Menurut sejarah, abad ke 15 adalah abad yang penting bagi peradaban dunia. Rupanya di abad ke 15 ini, manusia sudah lelah direcoki oleh dogma-dogma agama. Perseteruan agama dan ilmu pengetahuan dibiarkan berakhir di abad ke 14. Terutama ketika perang salib yang mahsyur dikata orang itu, pun akhirnya berada pada titik kulminasinya. Manusia menjadi gamang setelah sebegitu lamanya direcoki oleh sesuatu yang spiritual. Bukannya mendekatkan diri pada yang Maha Kuasa malah semakin merumitkan pikiran.
Untuk itulah, manusia memutuskan untuk melakukan pencarian!
Abad ke 15 dikenal sebagai abad kelana. Tentu saja, bagaimana caranya melakukan pencarian tanpa melakukan perjalanan bukan? Dan tentu saja, abad ke 15 adalah awal mula ekpedisi samudera!
Are you ready captain?
Pencarian demi pencarian mengantarkan manusia untuk tersesat dan menemukan. Pada tahun 1512 seorang bernama Afonso de Albuquerque mengirim seorang lelaki bernama Antonio Albreu dan Franscisco Serrao untuk memimpin armadanya mencari sesuatu yang penting dalam hidup mereka, yaitu rasa.
Menurut gossip yang berhembus, para kompeni itu mengalami masalah dengan lidah dan makanan yang mereka tanam sehari-harinya. Maklumlah, dengan cuaca eropa yang dingin, mereka tidak bisa menanam rempah-rempah. Akibatnya, selain tidak bisa menghangatkan diri, makananpun menjadi lebih mudah basi. Apalagi Thomas Alfa edison belum menemukan listrik dan William Cullen belum menemukan kulkas. Untuk itu, banyak rumah tangga yang goyah hanya karena masalah lidah, setidaknya begitu menurut kabar burung yang berhembus. Tak ingin dipersalahkan karena tak becus memasak, para wanita akhirnya berseru pada pria-pria “Daripada sambat, mending kalian berlayar dan temukan rempah-rempah untukku” Begitu kira-kira omelan sang istri.
Akhirnya pergilah para suami itu menjelajah samudera dan akhirnya tiba di surga rempah dunia, Maluku!
Coba bayangkan, beginilah awal mula penjajahan itu saudara-sudariku. Hanya dari masalah rasa, hanya dari persoalan lidah. Lidah yang membuat kita akhirnya rela berbagi rempah dan hal yang lainnya, dengan Belanda selama berabad-abad lamanya.
Pencarian mereka akan rempah-rempahlah yang membuat mereka ingin menaklukan Indonesia. Namun apa yang terjadi sekarang? Kita malah lebih memilih untuk menggunakan penyedap rasa untuk mengolah makanan. Jangan sampai kita dijajah lagi karena tidak paham masalah rasa. Sungguh generasi yang kaspiran!
Itulah mengapa perjalananku di sini sangat berarti. Karena di sinilah awal mula Indonesia dikenal dunia, di sinilah awal mula penjajahan itu, di sinilah kolonialisme terjadi, inilah pintu itu, Maluku!
Mempelajari bagaimana perjalanan bisa terjadi seakan membuka mataku akan sesuatu yang baru. Jangan-jangan alasan kita bergerak selama ini sebetulnya hanya berasal dari sesutau yang sangat sederhana? Aatu Mungkin saja, kita sudah mencapai tujuan dari apa yang kita niatkan di awal. Namun lalu kita keblinger dan mencari hal yang lain lagi, hingga akhirnya melenceng jauh dari apa yang kita niatkan saat awal melakukan perjalanan.
Atau bisa jadi, perjalanan yang kita lakukan saat ini sebetulnya adalah hasil dari ketersesatan yang tidak kunjung usai?
Aku harus sabar, mungkin aku butuh waktu seumur hidup untuk membahas menjawab perkara temu-ditemukan.
Anyway, aku sungguh senang berada di sini. Ternyata ada beberapa bagian dariku yang aku temukan. Dan jujur, aku sangat menikmati moment-moment saat aku menemukan bagian diriku. Perjalanan memang akan mengantarkan seseorang pada sebuah perkenalan.
Lagipula aku berada di surga dunia, dimana gunung dan laut berada di satu lokasi yang sama.
“Mbak Re, sekalian aja kalau udah ke sini, pergi ke Morotai” kata salah satu kawan baruku.
“Oh yang pernah dijadiin sail Morotai itu ya?”
"Iya mbak. Bagus looh..."
Hmmm… Kulihat agenda dan rasanya aku masih punya waktu untuk pergi ke Morotai.
Mari kita cari tahu, ada pada di sana.
"Oke kak. Yuk!"
***
#31harimenulis
#8-31
Tidak ada komentar
Posting Komentar