Kamis, 31 Mei 2012

Tanpa paket

"anak komunikasikan jombloable. Itu semacam strongnya anak komunikasi"

Tulisan ini sedikit banyak terinspirasi dari sebuah obrolan singkat yang saya alami dengan dua orang teman saya, Rani dan Ria. Saat itu, siang hari di kantin fisipol dan saya sedang mengumpulkan niat untuk pergi melakukan pemeriksaan di GMC untuk KKN.

Saya mulai dengan menyapa Rani dengan pertanyaan agak basa-basi "Halo, Rani, masih sama itu?".
Tapi ternyata respon Rani agak berbeda dari apa yang saya harapkan. Dan kemudian dia berkata "aku udah putus Peh. Aku ga lama sama dia..."
MATI! saya salah berbasa-basi.

Dari ketidaksengajaan pertanyaan konyol saya, akhirnya terjadilah pembicaraan random antara saya, Rani, dan Ria. Pembicaraan tentang cinta tentu saja.
Kami mentertawakan keadaan yang sebetulnya miris di kalangan anak komunikasi. Anak komunikasi seperti begitu mudahnya menjadi single. Pacaran ga lama dan kemudian putus. Bisa  dibilang kalau komunikasi ini ternak jomblo. Saking banyaknya anak komunikasi yang jomblo.

"Ada apa sih sama anak komunikasi?" kata saya.
karna aneh aja gitu. Katanya anak komunikasi itu belajar komunikasi. Tapi buat maintance perasaan orang dengan komunikasi kok rasanya susah.
apa sebetulnya bukan komunikasi masalahnya?
hmm... sepertinya sih begitu
mungkin masalahnya ada di cara penerimaan anak komunikasi yang rendah. Atau singkat kata, mayoritas anak komunikasi standar "nyaman" nya terlalu tinggi.
ya ga bisa disalahkan juga sih. Karena tiap orang punya kadar nyaman yang berbeda-beda.

Ada juga yang kemudian bilang bahwa anak komunikasi itu susah dideketin karena habbitnya yang "aneh" dan jarang ada yang bisa tahan. Sekalinya tahan, anak komunikasinya yang merasa "tidak tertantang"
hahahaa.. saya ngakak denger ini. Kok ya sebegitunya..

Pembicaraan antara saya dan kedua teman saya itu agak random sebetulnya. Ga begitu random juga sih, tapi dari situ saja jadi tersadar akan satu hal.
Pembicaraan siang  itu membuat saya berfikir tentang konsep penerimaan.
Pembicaraan siang itu seperti menyadarkan saya bahwa tidak ada satupun didunia ini yang bisa hidup dalam satu paketan lengkap.
semuanya penuh dengan kelebihan dan kelemahan.

Klise ya?

sekilas memang iya.
tapi percayalah "ikhlas menerima" ini konsep yang sulit.

tak ada yang sempurna. Tak ada yang sanggup untuk dipandang baik oleh semua orang. Kekurangan secara kodrati telah melekat sedari lahir, mengajarkan kita pada konsep penerimaan.

sulitkah sebetulnya menerima itu?
sejujurnya iya! Dalam angan, kita berharap ada paket komplit dalam hidup yang dapat kita pilih. Berharap bertemu dengan seseorang yang at least mermpunyai karakter yang tidak berbeda jauh dengan kita. Berharap hidup semudah memilih pake attack di KFC yang didalamnya sudah ada ayam, nasi, dan pepsi dengan harga murah.
Tapi, kabar buruknya, hidup tidak mempunyai paketan ekonomis yang bisa kita pilih. Kita harus mengcustom dan meracik sendiri baru akan tau tatanan komponen yang tepat untuk hidup.
disinilah kita butuh penerimaan yang tinggi. Untuk semua hal, termasuk asmara.

Dalam urusan asmara.
Jika kita terlalu memaksa untuk mempush orang lain seperti apa yang kita inginkan. Maka semakin susah untuk kita mengamalkan konsep penerimaan itu.
Dan yang ada, kita akan mencari kebahagian itu. Kita mengejar rasa nyaman yang tanpa kita sadar, bahagia itu diciptakan bukan dikejar.

Tidak sulit sebetulnya melakukan konsep ini. Cukup dengan berhenti berfikir mengenai paketan lengkap kehidupan yang keberadaannya sungguh utopis. Tapi cobalah untuk berfikir betapa orang selalu punya caranya sendiri untuk menunjukan pada kita, pada dunia, tentang berbagai macam pandangan. Ya kan?
Jangan selalu bersikap egois dengan membenarkan apa yang kita anggap benar. Terimalah pikiran orang dengan baik.
Karena sekali lagi, hidup itu tidak punya paket lengkap yang bisa dipilih.

Terimalah dengan berlapang hati mereka yang "tidak sempurna" tapi mempunyai cara untuk menjadikannya sempurna.
Sesederhana itu. Ya diterima saja.
karena penerimaan adalah hal yang agung. Itu juga bentuk keikhlasan kita untuk berlapang dada menerima semua hal yang telah terjadi.



NB : Untuk Rani dan Ria. Semoga dengan ini kita menemukan cara untuk "menerima" mereka yang "non komunikasi" dengan baik. Cheers ya girls :)

#31
#31harimenulis


Tidak ada komentar

© RIWAYAT
Maira Gall