Senin, 28 Mei 2012

Konstan beranjak

"bagaimanapun hidup ini hanya cerita. Cerita, tentang meninggalkan dan yang ditinggalkan"

Arga nalaksukma, seorang teman siaran saya setiap pagi hampir 6 bulan ini memutuskan untuk resign. Bukan karena ada masalah tertentu, tapi lebih kepada karena keputusannya untuk mencari pekerjaan yang lebih mapan. Maklumlah sebagai seorang lulusan kedokteran hewan UGM, menjadi penyiar radio swasta di Jogja bukanlah pekerjaan idaman. Terlebih ketika arga sejak beberapa bulan ini juga ditawari oleh banyak perusahaan untuk bekerja. Dengan gaji dan fasilitas yang ditawarkan padanya, dia tentu saja lebih memilih itu. Jika saya jadi dia, mungkin saya juga akan melakukan hal sama.

Arga menemukan jalannya.
Menuju fase yang lain dalam hidup dan meinggalkan saya di program pagi.
Tak banyak yang bisa saya lakukan kecuali melihat dengan kacamata positif bahwa hal seperti ini lumrah. Hanya soal masalah waktu.

***
konsep waktu yang telah dirancang ini hanya memungkinkan pada dua skenario besar. Meninggalkan dan ditinggalkan.
Semua pasti mengerti bahwa memang tak ada yang abadi di dunia ini.
Semuanya konstan akan berubah.
sama seperti halnya daun yang pasti akan jatuh meninggalkan rantingnya
Matahari yang secara konstan akan meninggalkan siang.
Bulan yang akan meninggalkan malam
Hujan yang akan meninggalkan pelangi.

Tinggal-meninggalkan seperti hukum alam yang sudah sewajarnya ada.
Harus terjadi karena hidup ini juga hanya tentang konsep datang dan pergi.
Tapi percayalah itu sulit. Baik itu menjadi aktor yang ditinggalkan atau yang meninggalkan.
Tak ada yang mudah.

Meninggalkan berarti pula beranjak. Entah pada sesuatu yang lebih baik atau justru pada sesuatu yang lebih fana.
Sementara ditinggalkan berarti pula pada kondisi dimana kita masih berada pada sebuah titik sementara pihak satunya telah beranjak.

Satu konsep yang tak pernah rukun.
Konsep yang menyakitkan sekaligus menjadi konsep yang adil.

***
Mungkin semua orang pernah mengalami fase ini. Fase yang mendewasakan jika saya bilang. Fase yang saya sebut sebagai fase pertahanan.
saat kita berada dalam garis pertahanan. Bertahan pada perasaan dan siap untuk menggempur apapun masalah yang ada.
Siap untuk selalu berkorban apapun yang sekiranya bisa kita usahakan.
Siap untuk merubah apapun yang sekiranya bisa membuat situasi berubah.
kita siap. Bahkan jika harus matipun, kita akan siap.

Tapi ternyata, orang  yang kita perjuangkan itu telah lebih dulu menyerah.

Disini kita akan merasa ditinggalkan.

atau ketika situasinya berbalik.
Saat kita justru malah mengabaikan semua perjuangan yang ditujukan khusus untuk kita.
kita tak melihat itu sebagai nilai yang harus kita pertahankan.
hingga akhirnya kitalah yang lebih dulu untuk keluar.

Disini kitalah yang meninggalkan.

Karena hidup itu hanya berputar, maka kita pasti akan meninggalkan. Meninggalkan fase lama untuk beranjak ke fase baru. Disinilah kita akan dibuat bingung, apakah kita akan mengajak serta apa yang ada di fase lama untuk ikut ke fase baru atau akan meninggalkannya disana.
Karena kita tidak akan bisa untuk bertahan di satu titik.
Kita harus bergerak.
Sehingga meninggalkan dan ditinggalkan akan selalu ada.


***

Tapi masalahnya, tak ada dari kita yang tau akan berada pada garis apa.
Tak ada dari kita yang mampu menebak apa yang terjadi setelahnya setelah memilih salah satunya.
Tak ada dari kita yang bisa dengan mudah memutuskan akan berada pada bagian yang mana.

waktu dengan tegasnya tidak akan memberitahu kita pada skenario yang ada.
Waktu hanya mampu memaksa kita melakoni salah satu dari itu. Tanpa kita sanggup untuk kompromi.
dan saat waktu itu telah datang maka kita akan mempunyai sebuah kisah. Entah sebagai orang yang ditinggalkan atau yang meninggalkan.

saya jadi ingat perkataan mama saya, saat dimana beliau merasa sangat kehilangan saya adalah ketika saya masuk TK. Saat saya tanya apa alasannya, beliau menjawab "waktu berjalan cepat loh lif. Waktu mama nganter Alif ke TK, mama mikir, mungkin ga lama lagi, mama bakal nganter alif ke pelaminan"
Agak lebay untuk saya tangkap saat saya berusia 18 tahun.
Tapi, sekarang saya paham maksudnya.

NB : tulisan ini saya dedikasikan pada semua orang yang tengah bersiap untuk beranjak. selamat beranjak. Selamat mendewasakan diri :)

#28
#31harimenulis

Tidak ada komentar

© RIWAYAT
Maira Gall