Sabtu, 06 Juni 2015

Morotai #1

Perjalanan panjang di Maluku akhirnya mempertemukanku pada cipratan surga di dunia bernama Morotai. Menurut desas-desus yang beredar, inilah pulau yang paling sering dikunjungi oleh Presiden tampan kita, Ir. Soekarno. Apalagi saat itu pulau ini dijadikan basis pertahanan tentara Jepang dan sekutu saat perang dunia ke-2 antara tahun 1942 hingga 1944. Tentu saja Ir. Soekarno menjadi lebih intens mendatangi Morotai. Dan memang itu bukan sebuah isapan jempol belaka. Buktinya di pulau ini ada museum hasil dari perang dunia II.
Pulau ini sepertinya punya peranan yang cukup penting bagi sejarah Indonesia. Bahkan ikon pulau ini adalah monumen trikora. Ya kapan-kapan lah aku bahas tentang Trikora. Namun agak aneh saja meletakan monumen Trikora di tempat yang tidak punya ikatan sejarah dengan peristiwa Trikora. Jika aku orang penting, mungkin akan aku ganti maskot pulau ini dengan neptunus atau putri duyung.

Tentunya tidak lengkap mengunjungi Morotai tanpa mencicipi bagaimana rasanya bermain-main air. Mengingat pulau ini pernah menjadi daerah tujuan Sail di tahun 2012, aku pikir pastilah tidak sulit untuk menemukan informasi pariwisata.

Tapi ternyata, aku salah.

Pulau seindah ini ternyata punya managemen wisata yang cukup buruk. Sebal aku dibuatnya. Bahkan ketika mengunjungi dinas pariwisatanya, aku tidak mendapat harga yang pasti untuk pergi ke pulau-pulau di sekitar Morotai. Hal ini tentu akan membuat para nelayan lokal menaikan harganya dengan membabi-buta, apalagi saat ini bukan waku liburan. Keterkejutanku semakin lengkap saat mengetahui bahwa di pulau secantik ini, hanya ada satu diving center yang dikelola oleh orang yang bukan berasal dari warga lokal. Tentang itu sih, aku sih tidak begitu terkejut, dengan kondisi geografis yang cukup jauh dari pusat kota, mustahil orang lokal kemampuan mengelola diving center. Sesuatu yang baru biasanya memang dibawa dan ditularkan dari luar.
Aku tidak punya pilihan lain selain mengunjungi diving center itu, apalagi aku tidak membawa alat-alat menyelam atau sekedar untuk snorkeling.

Aku sedang bertanya harga dan fasilitas apa yang akan aku dapatkan pada petugas yang berjaga, saat sesuatu yang indah tetiba melintas. “Nahhh ini dia nih, dia ini fotografer bawah laut kita. Diver juga”.

Dan dia terseyum.

Alamak! Manisnya.

***
Pagi yang cerah dengan matahari yang terlalu semangat bersinar di pulau Morotai. Hari yang sempurna untuk bermain air. Dan hari yang baik untuk membuat kenangan.

Setelah berdiskusi panjang, diantara semua pulau, akhirnya kami sepakat untuk mengunjungi Pualu Dodola.
Perjalanan menuju Dodola besar melalui Morotai kami tempuh dengan kapal kayu. Kami yang mana artinya adalah aku dan lelaki manis itu pergi ke Dodola Besar. Pihak diving center ingin menjaga semua barang-barang selam tetap terjaga seperti sedia kala.
Apapun itu, aku sungguh bersemangat karenanya. Horay!

Perjalanan kami tempuh dalam sekitar 45 menit. Panas matahari membuat kami harus membuat perlindungan kepala dari matras. Sepanjang perjalanan aku hanya mampu berteduh sambil sesekali mengintip senyumnya. Sungguh maut!

Hingga akhirnya kamipun tiba di Pulau Dodola Besar.

Well, bagaimana aku bisa mendeskripsikan Dodola? Sungguh aku tidak punya kata. Pasirnya terlalu putih dan lembut, airnya yang dingin berwarna gradasi hijau menuju biru, terumbu karang dan ikan-ikan yang bersembunyi di bawah air, dengan dua pemisahan ombak. Pulau Dodola terdiri dari Dodola besar dan Dodola kecil, jika air pasang dan kiat berdiri di tengah-tengahnya maka kita serasa berdiri diantara dua ombak. Extremely beautiful!   

Dia membantuku memasangkan fin dan snorkel, kemudian seketika kami sudah bersama di lautan. Sesekali ia menarikku memuju pada ikan dan terumbu karang yang cantik.

Sejenak aku lupa segalanya.

Waktu membeku dan yang ada hanyalah aku, dia, dan air.

Hanyut.

***

Matahai mulai tenggelam saat kami mulai meninggalkan Dodola Besar.
“Sayang ya kita ga bisa liat sunset” katanya.
“Gapapa... Ini juga udah cantik banget. Eh ngomong-ngomong, kapan mulai suka laut?” 
“Sejak semumur dia” Katanya sambil menunjuk anak dari nelayan yang mengantar kami.
“Oh wow! Dari sekecil itu?”
“Iya... Aku suka banget laut dari itu. Tapi aku tumbuhnya di gunung. Baru pas SMA aku mulai kenal laut. Dan terus ambil sekolah divers. Sampe sekarang deh. Aku suka banget laut, apalagi hiu”  “Kenapa?” 
“Kenapa suka? Engga tau. Apa aku harus punya alasan untuk suka sesuatu?” 
 “Engga sih... Hehe...”

Lalu mata kami tak sengaja bertemu.

Sore yang baik. Saat angin laut berhembus, saat birunya laut menjadi diam bergelombang.

Aku tau, sesuatu sedang terjadi di sini.

"Eh, nanti malam kamu mau kemana?"
"Engga tau sih... paling liat bintang"
"Oh kamu suka bintang?"
"Banget!"
"Aku tau tempat liat bintang yang bagus di sini"
"Aku mau dong kesana"
"Nanti malam, kita ketemu di kantor diving ya"
"Ya"



I just have one more fine day.
Gosh! 

#31harimenulis
#9-31
#Part1

Tidak ada komentar

© RIWAYAT
Maira Gall