Dari dulu saya bukan termasuk anak
yang gaul, pun sekarang. Eh sebentar, memang definisi orang dikatakan gaul itu
apa sih? Apa karena dia punya kenalan orang beken yang biasa nongkrog di
kafe-kafe elite dengan harga yang mahal? Atau karena dia mempunyai gadget super
keren dan terbaru walupun useless? Ah pokoknya saya kurang paham deh tentang konsep
kegaulan itu sebenarnya seperti apa. Yang jelas saya bukan termasuk orang gaul
pokoknya.
Apalagi sewaktu saya masih ada di
SMP. Beeeh…
Alifah Farhana waktu SMP adalah mahluk-cupu-abis-yang-sering-dipandang-sebelah-mata-karena-ga-punya-banyak-sepatu-bermerek
HAH!!
SMP saya itu di Makassar,
Sulawesi selatan. Saya SMP di SMP Athirah, lebih tepatnya di sekolah islam
Athirah yang notabene adalah sekolah paling baik fasilitasnya, paling mahal,
dan termasuk sekolah dengan anak-anak paling borjuis yang ada di Makassar atau
malah yang ada di Sulawesi selatan. Ohya satu lagi, Athirah ini sekolah
miliknya Jusuf Kalla, jadi ya jangan heran kalau sekolah saya ini mewahnya tiada
tara.
Oke, saya harus cerita dulu tentang ekspektasi saya tentang Makassar
yang melenceng 180 derajat dari kenyataan sebenarnya. Jadi saya pikir dulu
ketika lulus SD dan harus ke Makassar adalah, Makassar ini kota yang terpencil,
ga akan ada mall disana, dan ya.. pokoknya ndeso lah. Membayangkan 3 tahun saya
akan hidup di makasar, awalnya membuat saya sedih.
Eh ternyata, setelah sampai di Makassar dan menuju kotanya,
ekspektasi saya terhadap Makassar berubah bah bah bah baaah! Makassar ini kota
yang canggih bro. ditengahnya kotanya ada pantai, pantai losari namanya. Makanannya
enak-enak. Mallnya bagus-bagus, lebih bagus dari jogja malah, dan ternyata
biaya hidup di Makassar itu mahaaaal!
Kenyataan ini cukup menghibur saya. Ya setidaknya, walaupun
terpisah dari mama (iya, selama SMP saya tidak hidup dengan mama) setidaknya
makassar adalah kota yang menyenangkan.
Oke, back to the topic.
Athirah!
Saya ga tau ya, apa kabar athirah setelah nyaris 6 tahun lebih
saya tidak berkunjung kesana. Tapi yang jelas, athirah adalah sekolah yang
paling borjuis yang pernah ada. Hari pertama saya masuk SMP saya disuguhkan
pengalaman yang ga enak. Tau apa? Ga ada satupun anak di kelas yang mau
berbicara dengan saya. Oke, saya ulang. Ga ada satupun anak di kelas yang mau
berbicara dengan saya. GA ADA! Tau kenapa? Karena saya tidak berbicara dengan
logat makassar seperti anak-anak lainnya. Oh PEOPLEE! PLEASE!
Dan sapaan pertama saya adalah 2 atau 3 hari setelah masuk,
ketika seorang teman saya melihat merek sepatu saya.
X : “ih, sepatu kamu merek gosh ya? yang edisi apa?” (dengan
logat makassar)
Saya : (ngelirik sepatu) “hehehe.. ga tau ya! ini Cuma dibeliin
ibukku” (ya emang Cuma dibeliin mama, mana saya tau itu merek apa?)
X : (manggil temen-temennya) “eh kenalan yuk, dia pake
sepatu GOSH juga loh!” (pake logat makassar)
Dan setelah itu saya berkenalan secara informal dan mulai
tau nama-nama teman sekelas saya.
DAMN. BITCH! Sejak kapan pertemanan dimulai dari
kamu-pake-sepatu-merek-apa
Wabillahitaufik wall hidyah, BYE!
What do you expect
deh kalau udah kayak gini? Syureeeem -__-
Kondisi saya ga punya temen itu, syukurnya ga lama.
Selebihnya saya bisa diterima dan
bergaul selayaknya anak SMP pada umumnya. Tapi balik lagi tentang masalah gaul
tadi. Saya jarang bertemu dan berkumpul dengan gerombolan orang-orang yang gaul
atau eksis di SMP, saya lebih banyak untuk berkumpul dengan anak-anak di kelas
dan memilih untuk mengamati sekelililng. Hingga lulus.
Anak-anak yang gaulnya amat sangat, tiap minggu ke mall bro,
nonton, kalau pergi apa pulang dijemput supir, trus ah ya gitu deh…
Saya? Saya lebih tertarik ikutan KIR *tsaaah udah ilmiah
dari mudanya*
Ya nonton sih suka, tapi ya ga tiap minggu lah.
Hingga akhirnya, sa ada yang kemudian menyangka bahwa ketika
lulus dari SMP, ternyata saya adalah siswa berprestasi. Seorang-anak-yang-biasa-biasa-aja-ternyata-lulus-dengan-nilai-baik
dan voila, seluruh mata memandang ke arah saya. Mau kagum? Telat! Hahaha *kibas
rambut*
Sebenarnya anak Athirah itu banyak yang pinter namun habbit
kota makassar itu lebih dominan ke konsumerisme dan hedonism, jadi pendidikan,
kreativitas, atau apalah tidak begitu banyak dianggap atau dilirik kalau kita
emang bukan orang kaya.
Saya aja, ga bisa masuk Athirah kalau bukan karena almarhum kakek
saya yang seorang Dekan dan orang yang cukup disegani di Makassar. Ya karena
orang ga bisa masuk Athirah tanpa uang yang besar. Kasian ya…
Dan hari ini, saya penasaran pada kabar dari teman-teman
saya yang borjuis itu. Sayapun membuka
facebook dan mengintip group kelas saya dan group angkatan.
Ya macem-macem ya..
Ada yang ternyata sekarang sekolah di luar negeri (mungkin
pake duit bapaknya yang banyak, ataau.. ya ga taulah ya…)
Tapi kebanyakan tetap ada di Makassar.
Saya yang memandang diri saya 6 tahun setelah lulus dari
Athirah begitu bersyukur. Ya.. initinya, nasib harus diubah ya cyiin. Dan tanpa
harus menjadi orang yang gaul saat SMP, sayapun tetap bisa menjadi diri saya
sendiri. Apalagi sebenerya ga penting-penting banget kok menjadi golongan yang
kebanyakan. Somehow itu sungguh palsu
pertemanannya.
Saya sekarang, Alifah Farhana sekarang, anak gaul? Bukan kok!
Hanya saya mencoba memantaskan untuk menjadi wanita yang berkualitas dan
berkelas *benerin sanggul*.
Seorang teman SMP saya sempat berkata, ketika bertemu saya
“Ya Ampun, Ifa… kamu berubah banget, kamu blab la bla (yang
positif)"
Well, semua orang itu berubah. Dan memang harus berubah. Cupu 2 tahun yang lalu, ya harus jadi modern 2 tahun setelahnya. Kalau engga? ya kita merugi dong!
ini saya, waktu kelas 2 SMP. Cupu ya? |
Kapan ya reunian?
Saya mau liat jadi apa anak-anak Athirah itu sekarang. Hehe
NB : Untuk semua
orang yang merasa bahwa mengikuti trend itu penting, yang terpenting adalah
ketika kamu nyaman, menjadi diri kamu apa adanya.
#3
#31harimenulis
#bagian2
1 komentar
just accidentally bumped into your blog and... I LOVE IT
Posting Komentar