“apa yang kamu harapkan dari
kehidupan ini?”
“bahagia!”
Entah apa yang tersembunyi pada hati manusia. Terlebih di
hati manusia yang paling paling paling dalam. Entah apa yang bersemayam disana.
Bisa jadi sebuah cinta yang teramat dalam, benci yang mengakar, dendam yang tak
berkusadahan, hingga bahkan kecewa yang tak kunjung habis. Hati manusia memang
akan selalu menjadi misteri.
Celakanya apa yang ada dihati yang paling dalam tidak serta
merta ada dan tercipta. Karena apa yang tertinggal di hati manusia paling dalam
adalah bentuk akumulasi dari apa yang ia dapat selama hidup. Celakanya lagi,
tanpa disadari, sebagai manusia kita menyimpannya erat-erat dalam hati dan
memori, dan tak bersedia membaginya. Sedikitpun dengan siapapun. Alih-alih
mencoba memperbaiki, manusia justru melakukan segala cara agar dapat lupa atau
yang lebih parah membohongi diri sendiri bahwa itu tidak pernah terjadi dalam
dirinya.
Mengerikan bukan ketika tanpa sadar seorang manusia
menyimpan dendam, kecewa, amarah, atau apapun yang negatif? Entah seperti apa
rasanya…
Betapa beratnya hidup yang seperti itu...
“Bahagia itu adalah hal yang
datang dan pergi, pun kesedihan. Kamu hanya bisa menerima dan menjadikan itu
salah satu dari hidup. Kamu tidak sungguh-sungguh berfikir bahwa setiap orang
memiliki rasa bahagia selama 24 jam selama mereka hidup, seumur hidup mereka
kan?”
Kalimat itu rasanya membantai habis hati saya.Semua orang pasti memiliki masa lalu yang juga tidak sempurna, jadi kenapa saya harus risau dengan terus menyimpan semua ketidaksempurnaan masa lalu saya. Apa pula yang
saya harapkan dengan selalu membohongi hati bahwa masa lalu itu tidak pernah
terjadi. Toh bagaimanapun itu sudah terjadi dan apa yang orang-orang lihat kini
adalah saya dengan perpaduan masa lalu dan masa kini.
Tapi itulah manusia, terkadang sebegitu egoisnya atau
sebegitu merasa kuatnya sehingga diarasa mampu menyimpan itu semua sendiri
rapat-rapat. Terlihat baik-baik saja padahal..
Ya kembali lagi pada misteri dibalik hati manusia. Tak pernah
ada yang tau jika manusia itu tidak berusaha membagi, berdamai atau sekedar
bermaafan dengan semua yang telah terjadi.
“apa yang kamu rasain kalau kamu
bawa tas sedemikian banyak? Kamu berjalan semakin tegak atau bongkok?”
Mungkin perlahan saya harus membuka semua kotak masa lalu
itu. Bukan untuk mengingat betapa perihnya peristiwa itu terjadi. Juga bukan
untuk mempertanyakan banyak kata “kenapa” yang tidak bisa dijawab. Saya harus
membuka kotak masa lalu itu dan menyimpannya secara rapi ditempat yang
terlihat. Saya harus berani membuka dan berdamai dengan apapun yang ada di masa
lalu.
“menurutmu, ada satupun hal di
dunia ini yang luput dari seijinNya?”
“enggak!”
“jadi, apa kamu alami, juga Tuhan
tau dan mengijinkan?”
“iya…”
Kadang, menerima orang lain itu lebih mudah ketimbang
menerima kenyataan tentang diri kita sendiri. Tapi itulah ya itulah hidup..
Berjalan dengan mengabaikan kenyataan bahwa masa lalu itu ada, ternyata bukan pilihan hidup yang menyenangkan…
Berjalan dengan mengabaikan kenyataan bahwa masa lalu itu ada, ternyata bukan pilihan hidup yang menyenangkan…
“sekarang, apa yang kamu rasakan?”
“semua itu.. sejarah”
Jadi, itulah manusia. Yang tampak akan menutupi semua hal yang
tidak tampak.
Pertanyaannya
sekarang adalah : bersediakah kita berdamai dengan sejarah?
Dan dengan semua
misteri masa lalu yang secara lumrah dimiliki oleh setiap manusia, bersediakah
kita menerima manusia itu dengan sepenuhnya?
NB : Untuk seorang
bapak yang dengan mata teduhnya bisa membuat saya bercerita. Terimakasih, entah kata ini cukup atau tidak :)
#8
#31harimenulis
#bagian2
Tidak ada komentar
Posting Komentar