempen” -___-
Pekan komunikasi
membawa kami ke Jakarta, ini lomba ke dua yang membawa kami menjadi
finalis.
Di Jakarta, kami
harus mengerjakan brief akhirnya. Tentang membuat orang-orang di
Jakarta mau berinteraksi diruang publik. Selama 48 jam, kami lebih
banyak bertengkarnya daripada berdiskusinya. Tapi ibarat kata
persahabatan, tanpa ada musuhan, maka akan hambar jadinya.
Begitulah..
Dan singkat cerita.
Kami menang! Juara
1. GOLD!
Tapi cerita tidak se
happy ending itu.
Ghora meninggalkan
saya di malam awarding. Tapi saya maklum, ghora seorang yang sangat
menjujung tinggi hubungan asmaranya. Dan saya cukup paham peran saya,
sehingga saya membiarkan ghora pergi toh akhirnya kami menggondol
pialanya.
Itu pengalaman tak
terlupakan. Setelah sekian lama kami jatuh bangun dan akhirnya kami
menang.
Apakah nilainya pada
kemenangannya? TIDAK! Tentu saja tidak. Kali ini saya belajar tentang
proses membuat kampanye sosial yang nyaris sempurna.
Dan masih banyak
lagi…
Semua lomba
mempunyai kenangan tersendiri bagi kami. Bahkan lomba terakhir yang
kami ikuti sebagai mahasiswa adalah karya raya di UI Depok. Kali
kedua kami ke UI.
Lomba ini memiliki
segi emosional tersendiri bagi saya. Kami menerobos kajamnya Jakarta
di pagi hari sambil tertawa-tawa getir. Kami berada di UI dengan
cueknya berbicara bahasa jawa dan terus tertawa-tawa heboh berdua.
Dan waktu membawa
kami pada kehidupan masing-masing.
Rasanya baru kemarin
saya sibuk memarahi ghora karena ketidakdisplinan waktunya. Rasanya
baru kemarin kami bertemu di angkringan KR untuk brainstorming.
Rasanya baru kemarin kami bertemu di UNISI untuk eksekusi. Rasanya
baru kemarin…
Semua pertengakaran,
semua salah paham, semua candaan, semua emosi, semua suka cita,
biarkan menjadi satu prasasti kenangan masa muda bagi saya bersama
ghora.
Ghora pendadaran
pada bulan MEI, di hari yang sama saat saya dealing harga di
srengenge. Ghora wisuda di bulan November. Dan saya mulai tersadar..
bahwa semua yang kami lewati adalah bekal untuk kami melangkah.
Apa yang saya
pelajari dari semua kejadian ini? Bahwa semua ini proses. Lomba bukan
tentang menang dan kalah. Mengikuti lomba itu tentang pilihan.
Tentang menerpa diri dan tentang menata emosi.
Saya ingat, pada
setiap akhir proses pembuatan lomba, kami selalu memiliki ritual yang
bernama “ikhlas”
Kami selalu berkata
“kita sudah melakukan yang terbaik, jadi selanjutnya kita serahkan
saja pada Allah”
Dan benar adanya.
Kami selalu menyelesaikan dengan baik
Apa yang saya
pelajari dari semuanya? Saya belajar bersabar dan bersyukur.
Bagi saya, iklan
selalu tampak menyenangkan, jika ghora menjadi parner saya…
***
Di suatu malam, saat
saya terjebak lembur di kantor, BBM saya berbunyi dan ghora membbm
saya dengan : “mbel.. doakan ya, bulan depan aku ke Jakarta”
Ada rasa haru yang
tetiba menyergap. Ghora, si parner menyebalkan saya itu sudah
mendapatkan pekerjaan. Aaah.. akhirnya…
Selamat berjuang di
Ibukota yo mbel. Ndang sukses. Ndang rabi karo anis.
Tahan sejenak kalau
ada perihnya, anggap saja sebagai sedikit cubitan. Saat bahagia,
jangan lupa bawa serta lututmu bersujud.
Seperti kata efek
rumah kaca : Biar tubuhmu berkelana, lalui kegelisahan,
mencari keseimbangan, mengisi ketiadaan…
NB : Selamat
menerabas rimba ibukota mbel, sampai bertemu tahun depan!
#21
#31harimenulis
#bagian2
Tidak ada komentar
Posting Komentar