Jumat, 17 Mei 2013

CUPU!



Dari dulu saya bukan termasuk anak yang gaul, pun sekarang. Eh sebentar, memang definisi orang dikatakan gaul itu apa sih? Apa karena dia punya kenalan orang beken yang biasa nongkrog di kafe-kafe elite dengan harga yang mahal? Atau karena dia mempunyai gadget super keren dan terbaru walupun useless? Ah pokoknya saya kurang paham deh tentang konsep kegaulan itu sebenarnya seperti apa. Yang jelas saya bukan termasuk orang gaul pokoknya. 

Apalagi sewaktu saya masih ada di SMP. Beeeh…

Alifah Farhana waktu SMP adalah mahluk-cupu-abis-yang-sering-dipandang-sebelah-mata-karena-ga-punya-banyak-sepatu-bermerek HAH!!

 SMP saya itu di Makassar, Sulawesi selatan. Saya SMP di SMP Athirah, lebih tepatnya di sekolah islam Athirah yang notabene adalah sekolah paling baik fasilitasnya, paling mahal, dan termasuk sekolah dengan anak-anak paling borjuis yang ada di Makassar atau malah yang ada di Sulawesi selatan. Ohya satu lagi, Athirah ini sekolah miliknya Jusuf Kalla, jadi ya jangan heran kalau sekolah saya ini mewahnya tiada tara.
Oke, saya harus cerita dulu tentang ekspektasi saya tentang Makassar yang melenceng 180 derajat dari kenyataan sebenarnya. Jadi saya pikir dulu ketika lulus SD dan harus ke Makassar adalah, Makassar ini kota yang terpencil, ga akan ada mall disana, dan ya.. pokoknya ndeso lah. Membayangkan 3 tahun saya akan hidup di makasar, awalnya membuat saya sedih.

Eh ternyata, setelah sampai di Makassar dan menuju kotanya, ekspektasi saya terhadap Makassar berubah bah bah bah baaah! Makassar ini kota yang canggih bro. ditengahnya kotanya ada pantai, pantai losari namanya. Makanannya enak-enak. Mallnya bagus-bagus, lebih bagus dari jogja malah, dan ternyata biaya hidup di Makassar itu mahaaaal!

Kenyataan ini cukup menghibur saya. Ya setidaknya, walaupun terpisah dari mama (iya, selama SMP saya tidak hidup dengan mama) setidaknya makassar adalah kota yang menyenangkan.

Oke, back to the topic.

Athirah! 

Saya ga tau ya, apa kabar athirah setelah nyaris 6 tahun lebih saya tidak berkunjung kesana. Tapi yang jelas, athirah adalah sekolah yang paling borjuis yang pernah ada. Hari pertama saya masuk SMP saya disuguhkan pengalaman yang ga enak. Tau apa? Ga ada satupun anak di kelas yang mau berbicara dengan saya. Oke, saya ulang. Ga ada satupun anak di kelas yang mau berbicara dengan saya. GA ADA! Tau kenapa? Karena saya tidak berbicara dengan logat makassar seperti anak-anak lainnya. Oh PEOPLEE! PLEASE!

Dan sapaan pertama saya adalah 2 atau 3 hari setelah masuk, ketika seorang teman saya melihat merek sepatu saya. 

X : “ih, sepatu kamu merek gosh ya? yang edisi apa?” (dengan logat makassar)
Saya : (ngelirik sepatu) “hehehe.. ga tau ya! ini Cuma dibeliin ibukku” (ya emang Cuma dibeliin mama, mana saya tau itu merek apa?)
X : (manggil temen-temennya) “eh kenalan yuk, dia pake sepatu GOSH juga loh!” (pake logat makassar)
Dan setelah itu saya berkenalan secara informal dan mulai tau nama-nama teman sekelas saya.

DAMN. BITCH! Sejak kapan pertemanan dimulai dari kamu-pake-sepatu-merek-apa

Wabillahitaufik wall hidyah, BYE!

What do you expect deh kalau udah kayak gini? Syureeeem -__-

Kondisi saya ga punya temen itu, syukurnya ga lama. Selebihnya saya bisa  diterima dan bergaul selayaknya anak SMP pada umumnya. Tapi balik lagi tentang masalah gaul tadi. Saya jarang bertemu dan berkumpul dengan gerombolan orang-orang yang gaul atau eksis di SMP, saya lebih banyak untuk berkumpul dengan anak-anak di kelas dan memilih untuk mengamati sekelililng. Hingga lulus.
Anak-anak yang gaulnya amat sangat, tiap minggu ke mall bro, nonton, kalau pergi apa pulang dijemput supir, trus ah ya gitu deh…

Saya? Saya lebih tertarik ikutan KIR *tsaaah udah ilmiah dari mudanya*
Ya nonton sih suka, tapi ya ga tiap minggu lah. 

Hingga akhirnya, sa ada yang kemudian menyangka bahwa ketika lulus dari SMP, ternyata saya adalah siswa berprestasi. Seorang-anak-yang-biasa-biasa-aja-ternyata-lulus-dengan-nilai-baik dan voila, seluruh mata memandang ke arah saya. Mau kagum? Telat! Hahaha *kibas rambut*

Sebenarnya anak Athirah itu banyak yang pinter namun habbit kota makassar itu lebih dominan ke konsumerisme dan hedonism, jadi pendidikan, kreativitas, atau apalah tidak begitu banyak dianggap atau dilirik kalau kita emang bukan orang kaya.
Saya aja, ga bisa masuk Athirah kalau bukan karena almarhum kakek saya yang seorang Dekan dan orang yang cukup disegani di Makassar. Ya karena orang ga bisa masuk Athirah tanpa uang yang besar. Kasian ya…

Dan hari ini, saya penasaran pada kabar dari teman-teman saya yang borjuis itu. Sayapun membuka  facebook dan mengintip group kelas saya dan group angkatan.
Ya macem-macem ya..
Ada yang ternyata sekarang sekolah di luar negeri (mungkin pake duit bapaknya yang banyak, ataau.. ya ga taulah ya…)
Tapi kebanyakan tetap ada di Makassar.

Saya yang memandang diri saya 6 tahun setelah lulus dari Athirah begitu bersyukur. Ya.. initinya, nasib harus diubah ya cyiin. Dan tanpa harus menjadi orang yang gaul saat SMP, sayapun tetap bisa menjadi diri saya sendiri. Apalagi sebenerya ga penting-penting banget kok menjadi golongan yang kebanyakan. Somehow itu sungguh palsu pertemanannya.  

Saya sekarang, Alifah Farhana sekarang, anak gaul? Bukan kok! Hanya saya mencoba memantaskan untuk menjadi wanita yang berkualitas dan berkelas *benerin sanggul*. 

Seorang teman SMP saya sempat berkata, ketika bertemu saya 

“Ya Ampun, Ifa… kamu berubah banget, kamu blab la bla (yang positif)"
Well, semua orang itu berubah. Dan memang harus berubah. Cupu 2 tahun yang lalu, ya harus jadi modern 2 tahun setelahnya. Kalau engga? ya kita merugi dong!

ini saya, waktu kelas 2 SMP. Cupu ya?


Kapan ya reunian?
Saya mau liat jadi apa anak-anak Athirah itu sekarang. Hehe

NB : Untuk semua orang yang merasa bahwa mengikuti trend itu penting, yang terpenting adalah ketika kamu nyaman, menjadi diri kamu apa adanya.

#3
#31harimenulis
#bagian2

1 komentar

Baba Dillie mengatakan...

just accidentally bumped into your blog and... I LOVE IT

© RIWAYAT
Maira Gall