“When I look back
on my ordinary life, I see so much magic,
though I missed it at the time”
(Photograph –
Jammie Cullum)
Semua hal di dunia ini memang
replaceable.
Sam Smith sudah menggantikan era
kejayaan Aerosmith. Jaman John Travolta bernyanyi-nyanyi di Grease
kini berganti dengan jaman Lea Michele di Glee. Jaman The Police
sudah berganti dengan 5 second of summer. Disket berganti
flashdisk, iTunes menggantikan piringan hitam, radio berganti
streaming, Alan Budikusuma berganti dengan Ihsan
Maulana Mustofa, dan yang paling sering mengalami pergantian,
tentu saja klub sepak bola.
Semua pergantian itu tentu saja baik,
walau tetap dengan konsekuensi-konsekuensinya. Seperti Maslow's
hierarchy of needs yang
dengan lantang berkata bahwa piramida teratas manusia adalah
aktulisasi diri. Dia berkata “What
a man can be, he must be” yang
mengindikasikan bahwa manusia akan selalu berubah. Dan untuk
mendukung itu, manusia akan sibuk bermain bongkar pasang. Tapi
itu bukan hal yang buruk, karena tanpa itu, mustahil sebuah peradaban
terbentuk.
Di satu sisi, sebagai manusia, kita
adalah penikmat hal-hal yang senantiasa silih berganti itu. Kitalah
penikmat iPhone dan tak mau lagi menggunakan pager. Penikmat
streaming, karena malas membawa-bawa radio. Penikmat WhatsApp,
karena menulis surat akan memakan banyak waktu. Sadar atau tidak,
kita adalah pihak yang mengganti, dan sekaligus pihak yang tidak akan
ambil pusing pada hal-hal yang tergantikan.
Apakah kita peduli bahwa di tahun 2009,
Kodak menghentikan produksi roll film fotonya setelah dipasarkan
selama 74 tahun? Atau siapa menyadari boy band BLUE, Westlife, dan
bahkan almarhumah Whitney Huston bangkrut, saat perlahan mereka
tergantikan?
Tapi bagaimana jika, jika kitalah
hal-hal itu?
Bagaimana jika kitalah hal yang
tergantikan? Atau tanpa sadar, kita sudah digantikan?
Bagaimana jika ternyata kita adalah
disket, pager, whitney Huston, westlife, dan hal-hal yang tergantikan
lainnya?
Bagaimana jika ternyata, kita tidak
lagi berarti untuk seseorang? Apakah kita masih sama tidak pedulinya?
Lalu kitapun mulai berimajinasi, dan
memberikan doktrin bahwa ada beberapa hal yang tidak akan tergantikan
no matter what. Tapi sebenarnya kita tau, nothing last
forever!
Sayangnya... oh sayangnya, kita tidak
bisa berharap kembali ke masa The Beatles untuk melihatnya perform.
Tidak bisa bersisikukuh
ingin menggunakan disket, tidak bisa menggunakan kuda sebagai alat
transportasi. Walaupun kita mau, dunia yang tidak menginjinkan. Hukum
alamnya jelas, matahari tidak akan bertemu bulan, selamanya.
Ternyata, kita tidak bisa menjadi pihak
yang penting bagi hidup seseorang, ketika di saat sama kita
menghilang.
Kita tidak bisa berharap bahwa kita adalah pihak yang diingat, ketika di saat yang sama kita lupa.
Kita tidak bisa memaksa waktu untuk menunggu, ketika di saat yang sama kita pergi.
Kita tidak bisa berharap sesuatu akan terjadi selamanya, ketika di saat yang sama kita tidak berjuang.
Kita tidak bisa selamanya menjadi istimewa.
Kita tidak bisa berharap bahwa kita adalah pihak yang diingat, ketika di saat yang sama kita lupa.
Kita tidak bisa memaksa waktu untuk menunggu, ketika di saat yang sama kita pergi.
Kita tidak bisa berharap sesuatu akan terjadi selamanya, ketika di saat yang sama kita tidak berjuang.
Kita tidak bisa selamanya menjadi istimewa.
Dan yang lebih penting, kita tidak bisa
membuat keadaan kembali seperti semula, saat kita sudah terlalu jauh
melangkah.
Untuk sesuatu yang sudah terlanjur berganti, kita hanya mampu menyimpan memorinya, tapi tidak untuk menjadikannya nyata.
Untuk sesuatu yang sudah terlanjur berganti, kita hanya mampu menyimpan memorinya, tapi tidak untuk menjadikannya nyata.
Kita tidak bisa menjadi disket dan
berharap Apple Inc menciptakan slot khusus untuk kita. Kita harus
menghargai apa yang sudah berganti, bukankah begitu?
Kita harus menerima, bahwa akan selalu
ada dua sisi dalam kehidupan ini. Saat kita sudah mencoba mengganti,
di saat yang sama, di sisi yang berbeda, kita sudah menjadi yang
terganti.
Sesederhana itu.
***
Untuk Ujang Fahmi.
#31harimenulis
#Bonus
Tidak ada komentar
Posting Komentar