Selasa, 02 Juni 2015

Dear Fauzan,



Ada salah satu orang di hidup saya, yang secara konstan terus-menerus ada tanpa saya minta. Kami tidak punya hubungan romansa, tapi dia mendapat semua ketulusan dan hormat yang saya punya. Selayaknya pertemanan, kami tidak punya syarat untuk bersama.

Namanya Fauzan Nur Rokhim.

Saat saya sedang berjuang masuk UGM, dia adalah salah satu orang yang punya peranan penting. Saya ingat kata-katanya di hari-hari menjelang tes SNMPTN, “Sehari sebelum tes, kamu ga boleh belajar Peh! Kamu tuh gagal di UM karena kebanyakan belajar” Begitu katanya. “Ohya? Kenapa gitu?”, jawabannya tengil “Udah, percaya aja sama yang udah ketrima”. Gitu coba, jawaban macam apa!

Fauzan punya pacar waktu itu, namanya Amel, tapi lalu dengan tengilnya dia mengajak saya nonton bioskop dan bilang kalau saya ini butuh refreshing. Saat mengantar pulang, di depan rumah dia kembali bilang “Satu lagi Peh, kalau mau lolos, kamu harus punya nazar!”

“hah?”

***

Hari ketika pengumuman, ada 3 orang yang menantikan kabar apakah saya diterima di UGM atau tidak. Orang itu adalah Ridi, Ujang Fahmi, dan Fauzan. Mereka lebih kalut sepertinya dibandingkan orang tua saya sendiri. Fauzan bahkan nelfon “Kamu lolos ga Peh? Mau tak liatin aja engga?”, saya jawab “Engga usah, aku bisa liat sendiri.”

Singkat cerita saya diterima, dan belum sempat saya mengabari dia, dia sudah sms “Ciyee… selamat ya Peh keterima!”

Saat itu, sebetulnya saya berjanji buat mentraktir dia, sebagai syukuran. Tapi sampai detik ini, itu janji yang belum saya tepati…

***

Kami kuliah di satu fakultas yang sama, tapi beda jurusan. Saya di komunikasi, Fauzan di administrasi Negara. Kesibukan kuliah, perbedaan circle pertemanan, dan seribu satu alasan lainnya, membuat kami jarang main bersama lagi.

Hingga akhirnya, kami kembali bertemu di tahun 2012. Bukan hanya kembali bertemu, tapi saya dan Fauzan adalah teman satu sub unit KKN Papua. Surprise! Hidup memang gudangnya kejutan.

Pada awalnya saya agak ketakutan berangkat ke Papua karena satu dan lain hal. Hingga saya ingat, saya mengancam Fauzan, “Zan, karena aku belum akrab sama siapa-siapa disini, jadi kamu, kamu harus jagain aku ya Zan. Harus. Pokoknya cuma kamu yang bakal aku repotin dan kamu ga boleh nolak. Oke?!”. Fauzan yang tengil itu menjawab dengan cengengesan “Siap nyonya! Nanti kalau ada yang mau bunuh kamu, aku biarin aja!”. Kan, rese’ jawabannya.

Tapi pada akhirnya, selama di Papua memang Fauzanlah yang selalu saya repotkan.

Dia yang mengambilkan air saat saya butuh tambahan air kala haid. Maklum, sumber air berada cukup jauh dari rumah, dan butuh beberapa kali bolak-balik. Yang tadinya saya butuh 4 dirijen, selama haid saya butuh 8 dirijen. Untung Fauzan bersedia mengambilkan 4 dirijen air tambahan buat saya selama haid.

Saya ini keplesetable. Diantara anak-anak KKN, hanya Fauzan yang paling sering rela saya jadikan tumbal. Kalau jalanan licin, dan saya nyaris jatuh, saya pegang lengannya, dan dia malah yang jatuh. Lalu saya tertawa.

Pun kami mengajar kelas yang sama. Kelas satu SD dengan anak-anak ingusan dan susah diatur itu. Bahkan, jadwal piket cuci piring di kali juga barengan. Fauzan yang engga pernah nyuci itu, dengan nyebelinnya bilang “pilih mana, aku nyuci tapi ga bersih, atau kamu nyuci tapi bersih?”. PIlihan macam apa?

Hingga puncaknya ketika saya kesurupan di hari terakhir KKN, tepat di saat yang sama, kami diundang menghadiri pesta perpisahan. Akhirnya Fauzan yang (sepertinya) sukarela menjadi volunteer menjaga saya sampai tenang, sampai larut malam. 

Di akhir masa-masa KKN, dan saya patah hati di Papua, Fauzan juga yang dengan klise berkata, “Dia itu ga pantes Peh ditangisin. Udahlaaah”. Dan bener sih Zan, dia emang engga pantes.

Pertemanan kami menjadi cukup intens sekembalinya dari Papua. 

Saya ingat saat saya kecelakaan di bulan April 2013, waktu itu bertepatan dengan waktu kerja di Srengenge. Karena kecelakaan itu, otomatis saya harus diantar-jemput. Dan seperti biasa, selain Uda Uki yang engga kalah baik itu, Fauzan dengan sigap bolak-balik jalan godean-jalan kaliurang-warung boto buat mengantar saya.

Saat saya ulang tahun, dia mengantarkan spanduk sebesar gajah buat saya. Itu spanduk idenya anak-anak tamleho sih, tapi dia yang desain kalau engga salah. 

Juga saat saya harus masuk rumah sakit karena ISK saya kambuh, dia dan anak-anak tamleho yang repot-repot masak buat saya.

Tapi apalah saya ini… bukan teman yang baik. Saya bahkan absen di hari-hari pentingnya. 

Saat Fauzan pendadaran, saya sedang berada di luar kota.
Saat Fauzan wisuda, saya berhalangan hadir.
Bahkan saya absen saat dia ijab kabul hari ini.

***

Sebagai teman, kami pernah beberapa kali berbeda argumen. Kami sering berdebat untuk hal-hal yang kurang penting. Ada beberapa pemikiran Fauzan yang saya kurang setuju, pun dia kepada saya. Tapi itu engga akan lama, kami pasti akan main bareng lagi. Karena saya tau, Fauzan itu ya begitu itu orangnya. Saya juga tahu, walau selama apapun kami tidak bertukar kabar, Fauzan akan tetap di sana dan saya di sini. 

Tapi apakah pertemanan punya deadline?

Hari ini Fauzan menikah. Itu artinya, pertemanan saya dan Fauzan engga akan sama seperti dulu lagi. Engga ada lagi anter-jemput karena kepepet. Muter-muter Jogja liat lampu. He belongs to someone now. Ternyata, semenderita-menderitanya patah hati, lebih nelangsa kehilangan teman ya…
Diantara semua perasaan yang campur aduk dalam hati, ternyata perasaan kehilanganlah yang paling mendominasi. Saya tau ini bukan akhir dari pertemanan saya dan Fauzan. Kami hanya akan berada di fase pertemanan yang berbeda. Tentu setelah pernikahannya hari ini, akan ada batas-batas yang tidak bisa lagi dilangkahi, baik oleh saya, oleh Fauzan, atau oleh siapapun.

Jadi apakah benar, pertemanan juga punya masa kadaluarsa?

Oh men!
Aku bahkan belom ngomong makasih Zan buat semuanya. Kamu udah nikah aja loh! Aku bahkan belom ngasih hadiah kelulusanmu loh Zan, kamu udah jadi suami orang aja.
Aku engga tau mau ngomong apa Zan selain selamat menempuh hidup baru. Aku doain, semoga kalian selalu jadi pasangan yang saling mengingatkan karna Allah, selalu berjuang, dan kelak jadi orang tua, jadi orang tua yang baik buat anak-anak.
Pokoknya, sampe kapanpun juga, kamu temen terbaik sepanjang massa! Jangan bales dendam ya Zan, please dateng ke nihakan aku, yang entah kapan itu. Oke?

Selamat buat Shinta, kamu dapet suami yang engga bisa minum susu karena takut asam uratnya kambuh.
Kidding! Kamu dapet suami yang baik kok. Ngomong-ngomong kita baru ketemu sekali di karokean, tapi yaudahlah yaaa… selamat menempuh hidup baru yaa!

With Love,

A.


#31harimenulis
#Bonus

Tidak ada komentar

© RIWAYAT
Maira Gall