Insiden yang terjadi semalam, suskses membuat saya lemas lahir batin tiada tara.
Bahkan hingga hari inipun masih terasa remasan aneh di perut saya. Kejadian yang tak pernah saya sangka akan terjadi pada saya. Ah, masa iya saya
kesurupan?
Semalam, menjelang H-1 kepulangan kami. Kami disibukan
dengan berbagai macam laporan yang harus kami selesaikan. Ah, memang merepotkan
saja LPPM ini. Ketidaktersediaan listrik ini membuat kami semua harus menulis semua
laporan dengan menggunakan tangan. Saya sendiri masih berjuang untuk menahan sakit
bekas luka piknik woroboy, ditambah dengan luka tangan dan kini harus menulis
laporan sebanyak ini.
Kemarin, hari terakhir kami akan berada di Yakati. Terakhir
menatap matahari yang terbit dari bukit, terakhir mengunjungi balai desa,
terakhir mengambil air di darat, terakhir menatap wajah ceria anak-anak ingusan
(in literally) ini, terakhir
berhubungan dengan agas, terakhir tidur bersama di pastori. Ya pokoknya
terakhir. Karena besok, tanggal 11 kami akan pulang ke Bintuni.
Di hari terakhir kemarin, saya dengan bersemangatnya masih
mencuci baju untuk terakhir kalinya, yang setelah itu pergi ke sekolah dasar dan
mengajar anak kelas 1. Ah.. muka-muka yang tak akan saya temui lagi nanti.
Di
hari terakhir kemarin itu, saya dan fauzan memberikan reward berupa buku,
pensil, dan alat tulis lainnya bagi mereka yang bisa membaca kalimat yang kami
tuliskan di papan tulis. Ya, seperti layaknya hari-hari sebelumnya, mereka
tampak antusias, dan juga diiringi dengan beberapa tangisan anak yang dijahilin
oleh anak lainnya.
Haru biru menyelimuti kami saat waktu mengajar telah habis.
Saya berkata bahwa inilah saat terakhir saya dan fauzan akan mengajar di kelas
dan berpesan bahwa mereka harus menjadi anak pintar dan pergi ke Jawa untuk
melanjutkan pendidikannya. Mata mereka tampak ragu untuk menangkap apa yang
saya sampaikan, tapi setidaknya doa dalam ucapan saya telah terlepas dan akan
ditangkap malaikat untuk diamini.
Anak-anak itu memeluk saya di akhir kelas, juga fauzan tentu
saja. Ada setitik rasa sedih yang tiba-tiba hadir. Kalau saja jarak jogja dan
yakati hanya sejauh jalan kaliurang km 8-kampus, saya pasti akan datang dan
mengajari mereka walaupun tidak setiap hari.
Kami kembali ke rumah dan kondisi rumah sudah tak berbentuk
lagi. Barang dimana-mana, laporan dimana-mana, ini dan itu berada tidak pada
tempatnya. Akhirnya saya putuskan untuk pergi ke balai desa bersama fauzan dan
menyelesaikan laporan disana.
Saya memandang pemandangan yang entah kapan lagi akan saya
lihat.
Tersadar lagi, bahwa kemarin adalah hari terakhir bagi kami.
Laporan saya selesai, dan fauzan tidak. Ah as usual fauzan!
Selalu tidak fokus. Nanti kalau dikroscek, dia bakal jawab “loh, gimana mau ngerjain laporan, orang ada
deki yang ngajak ngobrol…” haish! Ketebak zan. Atau mungkin dia bakal jawab
“ada agas Peh.. “ aah.. give me BA give me SI BA SI! -__-
Sepulang dari pastori, saya dikejutkan oleh dedy yang
berkata “Peh, ada kejutan tuh di dapur”
Kejutan apa?
Anak-anak sudah heboh menyuruh saya ke dapur.
And you know whaaaaat????
ULAT SAGU IS IN THE HAOUSE MEEEEN! IS IN THE KITCHEN.
IYUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUCCCCCCHHHHH!!!!!!!!!!!!!!
Iyuuuuch!
Iyuuuuch!!
Yeeek!
Dalam baskom, belasan ulat sagu tengah berjoget
Hewan apa coba itu, bentuknya seperti uget-uget raksasa yang
meliukan badannya bak penari erotis. Berawaran putih dan tidak memiliki kepala.
Anehnya, itu dimakan!
Great! Hanya di papua!
Tak terasa, sorepun tiba dan malampun tiba.
Kami berbuka puasa untuk terakhir kalinya.
Menikmati santap dengan 10 orang yang selalu dilihat dalam
hampir 5 minggu. Jujur, saat itu saya merasa gamang jika tak lagi berbuka puasa
tanpa mereka.
Ya.
And the story goes….
Tidak ada komentar
Posting Komentar